Bandung dan Terorisme ‘Salah Sasaran’

Ancaman serangan terorisme terus menjadi ‘momok’ yang tidak hentinya terjadi di dunia. Terorisme turut menjadi salah satu isu yang kian berlangsung di Indonesia. Salah satu aksi terorisme yang sangat menarik perhatian masyarakat adalah pemboman Sarinah, Jakarta yang terjadi pada 14 Januari 2016 silam. Dilaporkan bahwa pelaku yang melakukan serangan adalah anggota dari Jemaah Islamiyah, salah satu organisasi terorisme yang secara terang-terangan mendukung Al-Qaeda. Serangan yang terjadi di pusat Kota Jakarta itu memakan korban jiwa, yaitu delapan korban tewas dan dua puluh empat korban luka.

Tercatat beberapa waktu silam beberapa aksi terrorisme menyerang Intdonesia, misalnya peristiwa Senin, 27 Februari 2017 di Kota Bandung, sebuah aksi terorisme terjadi lagi untuk kesekian kalinya di Indonesia dan menjadi teror kepada seluruh lingkup masyarakat. Menurut laporan dari Polri, tidak ada korban jiwa yang menjadi dampak dari aksi serangan terorisme tersebut. Upaya penangkapan pelaku cukup memakan waktu,  melibatkan keterlibatan banyak pihak, dan juga penggunaan senjata juga melengkapi upaya tersebut. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam, akhirnya pihak berwajib berhasil menangkap pelaku aksi serangan terorisme tersebut.

            Pernyataan Anton Charliyan, selaku Kapolda Jawa Barat, mengatakan bahwa pelaku tersebut terkait dengan Jemaah Ansharut Daulah (JAD), yang mana diketahui sebagai organisasi teroris yang mendukung ISIS. Motif yang dilakukan oleh pelaku didasarkan oleh permintaannya terhadap Densus 88 untuk membebaskan para tahanan JAD yang sebelumnya telah ditangkap.

            Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung, beliau merasa tidak mengerti dengan serangan yang terjadi di Kota Bandung, karena beliau menilai bahwa Bandung adalah kota yang bahagia tanpa adanya ideologi barat, simbol bisnis, dan lain-lain. Beliau juga menambahkan pernyataannya mengenai kasus perihal unsur yang bermakna di Kota Bandung—mulai dari unsur agama, bisni, hingga infrastruktur kota.

            Selain itu, ledakan dari bom panci yang menjadi senjata aksi tergolong low explosive. Yang mana hanya membuat hasil ledakan yang kecil dan tidak terlalu berbahaya. Walaupun begitu, setiap tindakan terorisme harus diwaspadai agar tidak terus mengamcam keamanan dan kenyamanan masyarakat dan negara. Mengutip dari BBC Indonesia, seorang pengamat terorisme Universitas Indonesia, Ridwan Habib menilai bahwa aksi ini tergolong sagat amatir dikarenakan seragannya yang tidak jelas, serangan yang berlokasi di tanah kosong, yang mana memiliki probabiti Sehingga Ridwan Habib juga menilai dari segi kesiapan dan tujuan pun tidak jelas. Mulai dari bahan peledak yang digunakan adalah casing, detonatorberupa panci dan pupuk urea, menunjukkan keterbatasan bahan dan logistik yang dimiliki. Habib juga menilai bahwa serangan ini ‘menunjukkan kelompok ini semakin putus asa dan kehilangan orientasi penyeragan.

                Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terbesar muslim di Indonesia, namun serangan yang berbentuk teror terus terjadi dalam beberapa waktu silam. Beberapa di antaranya adalah pemboman yang terjadi pada 13 November 2016 di Gereja Oikumene Kota Samarinda, Kalimatan Timur dan juga pemboman yang terjadi di Vihara Budi Dharma, Kota Singkawang, Kalimantan Barat yang terjadi pada 14 November 2016. Kedua seragan tersebut sama-sama menggunakan bom molotov yang menjadi senjata serangan terorisme. Dengan populasi muslim yang banyak ini, Indonesia tetap memiliki beberapa kelompok terorisme yang sedang berjalan.

