Demi selembar Daun Kelor: Sejarah Perjuangan Diplomasi Indonesia demi mendapatkan Irian/Papua.

Ilustrasi: Gun Gun/Historia.

 

 Ketika perang dunia ketiga hampir pecah hanya karena Papua.

Tanggal 15 Januari, 1962. Tiga Kapal berjenis Motor Torpedo Boat milik ALRI(Angkatan Laut Republik Indonesia) yaitu KRI Harimau, KRI Matjan Kumbang dan KRI Matjan Tutul sedang berlayar di sebelah selatan daerah Kaimana. Tepatnya di lautan Arafuru. Ketiga kapal tersebut mengangkut pasukan RPKAD(Sekarang dikenal sebagai Kopassus), KKO atau Korps Komando Operasi(Sekarang dikenal sebagai Marinir) dan beberapa sukarelawan dari Irian Barat/Papua. Ketiga kapal ini ditugaskan oleh KOTI(Komando Tertinggi) untuk mengantar pasukan yang akan melaksanakan operasi infiltrasi ke Irian. Operasi ini bertujuan untuk meningkatkan daya juang diplomasi Indonesia di dunia internasional demi mendapatkan Irian Barat. Tetapi ketiga kapal tersebut berhasil disergap oleh Pesawat Belanda berjenis Neptune. Kemudian pesawat Neptune tersebut melaporkan posisi ketiga kapal tersebut ke kapal patroli Belanda terdekat. Tiga Kapal Belanda bernama HMNS Evertsen dan HMNS Kortenaer dan HMNS Utrecht kemudian bergegas menuju posisi ketiga KRI tersebut. Pecahlah pertempuran yang tidak seimbang antara kedua belah pihak. Dalam pertempuran tersebut, KRI Matjan Tutul Tenggelam akibat tembakan dari HMNS Evertsen. Sedangkan kedua KRI lainnya berhasil melarikan diri. (Pour, Julius. Konspirasi Di Balik Tenggelamnya Matjan Tutul. Kompas. April, 2011)

Berita tentang pertempuran laut arafuru tersebut segera menyebar ke dunia internasional. Dunia internasional kaget karena Indonesia ternyata sangatlah berani bertindak nekat. Operasi tersebut membuat dunia berada di dalam kondisi siap siaga. Ini dikarenakan pertempuran laut Arafuru tersebut bisa membuat dunia memasuki perang dunia ketiga. Belanda merupakan anggota NATO. Di dalam peraturan NATO, yang bernama Artikel kelima jika satu anggota diserang maka sama saja seperti seluruh anggota NATO diserang. Dalam kasus ini, Indonesia hampir berperang dengan Belanda dan NATO akibat Indonesia yang secara hukum internasional telah menyerang Belanda. Ini merupakan peningkatan eskalasi dari sengketa antara Indonesia dan Belanda demi mendapatkan Irian. Bagaimana Indonesia bisa sampai ke titik ini? (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

 

Penjelasan singkat tentang Irian/Papua

Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pulau tersebut sebesar 865, 490 KM persegi. Pulau Irian atau Papua terpecah dua. Ada Papua barat yang menjadi milik indonesia dan ada Papua New Guinea yang merupakan negara terpisah dari Indonesia. Nama New Guinea diberikan oleh seorang pelaut Spanyol bernama Jnizo Ortis de Reter. Jinzo menamainya New Guinea karena menurutnya pulau tersebut mirip dengan negara Guinea di Afrika.  (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

 

Irian adalah nama yang diberikan oleh seorang tokoh kemerdekaan Indonesia dari Papua yang bernama Frans Kaisiepo. Irian artinya ,”Sinar yang menghalau kabut”. Penggunaan nama Irian berlangsung dari 17 Agustus 1956 hingga 31 Desember, 1999, dimana presiden Indonesia Abdurrahman Wahid memutuskan untuk mengganti nama Irian menjadi Papua demi memenuhi tuntutan kelompok separatis. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

 

