Anattā, Tiada Aku yang Kekal

Written By: Lavia Thamrin

Halo sahabat-sahabat se-Dhamma! Sebagai umat Buddha, kita pasti sudah tidak asing lagi dengan Anattā. Secara singkat, Anattā dapat diartikan sebagai konsep mengenai tiada-aku. Sebetulnya, Anattā sendiri adalah konsep yang sulit dimengerti dan mudah disalahpahami. Dalam artikel kali ini, mari kita membahas secara singkat tentang apa itu Anattā!

Anattā (Pali: anattā; Skt: anātman) adalah falsafah Buddhis yang menyatakan bahwa segala hal memiliki sifat ‘tanpa aku yang kekal’. Artinya, falsafah ini juga menyangkal adanya jiwa atau roh yang kekal dalam manusia. Meski begitu, Anattā sendiri bukanlah konsep yang menyangkal eksistensi atau keberadaan diri. Anattā hanya menyangkal adanya diri yang tetap dan kekal.

Sebagai perumpamaan, mobil adalah mobil. Namun, jika bagian-bagian yang menyusun mobil itu seperti ban, tangki bensin, dan mesin, dicerai-berai, apakah masih dapat disebut mobil? Tentu tidak! Hal yang sama juga berlaku pada manusia. Karena adanya jasmani dan batin, maka kita dapat disebut manusia. Komponen-komponen penyusun ini bekerja sama dan saling mendukung untuk membentuk suatu individu. Manusia tidak dapat didefinisikan dengan salah satu komponen saja. Kita bukan sekedar jantung, kita bukan sekedar otak. Ini berarti, jiwa atau roh salah satu komponen pembentuk manusia juga bukan merupakan inti manusia.

Anattā adalah doktrin yang penting untuk dipahami. Pasalnya, kita kerap menggunakan pandangan identitas diri yang salah. Sadar atau tidak sadar, kita kerap mementingkan aku yang tidak kekal ini. Milikku, kepunyaanku, kemauanku. Usaha-usaha untuk memuaskan diri yang tidak berhasil akan menimbulkan kesedihan dan penderitaan yang berkelanjutan.

Karena aku terbentuk dari komponen-komponen, maka tidak ada inti dari aku. Ketika kita melihat keluar diri dan berhenti melekat, barulah kita dapat perlahan-lahan melepas diri dari lingkaran penderitaan. Seperti sabda Buddha dalam SN 25.59, Anattā-Lakkhana Sutta: “Karena itu, para bhikku, apapun jasmani di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; apapun jasmani dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: ‘Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.’

Referensi:

https://www.bbc.co.uk/bitesize/guides/zd8bcj6/revision/5

http://tanhadi.blogspot.com/2011/04/bukan-milikmu-lepaskanlah.html?m=1

https://www.google.com/amp/s/yudhiableh.wordpress.com/2012/03/24/the-buddhist-doctrine-of-anatta/amp/

https://www.google.com/amp/s/utphala.wordpress.com/2011/06/30/sn-22-59-anatta-lakkhana-sutta-khotbah-tentang-karakteristik-bukan-diri/amp/

Lavia Thamrin