             Salah satunya adalah JAD yang disalahkan terhadap kasus pemboman gereja yang terjadi di Samarinda yang melukai empat anak-anak dan satu orang meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit. Jaringan-jaringan  ini disebabkan karena adanya pemahaman radikal dari kelompok terorisme tersebut. Sejak kemunculan dan naiknya ISIS, pemahaman radikal itu semakin banyak dan bahkan ada beberapa masyarakat Indonesia yang direkrut oleh kelompok terorisme internasional tersebut. Walaupun serangan terorisme yang terjadi memang tidak separah bila dibandingkan dengan serangan terorisme yang pernah terjadi di luar negeri, misalnya seperti yang terjadi di Baghdad, Irak yang terjadi pada 3 Juli 2016 dan menewaskan lebih dari 200 orang, serta serangan terorisme yang terjadi di Brussels, Belgia pada 22 Maret 2016 yang menewaskan 32 orang. Hal yang serupa sebelumnya telah terjadi di Indonesia di mana serangan terorisme terjadi di Bali pada tahun 2002 dan yang menewaskan lebih dari 200 orang.

                Aksi terorisme yang sudah beberapa kali terjadi di Indonesia didalangi oleh orang-orang yang berasal dari kelompok jaringan terorisme. Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo atau lebih dikenal dengan nama Bahrun Naim, adalah salah seorang terduga yang menjadi otak dari serangan teror yang terjadi di Sarinah pada awal tahun 2016 silam. Pria yang merupakan eks narapidana kepemilikan senjata api dan bahan peledak ini juga menjadi terduga dari otak aksi terorisme yang belakangan ini terjadi di Indonesia, seperti perencanaa pemboman Istana yang terjadi pada tahun 2016 silam.

                Polisi menduga mereka merupakan bagian dari jaringan militan yang bertanggung jawab dalam pembuatan bom di provinsi Jawa Barat dan beroperasi di bawah arahan Bahrun Naim. Nama ini mencuat sejak beberapa waktu belakangan karena disinyalir terkait jaringan ISIS dan diduga mendalangi beberapa serangan dalam satu tahun terakhir. Salah satunya adalah perencanaan pemboman istana pada 2016 silam. Tim anti teror Densus 88 telah menangkap beberapa tersangka dan menduga bahwa perencanaan ini didanai dan dilanagi oleh Bahrun Naim.

                Akhir-akhir ini, aksi serangan terorisme di Indonesia terlihat tidak separah tragedi yang berlangsung di Bali pada tahun 2002 dan 2005. Pemboman yang menelan banyak jiwa sudah mulai menyusut, tetapi intensitas aksi terorisme di Indonesia masih sering kali terjadi. Hal ini harus menjadi upaya untuk pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia dalam memberantas terorisme. Hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dapat berupa bentuk pengetatan dan pengawasan keamanan agar menjadi lebih baik lagi. Untuk masyarakat sendiri, sebagai aktor yang juga memiliki peran besar dalam keamanan nasional, masyarakat dapat menimalisir adanya paham radikalisme serta terjadinya misinterpretasi agama yang cenderung bersifat berbahaya dan mengancam khalayak umum.

Referensi

Artharini, Isyana. (2017). BBC Indonesia. Pelaku ledakan bom di Bandung beraksi karena ‘terjepit’. Diakses dari www.bbc.com/indonesia/indonesia-39100448

Ramdhani, Dendi. (2017). Kompas. Mengapa Bandung Jadi Sasaran Teror Bom Panci?. Diakses dari regional.kompas.com/read/2017/02/28/09000051/mengapa.bandung.jadi.sasaran.teror.bom.panci

Ramdhani, Dendi. (2017). Kompas. Ridwan Kamil: Motivasi Pelaku Teror Bom Bandung Enggak Jelas. Diakses dari regional.kompas.com/read/2017/02/27/20150401/ridwan.kamil.motivasi.pelaku.teror.bom.bandung.enggak.jelas

South China Morning Post. (2017). Indonesian police in gunfight after pressure cooker bomb attack in Bandung. Diakses dari www.scmp.com/news/asia/southeast-asia/article/2074314/indonesian-police-gunfight-after-reported-explosion-bandung

Deutsche Welle Indonesia. (2016). Bahrun Naim Diduga Danai dan Dalangi Bom Bunuh Diri Istana. Diakses dari http://www.dw.com/id/bahrun-naim-diduga-danai-dan-dalangi-bom-bunuh-diri-istana/a-36775624

Ukhti Rahma Sari
  1. astagfirullah, ya Allah!! kita memang harus memerangi segala bentuk teror yang menghancurkan nama agama islam dan memperburuk citra islam sendiri. Insya Allah islam akan Jaya!!! Allahu AKbar! http://transparan.id