Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi

Ketika Robotic Process Automation Datang, Apakah Pekerjaan Kita Masih Aman?

Kemajuan teknologi digital telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia modern. Di setiap sektor, mulai dari bisnis, pendidikan, hingga pemerintahan, teknologi hadir untuk membantu manusia bekerja dengan lebih cepat dan efisien. Namun, di balik kemudahan yang diciptakan, muncul kekhawatiran baru yang menyentuh aspek paling mendasar dalam kehidupan manusia: pekerjaan. Dalam beberapa tahun terakhir, istilah Robotic Process Automation atau RPA semakin sering terdengar. Teknologi ini mampu meniru tindakan manusia dalam menjalankan tugas-tugas rutin, seperti entri data, memproses dokumen, dan mengelola sistem informasi. RPA sebagai “pekerja digital” yang cepat dan tanpa lelah menimbulkan pertanyaan besar: apakah pekerjaan kita masih aman di era otomatisasi?

RPA sebenarnya lahir dari kebutuhan manusia untuk bekerja lebih efisien. Dalam dunia kerja yang kompetitif, kecepatan dan ketepatan menjadi kunci utama bagi organisasi untuk bertahan. Teknologi ini memungkinkan sistem otomatis untuk menggantikan pekerjaan manual yang repetitif dan memakan waktu. Contohnya dapat dilihat di industri keuangan, di mana robot perangkat lunak mampu memproses ribuan transaksi dalam hitungan menit, memverifikasi data pelanggan, serta menghasilkan laporan keuangan dengan akurasi tinggi. Di sektor layanan pelanggan, chatbot berbasis RPA menjawab pertanyaan dasar konsumen selama 24 jam tanpa henti, memberikan respons cepat, dan membantu perusahaan menghemat biaya operasional. Inovasi ini memperlihatkan bagaimana RPA mampu menghadirkan efisiensi yang sulit dicapai oleh manusia.

Menurut penelitian Deloitte (2023), penerapan RPA dapat meningkatkan efisiensi operasional hingga 40% dan menurunkan biaya perusahaan sebesar 25% hanya dalam dua tahun pertama implementasi. Sementara laporan dari McKinsey & Company (2023) menyebutkan bahwa sekitar 60% jenis pekerjaan yang ada di dunia mengandung sedikitnya 30% aktivitas yang berpotensi diotomatisasi. Angka ini menandakan bahwa dampak RPA tidak bisa dianggap remeh. Namun, yang paling dikhawatirkan bukan soal efisiensinya, tapi kemungkinan manusia jadi semakin sedikit dibutuhkan dalam pekerjaan. Banyak pekerja mulai bertanya-tanya, apakah mesin benar-benar akan menggantikan posisi mereka?

Kenyataannya, tujuan utama RPA bukan untuk menggantikan manusia sepenuhnya, melainkan untuk menjadi pelengkap. Teknologi ini mengambil alih tugas-tugas yang berulang, membosankan, dan tidak membutuhkan kreativitas, sehingga manusia dapat fokus pada pekerjaan yang lebih kompleks dan bernilai tinggi. Misalnya, seorang karyawan di bidang administrasi yang sebelumnya harus melakukan entri data secara manual kini dapat beralih untuk menganalisis informasi dan membuat keputusan strategis. Dengan kata lain, RPA membebaskan manusia dari rutinitas agar dapat mengembangkan potensi yang lebih kreatif dan produktif. IBM (2024) menjelaskan bahwa perusahaan yang menerapkan RPA tidak hanya mengalami peningkatan efisiensi, tetapi juga peningkatan kualitas kerja karyawan karena mereka bisa fokus pada peran yang lebih bermakna.

Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa otomatisasi juga membawa dampak sosial yang signifikan. Di berbagai negara, kekhawatiran terhadap hilangnya lapangan kerja akibat robotisasi semakin meningkat. Pekerjaan yang bersifat administratif dan berbasis aturan cenderung menjadi yang paling rentan tergantikan. Namun, laporan Gartner (2024) menyatakan bahwa otomatisasi tidak akan menghapus pekerjaan manusia, tetapi mengubah bentuknya. Artinya, jenis pekerjaan yang ada mungkin berkurang di satu sisi, namun di sisi lain akan muncul pekerjaan baru yang menuntut keterampilan digital, analitis, dan kreatif yang lebih tinggi. Transformasi ini menuntut manusia untuk terus beradaptasi dengan cara belajar ulang dan meningkatkan kemampuan agar tetap relevan di pasar kerja modern.

Di Indonesia, penggunaan RPA mulai berkembang di berbagai sektor. Perusahaan besar seperti Bank Mandiri dan Telkom Indonesia telah memanfaatkan teknologi ini untuk mempercepat proses internal, memperbaiki layanan pelanggan, dan meningkatkan akurasi data. Namun, adopsinya masih menghadapi beberapa kendala, seperti kurangnya tenaga ahli yang menguasai teknologi otomatisasi dan keterbatasan infrastruktur digital di beberapa daerah. UiPath (2024) mencatat bahwa potensi RPA di Indonesia sebenarnya sangat besar, terutama dalam mendukung transformasi digital menuju efisiensi dan transparansi, baik di sektor swasta maupun pemerintahan. Jika dimanfaatkan dengan tepat, RPA bisa menjadi langkah penting menuju sistem kerja yang lebih modern, cepat, dan transparan.

Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut, dibutuhkan kolaborasi antara manusia dan mesin. Sejarah membuktikan bahwa setiap revolusi industri selalu menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan, tetapi pada akhirnya justru menciptakan lapangan kerja baru yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Begitu pula dengan hadirnya RPA. Teknologi ini memang akan mengubah cara kita bekerja, tetapi bukan berarti menghapus manusia dari proses tersebut. Justru, manusia dibutuhkan untuk mengawasi, mengembangkan, dan memastikan bahwa sistem otomatis bekerja dengan benar. Dalam dunia kerja masa depan, manusia dan mesin akan saling melengkapi: RPA menangani tugas mekanis dan rutin, sementara manusia mengarahkan kreativitas, empati, dan pengambilan keputusan strategis.

Dengan memahami hal ini, kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan dapat diubah menjadi motivasi untuk beradaptasi. Dunia kerja ke depan akan menuntut manusia untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Keterampilan seperti berpikir kritis, komunikasi, dan inovasi akan menjadi kunci utama dalam bertahan di era otomatisasi. McKinsey & Company (2023) bahkan menegaskan bahwa organisasi yang mampu menggabungkan kekuatan manusia dan mesin akan menjadi pemimpin di masa depan. Mereka yang terbuka terhadap perubahan akan memperoleh manfaat paling besar dari teknologi ini, sementara yang menolak beradaptasi akan tertinggal.

Robotic Process Automation pada akhirnya bukanlah musuh manusia, melainkan mitra yang dapat membantu menciptakan efisiensi dan produktivitas yang belum pernah dicapai sebelumnya. Pekerjaan mungkin akan berubah bentuk, tetapi nilai kemanusiaan tetap menjadi inti dari setiap aktivitas ekonomi. Teknologi akan terus berkembang, dan kita tidak dapat menghentikannya. Namun, kita dapat memilih bagaimana cara menghadapinya, dengan rasa takut, atau dengan kesiapan untuk beradaptasi dan tumbuh bersama. Dengan kolaborasi antara manusia dan teknologi, masa depan pekerjaan bukanlah sesuatu yang menakutkan, melainkan peluang besar untuk menciptakan dunia kerja yang lebih efisien, cerdas, dan manusiawi.

Referensi

Albert Tandijono – 2802462551