Papua/Irian di mata Soekarno

”Irian Barat mungkin hanya selebar daun Kelor. Tetapi Irian Barat adalah sebagian dari tubuh kami. Apakah seseorang akan membiarkan tubuhnya dipotong begitu saja tanpa membalas sedikitpun? Apakah orang tidak akan berteriak kesakitan apabila dipotong ujung jarinya meskipun sedikit”, Ujar Soekarno seperti yang dikutip dari autobiografinya yang berjudul Bung Karno: Penyambung lidah rakyat Indonesia. Soekarno juga merujuk pada pemberontakan PKI tahun 1926-1927 yang dimana pemerintah kolonial Belanda menggunakan dalih pemberontakan tersebut demi menangkap tokoh-tokoh dari kelompok-kelompok anti-Kolonialisme Belanda dan membuangnya ke kamp pengasingan di Boven Digul, Irian atau Papua. Baik dari golongan Kiri maupun golongan Kanan ,”Bagaimanalah mungkin kita lukiskan dengan tepat. Pengorbanan yang mulia dari ribuan pejuang yang jasad dan tulang belulangnya mengisi pusara-pusara tanpa nama di Boven Digul”, imbuhnya seperti yang dikutip dari autobiografinya. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000) (Adams, Cindy. Bung Karno:Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Yayasan Bung Karno. 2007) (Sitompul, Martin. Papua dan Ambisi Presiden Pertama. Historia, ID. 2018)

Dari kumpulan perkataan Bung Karno di atas, bisa disimpulkan bahwa Papua atau Irian sangatlah berharga. Soekarno sang bapak pendiri bangsa merasa bahwa Irian/Papua adalah milik indonesia. Bisa disimpulkan bahwa persamaan nasib seperjuangan merupakan dasar baginya untuk berupaya mendapatkan Irian/Papua. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

Konferensi Meja Bundar: Awal dari permasalahan Irian

Pada tanggal 21 Agustus sampai 2 November 1949, terjadi perundingan di kota Den Haag, Belanda. Perundingan tersebut menghasilkan sebuah keputusan bahwa seluruh wilayah Hindia-Belanda akan menjadi sebuah negara baru bernama Indonesia. Akan tetapi Irian Barat akan tetap menjadi milik Belanda dan status-nya baru akan dibahas setahun kemudian ,”Status Quo Provinsi Irian Barat harus dipertahankan dengan ketentuan bahwa dalam pengalihan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, masalah status politik Irian Barat akan diputuskan melalui negosiasi antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda”. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

Perundingan Tahun 50an

Hasil konferensi meja bundar memutuskan bahwa masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun pasca konferensi. Atas dasar keputusan tersebut maka Indonesia memutuskan untuk mengadakan konferensi Uni Indonesia-Belanda pada tanggal 25 Maret 1950 hingga 1 April 1950 untuk membahas masalah Irian. Tetapi konferensi tersebut gagal mencapai kesepakatan tentang masalah Irian. Belanda masih keras kepala untuk tetap mempertahankan Irian barat. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

 

Indonesia tidak menyerah. Pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi parlementer. Pada tanggal yang sama Soekarno berpidato untuk menegaskan bahwa wilayah Indonesia meliputi Sabang sampai Merauke. Merespon pidato tersebut maka Perdana Menteri Natsir menugaskan Menteri Luar negeri bernama Muhammad Rum untuk bertemu Menteri Luar Negeri Belanda Van Maarseveen. Perundingan dilaksanakan pada tanggal 4 sampai 23 Desember 1950. Sekali lagi perundingan tersebut gagal. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

 

Perdana Menteri berikutnya Sukitman mengusahakan agar perundingan dimulai lagi. Sukitman menugaskan Menteri luar negerinya Ahmad Soebardjo untuk berunding kembali dengan Belanda. Soebardjo menugaskan delegasi yang terdiri dari Soepomo dan Muhammad Yamin untuk pergi ke Belanda pada awal tahun 1952. Namun lagi-lagi delegasi indonesia harus pulang dengan tangan kosong. Situasi diperparah dengan Belanda yang mengeluarkan Undang-Undang Dasar yang mengatur Irian agar daerah ,”Non-Self Governing Territory”, atau wilayah dalam kendali PBB, bukan satu negara. Indonesia tidak mengakui hal tersebut karena Indonesia merasa bahwa Papua milik Indonesia. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

