Tentang Macam-Macam Cinta dan Interpretasi Piyajatika Sutta
Ditulis oleh: Leaane Pingkan
Teman-teman tentu tahu cinta. Di sini cinta dapat dimaknai dan dibagikan menjadi banyak kategori. Tiap individu atau agama tentu memiliki interpretasi terhadap definisi dan jenis cinta menurut pandangan masing-masing. Pada artikel ini, penulis hanya akan merangkum tentang jenis cinta menurut Yunani kuno dan membahas lebih lanjut pandangan Buddhis tentang Cinta. Sebelumnya penulis akan menjabarkan mengapa penulis memilih kategori cinta dari Yunani kuno. Hal ini dikarenakan kategori cinta dari Yunani kuno lebih detil dan luas dalam pengklasifikasiannya, macam-macam cinta yang dijabarkan juga berbeda dan mudah dipahami karena sering kali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari kita.
Jenis-Jenis Cinta menurut Yunani Kuno
Berdasarkan bacaan lama seperti Plato dan Aristotle serta Colors of Love karya John Alan Lee di tahun 1973, terdapat tujuh jenis cinta yang akan dijabarkan secara singkat di bawah:
- Agape – selfless, tanpa pamrih atau syarat, universal. Jenis cinta ini mungkin dapat diinterpretasikan sebagai bentuk empati dan belas kasih terhadap mahluk lainnya, tanpa pamrih. Jenis cinta ini dapat kalian temukan pada tokoh-tokoh seperti Buddha, Bunda Teresa, dan masih banyak lainnya.
- Philautia – self-love. Sesuai deskripsi singkatnya, jenis cinta ini berorientasi pada diri sendiri. Dalam kadar yang baik, philautia dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri dan apresiasi terhadap diri sendiri.
- Storge – kasih sayang pada familial. Jenis cinta ini dapat kalian temukan di hubunganmu dengan keluargamu, seperti orang tua, anak, saudara. Terkadang jenis cinta ini dapat meluas ke kerabat atau teman masa kecil kalian. Perbedaannya dengan Philia adalah jenis cinta ini muncul dari hubungan darah dan rasa familiar pada suatu individu.
- Philia – affectionate. Jenis cinta ini walaupun platonik, kalian memiliki bentuk kesetiaan, kepercayaan, dan tulus dengan orang yang memiliki hubungan ini dengan kalian. Jenis cinta ini dapat kalian temukan dengan teman-teman dekat kalian.
- Eros – romantis, passionate. Jenis cinta ini dapat kalian temukan pada hubungan antara pasangan.
- Pragma – kekal. Jenis cinta ini mucul dari rasa komitmen dan tanggung jawab. Jenis cinta ini diekspresikan dengan kedewasaan dan kompromi untuk membuat hubungan bertahan. Jenis cinta ini dapat kalian temukan pada pasangan harmonis yang memiliki umur pernikahan sampai berdekade.
- Ludus – playful. Jenis cinta ini dapat kalian temukan pada orang yang sedang memiliki crush atau sedang PDKT, di mana pihak yang terkait saling ngegombal dan lainnya. Jenis cinta ini tidak memiliki bentuk komitmen seperti Eros atau Pragma.
- Mania – obsesif. Walaupun mungkin banyak dari kalian yang kurang atau tidak setuju Mania adalah salah satu cinta, orang Yunani Kuno memiliki istilah Mania ini untuk jenis cinta yang obsesif ini. Jenis cinta ini dapat kalian temukan di hubungan tidak sehat (toxic relationship) atau codependent relationship.
Sebelumnya, bagi teman-teman yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai macam-macam cinta dari agama-agama lain, teman-teman dapat mengacu ke tautan berikut: https://ekakurnia37.wordpress.com/2012/10/13/manusia-dan-cinta-kasih/. Selanjutnya kita akan membahas tentang cinta dalam ajaran agama Buddha. Terdapat istilah dalam bahasa Pali terkait cinta seperti Piya, Pema, Rati, Kama, Tanha, Ruci, dan Sneha yang memiliki arti seperti rasa sayang, kesenangan, cinta kasih, kasih sayang, kesukaan, nafsu indera, kemelekatan, dan sebagainya dalam hubungan keluarga dan antara laki-laki dan perempuan. Bentuk cinta ini dapat kita lihat dalam perumpamaan di Piyajatika Sutta.
