Rencana Pemindahan Kedutaan AS di Israel Membuat Konflik Israel dan Palestina Memanas
Presiden Amerika Serikat yang baru saja dilantik pada 20 Januari 2017 lalu, memang sangat terkenal dengan kebijakan-kebijakannya yang kontroversial. Salah satu kebijakannya adalah memindahkan kedutaan besar Amerika Serikat yang berada di ibu kota Israel, Tel Aviv ke Jerusalem. Memang, semenjak dilantinya Presiden Donald Trump pihak Israel maupun Amerika setuju untuk meningkatkan kerja sama dan kedekatan antar kedua negara.
Akan tetapi, rencana pemindahan yang ingin diterapkan oleh Trump ini menimbulkan sejumlah kritikan dari pihak Palestina, karena pihak Palestina mengatakan bahwa wilayah yang akan dibanguni kedutaan Amerika Serikat yang baru adalah wilayah mereka. Tidak hanya itu, pemerintahan Palestina juga sangat menolak kebijakan tersebut dikarenakan Jerusalem yang akan ditempati kedutaan besar Amerika Serikat akan dijadikan ibu kota Palestina di masa mendatang.
Ada juga pihak asing yang mengkritisi dan khawatir karena rencana Donald Trump ini, seperti Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Marc Ayrault, yang mengatakan bahwa ‘rencana pemindahan kantor kedutaan ini bersifat provokasi, dan mengancam perdamaian kedua belah pihak sehingga upaya dalam mewujudkan perdamaian akan semakin sulit dicapai’.
Dari Pihak Palestina, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengatakan bahwa ‘jika kedutaan AS diputuskan untuk dipindahkan ke Jerusalem, tentu saja secara otomatis akan mematikan perdamaian dan menunjukan bahwa Amerika Serikat bukan penengah yang jujur’.
Rencana pemindahan ini semakin kuat dikarenakan tim transisi Trump mengatakan pemindahan kantor kedutaan Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Jerusalem adalah prioritas bagi Amerika Serikat. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan oleh kebijakan yang dikeluarkan Israel dimana mereka mengatakan kota Israel adalah ibu kota mereka yang mencakup wilayah Jerusalem, dimana wilayah tersebut akan ditetapkan sebagai ibu kota Palestina di masa mendatang.
Dengan dilantiknya Presiden Donald Trump sebagai pengganti Obama, tentunya membuat konflik Israel dan Palestina akan semakin sulit dicapai, dimana adanya subjektifitas yang diterapkan oleh negara adidaya AS, karena pihak Trump sendiri telah mengatakan bahwa setiap kebijakan yang akan diambil, akan bersifat pro-Israel.
Nilai-nilai perdamaian yang dibuat oleh Obama pun mulai diabaikan, contohnya pembangunan pemukiman Israel di Yerusalem Timur, yang mana melanggar hukum internasional karena Jerusalem Timur masih termasuk wilayah Palestina, sehingga PBB mengeluarkan resolusi agar Israel membatalkan pembangunan di Jerusalem Timur. Resolusi tersebut cukup berhasil menghentikan pembangunan disana karena Obama memutuskan untuk tidak melakukan hak veto terhadap Israel dan pastinya kebijakan ini menguntungkan Palestina, dimana hal seperti ini jarang dilakukan oleh presiden-presiden AS sebelumnya. Namun semenjak dilantiknya Trump, pembangunan pemukiman yahudi di Jerusalem Timur telah dimulai kembali.