 

Pada masa perdana menteri Ali Sastroamidjojo, dikirim lagi sebuah delegasi bernama Sunaryo pada tahun 1954. Selain untuk membahas penghapusan Uni Indonesia-Belanda, masalah Irian juga dirundingkan. Sekali lagi perundingan gagal untuk mencapai kesepakatan tentang status Papua. Dikarenakan perundingan Bilateral antara Indonesia-Belanda terus gagal maka Indonesia memutuskan untuk mengubah strategi diplomasi dari bilateral jadi perundingan multilateral. Pada tanggal 18 April 1955, diadakanlah konferensi Asia-Afrika di Bandung. Tujuan dari konferensi tersebut selain untuk membuat poros dunia yang netral dan tidak berpihak pada blok barat maupun timur, juga demi menggalang dukungan dunia internasional untuk masalah Irian. Tetapi konferensi tersebut tetap tidak membawa hasil signifikan. Dikarenakan negara-negara di Asia dan Afrika masih dalam pengaruh negara-negara Barat yang mayoritas masih memihak Belanda.  (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000) Susetyo, Berlian, Ravico. Strategi Diplomasi Indonesia dalam Pembebasan Papua Tahun 1949-1963. Institut Agama Islam Negeri. 2020)

 

Seperti kuda yang mengkonsumsi biji kopi, Indonesia seperti tidak lelah dan terus bersemangat dalam upaya menggapai provinsi Irian. Indonesia memutuskan untuk melobi negara adikuasa. Negara pertama yang dilobi oleh Indonesia adalah Amerika Serikat dengan diadakannya kunjungan kenegaraan oleh Presiden Soekarno ke Amerika Serikat pada tahun 1957. Namun kunjungan tersebut seperti tidak membuahkan hasil. Ini terbukti dengan adanya sidang umum PBB di tahun yang sama, Indonesia mengeluarkan resolusi untuk membahas masalah Irian dan hanya mendapat ⅔ suara yang mendukung. Indonesia mulai geram. Maka Indonesia memutuskan untuk menggunakan taktik diluar cara diplomatis.  (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000) 

 

Indonesia menempuh jalur Militer. 

Pada bulan Desember 1957, Indonesia menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Tujuannya agar Indonesia memiliki dana untuk operasi militer dan pembangunan ekonomi. Di tahun yang sama Indonesia juga melobi pemerintah Amerika untuk mendapatkan senjata tetapi usul tersebut ditolak. Atas saran menteri luar negeri Subandrio, Indonesia memilih untuk membeli senjata dari Uni Soviet. Maka diutuslah Jenderal Abdul Haris Nasution  dan Soebandrio ke Uni Soviet pada 20 Desember, 1960.  Tujuan dari pembelian senjata juga untuk memberi faktor penggentar buat Belanda. Pembelian senjata ini terbukti ampuh. Saat Amerika mengirim pesawat mata-mata jenis U-2 ke Indonesia, pesawat tersebut menemukan bahwa kualitas alutsista angkatan bersenjata Indonesia bukanlah tandingan bagi Belanda.  Sebagai contoh Belanda waktu itu memiliki satu kapal induk bernama Karel Doorman. Indonesia memiliki pesawat pengebom berjenis Tupolev TU-16. NATO mendesignasikan pesawat tersebut sebagai ,”Badger”. Angkatan Udara Indonesia meletakan pesawat tersebut di Morotai. Sedangkan Kapal Karel Doorman tersebut berada di Hollandia(Jayapura) yang dimana hanya butuh waktu dua jam untuk pesawat pengebom tersebut untuk mencapai Kapal Karel Doorman. Amerika mengirim hasil pengintaian dari pesawat mata-mata mereka ke pihak Belanda. Belanda pun  ketakutan karena jika kapal induknya satu-satunya berhasil ditenggelamkan oleh musuh maka itu akan menjadi kekalahan propaganda terbesar.  Maka Belanda memutuskan untuk melunak dan menuruti kemauan Indonesia(Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000) 

 

