Indonesia sebagai Negara dengan Kekayaan Budaya

Indonesia merupakan negara yang mencakup lebih dari 17.000 pulau dan terdapat sekitar 200 juta penduduk. Angka ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki banyak keanekaragaman suku, ras, bahasa, agama, dan lainnya. Keanekaragaman di Indonesia merupakan kekayaan milik Bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan agar tercipta ketentraman dan kedamaian bagi rakyat Indonesia dan agar tidak banyak menimbulkan persoalan yang mengancam disintegrasi bangsa.

Budaya Indonesia merupakan seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Suatu kebudayaan yang dapat memberikan makna bagi kehidupan berbangsa, akan dapat dibanggakan sebagai identitas nasional. Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia memiliki peran penting sebagai pemersatu bangsa di Indonesia. Persatuan dan kesatuan bangsa yang terwujud dari sejumlah suku bangsa yang semula merupakan masyarakat yang berdiri sendiri dan mendukung kebudayaan yang beraneka ragam itu perlu diperkokoh dengan kerangka acuan yang bersifat nasional, yaitu kebudayaan nasional.

Indonesia mempunyai Bahasa yang berjumlah 742 bahasa yang di akui oleh dunia yang mana Indonesia menjadi negara peringkat kedua yang memiliki keragaman bahasa terbanyak di dunia dan juga suku jawa menduduki peringkat 9 dalam populasi terbanyak di dunia meskipun Bahasa di Indonesia banyak yang mau punah dikarenakan efek globalisasi tersebut banyak orang orang di Indonesia belum mau mewarisi budaya Indonesia.

Mengulik Data Statistik Suku di Indonesia

Indonesia merupakan negeri yang kaya “gemah ripah loh jinawi” yang artinya tentram dan Makmur serta sangat subur tanahnya. Kekayaan tersebut tidak hanya sebatas hasil alam saja, tetapi juga ada pada ragam suku, agama, budaya, dan lain sebagainya. Contoh untuk kekayaan suku bangsa, Indonesia memiliki banyak suku. Dengan adanya kemajuan teknologi dan kemudahan dalam bidang transportasi, terjadilah perubahan komposisi suku di suatu wilayah dengan cepat karena peningkatan mobilitas penduduk. Perubahan komposisi suku ini selalu menjadi potensial konflik sosial, ekonomi, maupun politik. Terkait hal itu, mengkaji data etnis menjadiurgen. Sejak tahun 1998, Indonesia mulai melaksanakan proses demokrasi
dan desentralisasi.

Data suku di Indonesia pertama kali dihasilkan melalui Sensus Penduduk (SP) tahun 1930 oleh Pemerintah Belanda. Namun saat orde baru, pengumpulan data suku dihentikan karena ada “political taboo” yang merupakan suatu pandangan bahwa membahasa suku adalah suatu upaya yang dapat mengancam persatuan bangsa. Lalu, pada era reformasi, data suku kembali aktif dikumpulkan oleh BPS melalui
SP2000 dan dilanjutkan pada SP2010.

Mengumpulkan data suku tidaklah mudah. Bauman (2004) mengatakan sulit mendefinisikan suku. Secara umum, untuk mengidentifikasi diri dalam suatu suku tertentu didasarkan keturunan, kebiasaan hidup, Bahasa, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam sensus, pertanyaan akan dibuat terbuka dan menerapkan self-identification method, artinya suku dicatat berdasarkan pengakuan responden.

Dalam SP2010 tersedia 1331 kategori suku. 1331 kategori ini merupakan kode untuk nama suku, nama lain suatu suku, nama subsuku, serta nama sub dari subsuku. Imbasnya, untuk menganalisis suku kerap diperlukan pengelompokan/klasifikasi ulang. Contohnya, pada saat dilakukan analisis Suku Batak, yang perlu diidentifikasi terlebih dahulu adalah kode apa saja yang merujuk pada sub dari subsuku, subsuku, dan nama lain dari Suku Batak tersebut. Menurut SP2010, kode yang terkait dengan Suku Batak adalah Batak Alas Kluet (0015), Batak Angkola/Angkola (0016), Batak Dairi/Dairi/Pakpak/Pakpak Dairi (0017), Batak Pak-Pak (0020), Batak Karo (0018), Batak Mandailing (0019), Batak Pesisir (0021), Batak Samosir (0022), Batak Simalungun/Simelungun Timur (0023), dan Batak Toba (0024).

Selanjutnya, para peneliti diberi kebebasan oleh SP untuk melakukan pengelompokan sesuai dengan substanti penelitiannya. Hal inilah yang dapat dijadikan sebagai nilai lebih dan kekayaan dari data suku SP2010.

Kerja sama BPS dengan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) pada tahun 2013 menghasilkan pengelompokkan suku baru yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan analisis data suku SP2010. Telah dilakukan identifikasi yang mana saja kode yang merupakan nama lain suku, subsuku, dan sub-subsuku. Lalu, dihasilkan 633 kelompok suku besar dari kode suku yang tersedia dalam data suku SP2010. Pengelompokan suku dilakukan berdasarkan literatur, seperti buku ensiklopedi suku dan dari pengetahuan para jejaring yang tersebar di seluruh Nusantara.

Kerja sama BPS-ISEAS juga menghasilkan analisis suku yang tersaji dalam Buku “Demography of Indonesia’s Ethnicity”. Berdasarkan data SP2010, ratusan suku yang ada di Indonesia memiliki jumlah penduduk yang tidak sepadan. Suku Jawa adalah suku terbesar dengan proporsi 40,05% dari jumlah penduduk Indonesia. Kemudian, posisi kedua adalah Suku Sunda sebesar 15,50 persen. Selanjutnya, suku-suku lainnya berada di bawah lima persen penduduk Indonesia.

Dalam studi lanjutan terhadap keanekaragaman data suku SP2010, yang mana keanekaragaman diukur dengan Ethnic Fractionalize Index (EFI) dan Ethnic Polarized Index (EPOI) diperoleh EFI sebesar 0,81 dan EPOI sebesar 0,50. Tergambar bahwa Indonesia sangat heterogen/majemuk, namun tidak terpolar sehingga potensi dampak konflik cenderung rendah.

Sumber:

  • https://reportersatu.com/keragaman-sosial-budaya-di-indonesia-menjadi-berkah-bagi-bangsa/
  • https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/29/150000369/potensi-budaya-indonesia-dan-upaya-pemanfaatannya?page=all
  • https://bps.go.id/
  • https://www.liputan6.com/global/read/3669845/10-negara-pemilik-bahasa-etnis-terbanyak-di-dunia-indonesia-posisi-berapa
  • https://padangkita.com/ini-10-suku-dengan-populasi-terbanyak-di-dunia-1-ada-di-indonesia/9/
Delvina Wongsono dan Umar Siddiq Gege Khoiruddin