Bicara Soal Bumi, Negara, dan Masyarakatnya

Membicarakan soal isu lingkungan yang telah menerpa bumi ini. Kita sebagai individu, pemerintah, maupun negara belum mau ataupun belum siap menerapkan aturan atau perubahan pada pola hidup kita untuk memberi dampak baik kepada bumi ini. Mulai dari aturan untuk mengurangi sampah plastik, meningkatkan produk yang bersifat biodegradable, mengurangi jumlah produksi karbon dalam jumlah yang besar, mengurangi penggundulan hutan, tindakan untuk mengurangi polusi, dan banyak lagi yang masih harus kita ubah satu per satu.

Untuk Indonesia sendiri entah sampai kapan kita sebagai negara mampu menyelesaikan semua permasalah isu lingkungan ini. Mengetahui Indonesia masih sangat bergantung pada adanya keberadaan plastik mulai dari plastik container sekali pakai, pembungkus makanan yang biasa di bawa oleh driver ojek online, di restoran, bahkan alat-alat medis yang masih berbahan plastik. Mudah bagi kita untuk berkata kita harus mengurangi pemakaian plastik tersebut, akan tetapi masalah utamanya bukan dari menguranginya tetapi mencari pengganti dari plastik container sekali pakai, pembungkus makanan yang bisa bersifat ramah lingkungan dan dapat dijangkau oleh semua rakyat.

Untuk itu, pentingnya untuk menerapkan konsep ini. Dalam menerapkan suatu aturan baru harus didasari dengan aturan yang ramah lingkungan, meningkatkan ekonomi negara, dan kesejateraan masyarakat. Sebagai contoh: apabila kita menghentikan produksi plastik sekali pakai tentunya pertama akan merugikan pabrik-pabrik plastik di Indonesia, merugikan para pekerjanya juga, otomatis akan berdampak pada perkenomian yang menurun. Meskipun tindakan tersebut baik untuk lingkungan, tapi apakah barang substitusi yang ditawarkan oleh pemerintah dapat dijangkau oleh semua rakyat? Mungkin saja tidak, terutama pada rakyat yang berada di strata terbawah mereka akan kesulitan untuk membeli barang subtitusi plastik sekali pakai yang ada kemungkinan lebih mahal dari membeli plastik. Kita sebagai masyarakat yang mampu tidak dapat melontarkan komentar atau menyalahkan mereka, karena ini bukan dikarenakan mindset tidak cinta lingkungan, tapi bagaimana untuk bisa mencintai lingkungan apabila barang tersebut pun mahal, menambah biaya harian mereka. Pentingnya untuk memperhatikan 3 aspek ini untuk saling menguntungkan semua pihak dan keberlangsungan hidup masyarakat adalah aspek terpenting yang harus kita dahulukan.

Dikala masa pandemi ini, tak jarang kita mendengar istilah “bumi sedang beristirahat sekarang” melihat langit begitu biru , air begitu jernih, jalanan begitu sepi karna kurangnya polusi. Memang itu adalah salah satu bentuk apresiasi rasa syukur yang kita panjatkan disaat physical distancing ini. Namun, pernahkah ada yang berpikir setelah ini semua berakhir apakah semua keindahan ini bisa kita jaga? Belum tentu. Sebagian kita mungkin berpikir “ Bumi sudah beristirahat kok” tetapi kenapa kita justru berpikir begini, bagaimana caranya kita bisa mempertahankan keindahan ini dikala pandemi berakhir. Maka dari itu kita bisa membangun sistem iklim yang lebih baik lagi.

Virus bisa berkembang dan menyebar luas disaat iklim memburuk. Dikala suatu saat psbb berakhir, semua menjalani rutinitasnya kembali, iklam menjadi buruk. Suatu saat virus ini bisa akan menjadi semakin kuat dan kembali menyerang masyarakat. Perlunya adanya tindakan displin untuk menindak lanjuti penyebaran luas virus ini kembali menyerang. Dan kembali merusak 3 aspek kita. Lingkungan, Ekonomi, dan kesejateraan manusia akan menjadi taruhannya. Merusak sektor pebisnisan, kesehatan, edukasi, dsb.

