Perekonomian Myanmar Pasca Pademi Covid-19 dan Kudeta Militer 2021

 

(Sumber: Reuters)

 

Pendahuluan

Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat buruk bagi seluruh negara di dunia, salah satunya dampak terhadap aktivitas perdagangan dan perekonomian, tanpa terkecuali perekonomian dunia. Akibatnya, pandemi COVID-19 membuat perekonomian global mengalami resesi. Hal tersebut juga sangat dirasakan oleh negara yang sedang mengalami pemulihan ekonomi, salah satunya adalah Myanmar. Myanmar yang sedang mengalami transisi politik dan ekonomi pasca 2011, kembali dihadapkan dengan dua permasalahan baru, yaitu pandemi COVID-19 dan kudeta. Permasalahan tersebut membawa dampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi Myanmar, terutama bagi para pekerja di sektor industri.

 

Latar belakang

Sektor industri, terutama sektor garmen Myanmar yang merupakan penyumbang utama pekerjaan dan mata pencaharian bagi negara tersebut, menghadapi tantangan yang signifikan untuk pulih dan merespons pandemi. Lockdown, terganggunya rantai pasokan kebutuhan pokok, pembatalan pesanan berkontribusi pada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang signifikan, dan penutupan pabrik ketika wabah COVID-19 mulai membuka lapisan sektor pakaian Myanmar. Menurut penilaian pabrik yang dilakukan oleh Pusat Pembangunan Ekonomi dan Sosial Uni Eropa, industri tekstil dan alas kaki Myanmar akan kehilangan 26% pekerjanya pada tahun 2020 (Glover, 2022). Pemotongan jam lembur mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi mereka yang tetap bekerja. Remitansi dari migran internal yang bekerja di industri, yang merupakan sumber kehidupan bagi banyak rumah tangga miskin pedesaan, menurun sebagai akibatnya. Program Myun Ku UE dan Rencana Bantuan Ekonomi COVID-19 pemerintah Myanmar yang dilaksanakan sebelum kudeta pada akhirnya menawarkan sejumlah bantuan ekonomi dasar, tetapi tidak menjangkau semua pekerja yang menderita.

 

Kronologi

Kudeta yang terjadi di Myanmar dimulai pada tanggal 1 Februari 2021, hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan paham antara Aung San Suu Kyi yang menginginkan negara Myanmar menjadi lebih demokratis dengan pihak junta militer yang ada di Myanmar. Hal ini menyebabkan para investor luar menilai bahwa kudeta yang sekarang berlangsung ini membahayakan investasi mereka. Banyak perusahaan dalam bidang garmen mulai menarik diri dari negara tersebut, seperti H&M dan Next (BBC News, 2021). Oleh karena itu, negara ini terpukul dengan kurangnya minat dari investasi asing serta dengan adanya pandemi COVID-19. Kudeta juga menimbulkan tekanan politik yang menempatkan pekerja garmen dalam posisi sulit karena mereka menimbang aktivisme politik dengan pertimbangan ekonomi dan keamanan fisik.

(Sumber: BBC Indonesia)

Pekerja garmen menanggung beban terberat dari tanggapan junta terhadap aktivisme buruh anti-kudeta. Dua tahun setelah dimulainya COVID-19 dan satu tahun setelah kudeta, pekerja garmen Myanmar kini menghadapi dilema yang berkembang. Sebagai sumber dari banyak merek fesyen utama dunia dan pasar ekspor garmen terbesar Myanmar, UE, Amerika Serikat, dan Jepang memainkan peran penting dalam membentuk arah jalan kompleks menuju pemulihan bagi industri garmen Myanmar.

