Mengenal Greenwashing dalam Dunia Marketing

Image From: Getty Image

Belakangan ini, produk yang mencantumkan klaim ramah lingkungan banyak digemari oleh konsumen. Selain keamanannya terhadap lingkungan, adanya produk-produk ramah lingkungan juga sejalan dengan program keberlanjutan pada Sustainable Development Goals (SDG) ke-12. Keramahan lingkungan pada produk tidak hanya dilihat semata-mata dari bahan baku yang digunakan, namun juga dari kemasan, proses pengolahan, hingga proses pemasaran. Namun, ada kalanya klaim ramah lingkungan yang tertera tidak sesuai dengan realita dari produk tersebut di mana produk memiliki kemungkinan menggunakan bahan kimia yang tidak sesuai standar ataupun kemasan yang sulit untuk didaur ulang. Oleh karena itu, banyak oknum-oknum yang memasarkan produk mereka dengan klaim ramah lingkungan yang “palsu” hanya agar produk tersebut dapat tetap digandrungi oleh konsumen. Salah satu teknik nakal yang digunakan dalam memasarkan produk yang tidak sesuai dengan standar ramah lingkungan adalah greenwashing.

Sumber : https://blog.paperturn.com/blog/greenwashing-vs-green-marketing

Apa itu greenwashing?

Greenwashing adalah teknik pemasaran yang menggunakan informasi menyesatkan mengenai sebuah produk sehingga tampak ramah lingkungan. Konsumen rela membayar lebih untuk sebuah produk yang lebih ramah lingkungan dibandingkan produk sejenis yang lebih tidak ramah lingkungan. Maka dari itu, teknik greenwashing membuat produk dapat tetap dijual dengan harga yang lebih tinggi meskipun informasi ramah lingkungan tersebut tidak benar.

Adanya praktik greenwashing tentu memiliki dampak buruk bagi konsumen dan perusahaan. Dengan kata kasar, konsumen dapat merasa “ditipu” oleh klaim yang digunakan oleh perusahaan. Sedangkan, perusahaan akan kehilangan kepercayaan dari konsumen mengenai klaim ramah lingkungan yang dilakukan. Salah satu kasus greenwashing yang sempat menjadi polemik besar adalah pemasaran produk Windex oleh SC Johnson yang menggunakan label “Greenlist” pada produknya. Perusahaan ini harus menghadapi tuntutan karena penetapan klaim ramah lingkungan melalui program Greenlist-nya dianggap sebagai self-claimed karena penilaian tidak dilakukan oleh pihak ketiga dan tampilan dari label tersebut dibuat seolah-olah penilaian dilakukan oleh pihak ketiga. Oleh karena itu, banyak konsumen yang merasa tertipu dengan adanya label tersebut. Di sisi lain, SC Johnson merasa bahwa mereka tidak melakukan greenwashing karena program Greenlist tidak pernah menyampaikan bahwa penilaian dilakukan oleh pihak ketiga.

Agar dapat menghindari kasus seperti ini, marketer sebaiknya memberikan informasi yang benar mengenai keramahan lingkungan dari produk yang dipasarkan dan melakukan teknik pemasaran green marketing. Penilaian untuk menetapkan klaim ramah lingkungan pada sebuah produk juga sebaiknya dilakukan oleh pihak ketiga agar dapat menjaga objektivitas. Hindari menggunakan penilaian internal yang dibuat seolah-olah dilakukan oleh pihak eksternal agar tidak menimbulkan miskomunikasi.

Gloria Supit