Larangan Perjalanan Presiden Trump
Upaya Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam kebijakan larangan perjalanan berakhir dengan kekalahan, dimana administrasi Trump tidak mampu untuk meyakini pengadilan banding federal (Federal Appeal court) dalam upaya pertamanya yang diselanggarakan di Washington. Larangan perjalanan tersebut akan direvisi, kemudian kebijakan tersebut akan dibawa kembali ke pengadilan.
Di dalam pengadilan banding yang berlangsung pada 7 Februari lalu, administrasi Trump setuju dengan pengadilan bahwa ada kriteria spesifik yang ditujukan untuk larangan tersebut, yang mana dikatakan bahwa kriteria yang dicantumkan sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh para kongres dan Presiden sebelumnya. Administrasi Trump berulang kali mengutip “Bagian 212 (f), yang menyatakan: “Bilamana Presiden menemukan masuknya alien manapun atau dari setiap kelas alien ke Amerika Serikat dapat merugikan kepentingan Amerika Serikat, oleh proklamasi, dan dalam periode dimana ia akan dianggap perlu, ia (presiden) akan menangguhkan masuknya semua alien atau kelas alien manapun sebagai imigran atau non-imigran, atau memaksakan masuknya alien manapun, larangan apapun olehnya akan dianggap sebagai tindakan yang sesuai.” (yang dimaksud dengan alien adalah warga asing).
Terdapat banyak ketidaksetujuan oleh pengadilan dalam larangan perjalanan pertama. Beberapa dari hal tersebut adalah risiko bahwa larangan tersebut akan melanggar hak-hak orang asing yang memiliki koneksi dengan warga AS atau koneksi lembaga seperti Universitas AS dengan warga asing, dimana ketika juri mempertanyakan kedudukan sarjana/cendekiawan yang memiliki koneksi dengan Universitas di Amerika Serikat yang seringkali berkunjung ke Universitas tertentu dalam larangan tersebut. Hal lainnya, termasuk ketidakmampuan administrasi Trump untuk sepenuhnya menjelaskan mengapa larangan secara spesifik memilih 7 negara Islam, negara negara tersebut termasuk; Suriah, Irak, Iran, Libya, Sudan, Yaman, dan Somalia. Ketika Juri mempertanyakan kepada pihak Trump apakah benar atau tidak, motif larangan perjalanan tersebut adalah untuk melarang kelompok agama minoritas yang dinyatakan oleh penggugat. Administrasi Trump tidak mampu memberikan jawaban langsung terkait pertanyaan tersebut, sehingga hal tersebut memberikan alasan yang lebih bagi tiga hakim dari pengadilan banding untuk menolak larangan tersebut. Meskipun begitu, larangan perjalanan ini akan direvisi, ditulis kembali, dan akan dibawa kembali ke pengadilan.
Bisa dipastikan bahwa dalam revisi larangan tersebut, perintah larangan tidak akan berlaku untuk orang-orang dengan green card (proses imigrasi menjadi penduduk tetap), orang yang secara legal di Amerika Serikat dengan visa, dan orang-orang yang sudah pernah berada di Amerika Serikat atau memiliki hubungan dengan warga Amerika Serikat. Upaya kedua ini dikatakan akan sama seperti sebelumnya. Meskipun demikian, hal ini akan membawa perhatian yang lebih besar untuk kelompok agama minoritas di Amerika Serikat, baik warga negara maupun imigran.
Dari apa yang dapat dilihat, larangan ini dapat dikatakan sebagai awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dalam sistem Amerika Serikat. Meskipun Presiden Donald Trump beserta administrasinya terus mengatakan bahwa larangan tersebut bukanlah larangan terhadap agama minoritas, tetapi merupakan larangan terhadap negara-negara yang dikutip oleh kongres. Namun, berdasarkan kritik, sejak sebelum Presiden Donald Trump terpilih, ia terus mengutip serangan yang terjadi pada 11 September 2001. Para pembajak pada serangan tersebut, berasal dari negara Mesir, Lebanon, dan Arab Saudi. Bahkan serangan terbaru di Amerika Serikat dilakukan oleh warga negaranya dan warga dari negara-negara yang tidak tercantum dalam larangan tersebut seperti; Pengeboman di Boston Marathon pada 15 April 2013 oleh penduduk asal Rusia, penembakan di klub Pulse Orlando pada 12 Juni 2016 oleh penduduk Amerika Serikat, atau penembakan di bandara Fort Lauderdale pada 6 Januari 2017 oleh penduduk asli. Hal tersebut mendorong para demonstran yang tidak sepakat dengan kebijakan yang dibuat oleh Presiden Donald Trump, menolak kebijakan tersebut.
Dengan banyaknya pengunjuk rasa yang tidak sepakat dan menolak kebijakan yang telah dibuat oleh Presiden Donald Trump dan dengan status Amerika Serikat sebagai negara demokrasi, yang seharusnya dilakukan adalah mengadakan vote (pemungutan suara rakyat), atau memilih apakah larangan tersebut semestinya diimplementasikan atau tidak.