Pada Desember 2021, Action, Collaboration, Transformation (ACT) berinisasi bawasan pengawas hak-hak buruh internasional utama di Myanmar menghentikan operasinya di Myanmar setelah afiliasi serikat pekerja lokalnya memutuskan bahwa mereka “tidak lagi dapat beroperasi secara bebas dalam keadaan saat ini.” Menyusul penarikan ACT, koalisi lebih dari 130 organisasi perdagangan, termasuk Federasi Buruh Amerika dan Kongres Organisasi Industri, menandai peringatan tahun pertama kudeta dengan menyerukan merek-merek fashion internasional untuk melepaskan diri dari Myanmar dalam solidaritas dengan Federasi Seluruh Burma. Serikat Pekerja dan Federasi Pekerja Umum Myanmar (The Diplomat, 2022).

(sumber: CNBC Indonesia)

Memahami tantangan yang menekan pekerja dari semua sisi di industri seperti sektor garmen sangat penting untuk menyusun tanggapan sensitif terhadap krisis Myanmar. Memprioritaskan praktek perburuhan yang bertanggung jawab dalam respons kebijakan akan mengurangi kerugian bagi pekerja di garis depan krisis ini karena pemangku kepentingan Eropa dan AS berupaya mendukung pemulihan ekonomi Myanmar dari COVID-19 sambil mengambil sikap melawan junta.

(Sumber: Wall Street Journal)

Dampak

Covid-19 dan kudeta mempengaruhi perekonomian Myanmar menjadi turun, seperti yang  diketahui bahwa ekspor pada industri garmen memiliki peran penting dalam meningkatkan ekonomi Myanmar akan tetapi pabrik-pabrik garmen tutup dan buruh garmen berhenti bekerja beserta ketidakpastian politik kudeta Myanmar membuat industri garmen menjadi terganggu.

International Labour Organization (ILO) telah mencatat sejumlah 220.000 pekerja garmen kehilangan pekerjaan semenjak terdesak oleh pandemi COVID-19 dan kudeta militer (Glover, 2022). Dengan berkurangnya angka pekerja yang drastis, banyak pabrik yang terpaksa tutup permanen atau menghentikan produksi dikarenakan fluktuasi atau ketidakteraturan pergerakan harga produk. Beberapa pabrik garmen lain yang masih mampu bertahan pada akhirnya menekankan kerja paksa bagi para pekerjanya dan tidak segan untuk melakukan tindak kekerasan. Akibat dari pandemi COVID-19 dan kudeta militer yang berjalan beriringan ini mau tidak mau memaksa para pekerja untuk membuat pilihan sulit: bekerja dalam lingkungan yang berbahaya atau maju melawan kudeta namun tidak memiliki pemasukkan.

 

 

Referensi

Arbar, T. F. (2021, April 21). Myanmar Ditinggal, Industri Garmen ke Konstruksi “Mati Suri.” CNBC Indonesia. Retrieved April 18, 2022, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20210421105427-4-239498/myanmar-ditinggal-industri-garmen-ke-konstruksi-mati-suri

 

BBC News Indonesia. (2021, February 2). Kudeta militer Myanmar “mungkin hancurkan” perekonomian negara itu. Retrieved April 18, 2022, from https://www.bbc.com/indonesia/dunia-55898703

 

Glover, S. (2022, February 1). 220,000 garment workers lose jobs in Myanmar. Ecotextile News. Retrieved April 18, 2022, from https://www.ecotextile.com/2022020128900/materials-production-news/220-000-garment-workers-lose-jobs-in-myanmar.html

 

Muhammad, H. (2021, March 20). Buruh Garmen Berhenti Bekerja Lawan Kudeta Myanmar. Republika Online. Retrieved April 18, 2022, from https://www.republika.co.id/berita/qq9a60380/buruh-garmen-berhenti-bekerja-lawan-kudeta-myanmar

 

Sullivan, M. (2022, April 13). Myanmar’s Garment Workers Are Caught Between COVID-19 and the Coup. The Diplomat. Retrieved April 19, 2022, from https://thediplomat.com/2022/04/myanmars-garment-workers-are-caught-between-covid-19-and-the-coup/

 

 

 

IRB News - Economy