Dalam ajaran Buddha sendiri, terdapat satu jenis cinta yaitu Metta. Metta ini adalah satu dari empat keadaan batin luhur yang diajarkan Buddha. Namun metta ini berbeda dengan istilah Pali yang sudah disebutkan tadi, di mana Metta bersifat universal, kepada semua mahluk, suatu bentuk cinta tanpa pamrih, dan tidak menimbulkan nafsu, kemelakatan, kepemilikan, tidak egois, atau hal negatif lainnya. Metta ada sebagai hakikat dan bentuk cinta tertinggi. Dengan metta, kita tidak ‘menderita’ atau tersiksa karena perasaan yang muncul dari nafsu, kemelakatan, dan kejadian seperti ditinggalkan pasangan. Dengan metta, kita dituntun ke akhir penderitaan dan mencapai kesempurnaan.
Dalam Piyajatika Sutta, singkat cerita terdapat ketidaksetujuan pandangan antara Buddha dengan ayah yang kehilangan putra satu-satunya dan penjudi, di mana mereka tidak setuju dengan pernyataan Buddha bahwa orang-orang yang kita cintai membawa kesedihan dan ratapan, sakit, duka cita, dan kekecewaan. Yang nantinya dijelaskan dengan berbagai kejadian dalam sutta yang sama, salah satunya seorang wanita dan pria yang kehilangan orang terkasihnya dan menjadi tidak waras dan hilang ingatannya. Perumpamaan berikutnya adalah suami yang membunuh istrinya karena keluarga istrinya ingin menikahkannya pada orang lain, yang mana berakhir pada kematian dua insan tersebut. Dari dua perumpamaan itu dimengertilah bagaimana orang-orang terkasih membawa kesedihan, ratapan, sakit, duka cita, dan kekecewaan.
Perasaan sedih, sakit, dan perasaan negatif lainnya serta penderitaan atau kesengsaraan yang muncul ketika kita berpisah dengan yang kita orang-orang terkasih inilah yang dimaksud sebagai bentuk duka dan mengapa ini dianggap sebagai penderitaan. Hal ini dapat dilihat di Samyutta Nikaya bahwa air mata yang diteteskan karena kehilangan orang terkasih lebih banyak daripada air di empat samudra raya. Hubungan diri kita dengan orang-orang di sekitar kita terjalin dari jodoh yang terbentuk dari karma kita, khususnya kehidupan lampau. Karena inilah kita dapat merasakan perasaan, seperti kecewa dan sedih, terhadap apa yang terjadi terkait dengan orang terkasih juga dapat kita rasakan, yang mana sebagai bentuk penderitaan bersama karena kemelakatan. Untuk pembahasan lebih detil mengenai konsep cinta, pembaca dapat merujuk ke tautan berikut: https://www.facebook.com/artikelbuddhis/photos/konsep-cinta-dalam-agama-buddha-oleh-samanera-dhammasugiriphoto-sa-bbe-sa-tt%C4%81-su/10150628119431805/.
Referensi:
- https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/36818
- https://ekakurnia37.wordpress.com/2012/10/13/manusia-dan-cinta-kasih/
- https://www.mindbodygreen.com/articles/types-of-love/
- https://voi.id/en/lifestyle/55609/recognizing-8-types-of-love-according-to-the-ancient-greeks
- https://greekcitytimes.com/2020/02/14/the-8-ancient-greek-words-for-love/
- https://www.wellandgood.com/greek-words-for-love/
- https://www.cosmopolitan.com/uk/love-sex/relationships/a34896557/types-of-love/
- https://analisadaily.com/berita/arsip/2015/6/4/139246/cinta-menurut-buddha-dhamma/
- https://www.kompasiana.com/balawadayu/5e2495a1d541df39ba42d782/episteme-cinta-menurut-cara-pandang-buddha?page=all#section1
- https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/brahmavihara-empat-keadaan-batin-luhur/
- https://suttacentral.net/sn15.3/id/anggara?reference=none&highlight=false
- https://www.facebook.com/artikelbuddhis/photos/konsep-cinta-dalam-agama-buddha-oleh-samanera-dhammasugiriphoto-sa-bbe-sa-tt%C4%81-su/10150628119431805/