Kurangnya Pendidikan Menyebabkan Pernikahan Dini

Tujuan ditulisnya artikel ini adalah untuk memberikan informasi mengenai pengaruh kurangnya pendidikan bagi pernikahan dini. Menurut sumber data dari United Nations Childrens Fund (UNICEF), jumlah anak perempuan yang Melakukan pernikahan dini pada 2019 adalah 1,087,697 orang. Data tersebut terus bertambah dan mengejutkannya data pernikahan dini melunjak naik ketika masa pandemic covid-19. Sebanyak 24.000 anak perempuan mencari celah dan meminta dispensasi untuk pernikahan dini, yang artinya sebanyak 24.000 orang tersebut masih dibawah umur 19 tahun karena sesuai dengan UU NO. 16 tahun 2019 bahwa dispensasi sebenarnya hanya diberikan kepada remaja yang berusia minimal 19 tahun. Bahkan menurut catatan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama 24.000 orang yang memohon dispensasi itu masih dibawah 18 tahun. Yang lebih menyedihkan lagi adalah 97 persen permohonkan telah dikabulkan oleh Badan Peradilan Agama. Banyak faktor penyebab pernikahan dini, seperti  norma, adat dan budaya, paksaan dari orang tua, hamil di luar nikah, dan kurangnya sosialisasi mengenai  dampak buruk dari pernikahan dini dan untuk meningkatkan ekonomi keluarga karena orangtua merasa bahwa anak menjadi beban ekonomi sehingga lebih baik dinikahkan saja apalagi jika anak perempuan karena jika dinikahkan dianggap bisa memberikan keuntungan karena orangtua sudah tidak lagi memiliki kewajiban untuk menghidupi justru mereka akan mendapat keuntungan dari pihak laki laki, norma, adat dan budaya, paksaan dari orang tua, hamil di luar nikah, dan kurangnya sosialisasi mengenai  dampak buruk dari pernikahan dini.  Tetapi faktor utamanya adalah kurangnya pendidikan.

Kurangnya pendidikan dan pernikahan dini sebenarnya adalah hubungan timbal balik yang merugikan karena tidak meratanya pendidikan, ketidakmampuan orangtua untuk membiayai anak sekolah, dan karena negara kita masih cukup kuat maskulinitas dan femilitasnya yang artinya masyarakat lebih melihat laki-laki diatas perempuan sehingga seringkali anak perempuan menjadi korban karena dianggap tidak perlu pendidikan. Hal-hal tersebut justru akan membuat anak kehilangan masa depannya karena tanpa pendidikan mereka tidak bisa mendapatkan pola berpikir secara krisis dan terstruktur, tidak mendapatkan etika bermasyarakat yang benar sehingga memunculkan masalah-masalah baru seperti stigma bahwa lebih baik menikah daripada mendapat pendidikan bahkan hamil di luar nikah sehingga semuanya itu akan berujung pada pernikahan dini. Seperti yang penulis katakan bahwa kurangnya pendidikan dan pernikahan dini adalah hubungan timbal balik yang saling merugikan. Berikut adalah dampak jika anak harus menikah pada usia dibawah umur tentu saja anak lelaki harus bekerja supaya dapat menghidupi keluarga barunya dan anak perempuan harus dirumah melakukan kewajibannya sebagai seorang istri apalagi jika sudah memiliki anak, akibatnya mereka tidak melanjutkan pendidikan. Padahal melalui pendidikan kita bisa membentuk pola pikir yang terstruktur dan nantinya akan menjadi bekal untuk membangun masa depan. Mereka kehilangan masa pendidikan mereka yang akan berlanjut dampaknya bagi karir dan ekonomi mereka sehingga siklus itu akan beputar kembali. Selain itu, bukan hanya antara pasangan yang sama-sama dibawah umur tetapi ada juga pasangan yang salah satunya masih dibawah umur, biasanya yang dibawah umur adalah pihak perempuan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa ada lelaki di bawah umur yang menikah dengan wanita yang lebih tua. Hal ini juga merugikan bagi laki-laki atau perempuan yang masih dibawah umur terutama jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perceraian,pasangannya meninggal dunia dan lain sebagainya. Karena mereka tidak memiliki bekal untuk menempuh karir.

Memang negara Indonesai sudah mengeluarkan program belajar minimal sembilan tahun dan peraturan mengenai larangan menikah bagi remaja wanita dibawah umur 19 tahun yang diatur dalam UU NO. 16 tahun 2019  tetapi tetap saja dalam prakteknya masih kurang. Pemerataan pendidikan masih belum  terlaksana dengan baik dan terlalu mudah memberikan ijin menikah muda padahal sudah jelas peraturannya. Selain itu, hal ini bisa terjadi karena kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan dan dampak buruk pernikahan dini.

Sumber gambar: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/09/11/jutaan-anak-perempuan-indonesia-lakukan-pernikahan-dini

Dari hasil penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa pernikahan dini di Indonesia makin tahun makin bertambah dan makin melunjak lagi di tahun ini pada masa pandemi covid-19. Kurangnya pendidikan dapat memicu dan mengakibatkan pernikahan dini karena mereka tidak mendapatkan pola pikir dan etika bermasyarakat yang benar Pernikahan dini sebenarnya tidak membawa keuntungan apapun baik bagi masing-masing Individu maupun bagi negara. Bagi individu, hal tersebut  dapat merusak mental dan kesehatan karena ketidaksiapan, menghancurkan masa depannya karena tidak mendapatkan pendidikan yang lain dan masa depan generasi selanjutnya dan bagi negara karena dengan semakin banyaknya pernikahan dini maka akan semakin banyak pula jumlah populasi sehingga menyebabkan kepadatan penduduk.

Reference:

-databoks.katadata.co.id (2020, 11 September). Jutaan Anak Perempuan Indonesia Lakukan Pernikahan Dini. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2020, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/09/11/jutaan-anak-perempuan-indonesia-lakukan-pernikahan-dini

– lokadata.id. (2020, 5 Februari) Pernikahan anak di Indonesia peringkat dua ASEAN. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2020, dari https://lokadata.id/artikel/pernikahan-anak-di-indonesia-peringkat-dua-asean

Gracia Veronica Soetjipto