Covid yang belum kelar usai permasalahannya, pemerintah memiliki rencana untuk membuka lahan basah dan lahan gambut untuk dijadikan sawah dikarenakan kurangnya stok pangan. Apakah pemerintah sudah merencanakan secara rinci dampak dari pembukaan lahan ini? Pembukaan lahan ini akan menggundulkan hutan, mengeluar karbon dalam jumlah yang banyak yang bisa berdampak pada kesehatan warga disekitar, menggangu ekosistem flora dan fauna. Banyak sekali yang harus diperhatikan dampak negatif ini. Mau sampai kapan pemerintah menerapkan langkah-langkah yang kerap memberi dampak negatif pada lingkungan. Bahkan isu krisis pandemi ini belum di tuntaskan sepenuhnya.

Kita bisa mencontoh Korea Selatan bagaimana cara mereka mengatasi krisis ini selain itu visi misi negara dapat berjalan selurus arahnya. Korea Selatan manaruh investasi mereka kepada sektor industri yang menerapkan sistem ramah lingkungan, sejak tahun 70 an mereka sudah menginvestasikan sektor tersebut. Alhasil, dikala krisis terjadi, iklim terjaga kondisinya, penyembuhan di masyarakat lebih cepat pulih. Restorasi hutan besar-besaran, mengembalikan kondisi alam seperti semula, lalu didukung dengan infrastruktur modern dirancang untuk mensupport sistem yang ramah lingkungan, ini adalah kunci sukses keberhasilan mereka.

Cina juga demikian ingin menjadi pelopor sektor green development, ia ingin bekerja sama dengan partner-partner yang terbukti tidak melakukan hal tidak etis pada lingkungan. Itu berarti jika Cina bekerja sama dengan Indonesia di bidang kelapa sawit kita, ia hanya ingin berkomitmen kepada negara yang tidak melakukan penggundulan hutan/deforestasi. Ini yang dimaksudkan untuk menginvestasikan sektor ramah lingkungan secepat mungkin, bukankah jika dengan adanya kesempatan langka ini, kita bisa membangun ekonomi yang lebih baik di Indonesia. Indonesia yang kaya akan kelapa sawitnya bisa bekerja sama dengan importer terbesar seperti Cina. Pemerintah dan pebisnis harus menerapkan sistem baru, untuk menjaga aset kita, dan mengelola aset tersebut dengan cara yang baik dan benar. Seperti mengelola sistem daur ulang yang bisa terus digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Dari sini kita bisa belajar, bahwa perencaan tidak hanya bisa di rencanakan untuk kepuasan satu pihak saja. Perencanaan harus di rancang sebegitu dalam melihat kepada siapa saja ia akan berdampak, positif maupun negatif kah. Sesimple dengan disaat kita membuat keputusan untuk membeli suatu pakaian. Kita bisa mempertanyakan apakah saya sangat memerlukan ini? Bagaimana cara bisnisnya memproduksi baju ini? Harganya dan sebagainya. Kita bisa kembali memfokuskan diri kepada tiga aspek. Ramah lingkungan kah dalam jangka waktu panjang? Apakah ekonomi negara membaik karna adanya bisnis ini? Apakah ini adalah alternatif terbaik ? Apakah para pekerja di bayar selayaknya dari bisnis ini? Dan banyakanya pertanyaan yang bisa kita lontarkan.

Isu lingkungan bukanlah hanya sebuah gerakan sosial. Tetapi juga sebuah mindset, sebuah gaya hidup di dalam pola pikir kita, sebuah kesadaran yang mendalam terhadap lingkungan, sebuah empati kepedulian yang lebih besar dari yang kita bayangkan.