Hiduplah dengan Hati-Hati

Oleh: Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahānāyaka Thera

Kita tentunya tidak asing mendengar kata “hati-hati”. Kita juga sering diberi atau memberi nasihat kepada orang lain untuk berhati-hati. Berhati-hati dalam melakukan apapun merupakan suatu kebiasaan baik. Tetapi, bagaimana sudut pandang agama Buddha tentang hati-hati?

Dalam Dhamma, hati-hati merupakan sikap yang didasari dengan Kusala Cetanā. Cetanā artinya niat, kehendak, dorongan pikiran, motivasi yang mendasari pemikiran kita. Sementara, kusala artinya baik, positif, bersih. Sebelum kita melakukan sesuatu, itu akan muncul sebagai ‘kehendak’ di pikiran. Kehendak yang buruk akan menghasilkan hal buruk, akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Begitu juga sebaliknya, kehendak yang baik akan menghasilkan hal yang baik. Oleh karena itu, sikap hati-hati pertama yang dilakukan adalah mengamati dan mengecek apakah kehendak saya positif atau negatif.

Adakalanya perbuatan baik kita dapat disalahartikan sebagai perbuatan yang tidak baik. Kita tidak bisa menghindar dari salah pengertian karena orang lain belum tentu mempunyai pandangan yang sama seperti kita. Sekalipun ada orang yang salah paham terhadap ucapan atau perbuatan kita, itu tidak akan menghancurkan niat baik kita.

Selain itu, ada faktor lain agar kita dapat hidup dengan berhati-hati, yaitu sati dan sampajañña. Sati yang berarti ingatan, pengenalan, kesadaran, kewaspadaan, atau perhatian; mewaspadai setiap saat kehendak-kehendak yang muncul. Semakin kuat sati kita, maka kita dapat mengendalikan kehendak kita serta mampu menyeleksi Cetanā.

Sampajañña memiliki arti pengetahuan atau pengertian lengkap. Sampajañña terdiri atas Sātthaka Sampajañña, Sappāya Sampajañña, Gocara Sampajañña, dan Asammoha Sampajañña.

  1. Sātthaka Sampajañña artinya pengertian lengkap tentang kebenaran. Niat yang baik perlu dilihat dari berbagai sisi, berawal dari segi Dhamma, hukum negara, hingga norma yang berlaku di lingkungan sekitar.
  2. Sappāya Sampajañña artinya pengertian lengkap tentang kelayakan. Kita perlu mengukur kemampuan diri sendiri apakah niat baik ini akan terlaksana dengan baik.
  3. Gocara Sampajañña artinya pengertian lengkap tentang ruang lingkup. Maksudnya, saat kita berusaha untuk mencapai cita-cita, kita dapat melakukan apapun asalkan memiliki niat baik, benar dari segala arah dan berhubungan dengan apa yang ingin dicapai.
  4. Asammoha Sampajañña artinya pengertian lengkap, bebas dari kegelapan batin, bebas dari moha. Saat kita berhasil menerapkan niat baik, tidak boleh punya pengertian bahwa: “Saya sudah berhasil melakukan tujuan yang baik” karena tidak ada ‘aku yang sesungguhnya’ yang melakukan, melainkan hanya proses dalam mewujudkan niat baik. Asammoha Sampajañña dilakukan untuk kemajuan batin. Dalam konteks percakapan sehari-hari, kita boleh mengatakan “Saya sudah menolong dia, saya sudah menyelesaikan kewajiban” supaya tidak membingungkan orang-orang.

Dalam hidup bermasyarakat, kita cukup memahami tentang Kusala Cetanā, Sātthaka Sampajañña, Sappāya Sampajañña, sampai Gocara Sampajañña. Ini dapat dilakukan untuk menghadapi berbagai macam godaan, bujukan, dan lain sebagainya. Jika Asammoha Sampajañña juga dipahami dan diterapkan, maka dapat meningkatkan batin ke Tingkat yang lebih tinggi

 

Referensi

Hiduplah dengan Hati-Hati. (2003). SasanaOnline.

Irene Susanto