Indonesia semakin menegaskan bahwa mereka akan menggunakan segala cara demi mendapatkan Papua. Pada tanggal 19 Desember, 1961 Soekarno mendeklarasikan Trikora atau Tri-Komando Rakyat. Isi dari komando tersebut adalah:

 

  1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda
  2. Kibarkan sang saka Merah Putih di Irian Barat
  3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa

 

Bersamaan dengan deklarasi tersebut, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda yang membuat seolah-olah perang sudah di depan mata. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000) 

 

Dengan dideklarasikannya Trikora maka Indonesia akan menempuh jalur Militer demi mendapatkan Papua. Berbekal persenjataan yang kebanyakan berasal dari Blok Timur, Indonesia menjalankan operasi militer di Irian. Disaat inilah terjadi peristiwa yang dikenal sebagai pertempuran laut Arafuru yang hampir membuat dunia jatuh ke dalam perang dunia ketiga. Keajaiban-pun muncul dengan Amerika yang tiba-tiba melunak dan menekan Belanda untuk menyerahkan Irian ke Indonesia. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

Kennedy, sahabat dekat Indonesia

Saat John Fitzgerald Kennedy terpilih jadi presiden AS pada tahun 1960, Soekarno langsung mengirim ucapan selamat kepada Kennedy. Pada tahun 1961 Soekarno mengunjungi AS dan bertemu Kennedy di Gedung Putih. Soekarno membujuk Kennedy untuk mau mendukung Indonesia dalam kasus sengketa dengan Belanda di Irian Barat. Kennedy sangat kagum dengan Soekarno. Begitu juga Soekarno dengan Kennedy. Keduanya ibarat sahabat dekat.  (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

 

Hubungan Soekarno dengan Kennedy terbukti efektif. Saat sidang PBB tanggal 26 November 1961, Belanda yang diwakili oleh Joseph Luns mengeluarkan resolusi demi legitimasi kekuasaan Belanda di Papua. Resolusi tersebut segera di veto oleh AS dan terbukti efektif dalam menekan Belanda. Saat peristiwa Arafuru pecah, AS mendesak Belanda untuk berunding dan tidak terprovokasi oleh tindakan agresi Indonesia. Maka lahirlah sebuah perundingan bernama perundingan Middleburg di Amerika Serikat pada tanggal 20 Maret, 1962. Perundingan tersebut dihadiri oleh Soebandrio dari Indonesia, Van Rojen dari Belanda dan Ellis Bunker dari Amerika sebagai penengah. Perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Amerika akan mendukung Indonesia di PBB. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

Perjanjian New York, Kemenangan mutlak Indonesia

Pada tanggal 15 Agustus 1962, ditandatangani sebuah perjanjian di New York. Isi perjanjian tersebut adalah Irian Barat akan diserahkan ke Indonesia paling lambat saat 1 Mei 1963. Selama sembilan bulan tersebut adalah periode transisi. Selama periode transisi tersebut, pihak PBB akan mengendalikan wilayah Irian melalui satgas bernama UNTEA(United Nation Temporary Executive Authority). Pada 1 mei 1963, bendera Indonesia resmi berkibar di tanah Irian Barat. (Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku. 10 November, 2000)

Teori hubungan internasional 

Lewat kasus Irian Barat ini, pendekatan Hubungan Internasional yang bisa kita ambil dari sini adalah Realisme. Realisme sendiri lebih menekan pada power atau kekuatan yang dimiliki oleh sebuah negara untuk mendapatkan apa yang negara tersebut inginkan. Dari sini Indonesia sendiri bukan hanya memanfaatkan kedekatannya dengan Amerika Serikat untuk merebut Irian Barat tetapi juga melakukan perundingan-perundingan dengan menggunakan kekuatan militer sebagai alat tekan atau deterrent factor dengan tujuan berdiplomasi agar bisa merebut kembali Irian Barat dari Belanda.

Penutup

Berkat kerja keras Indonesia yang tak pernah menyerah demi mendapatkan Irian Barat, Indonesia berhasil mendapatkan Irian Barat. Kasus ini membuktikan bahwa diplomasi adalah jalur terkuat dalam menyelesaikan sengketa. Meskipun terdapat peran militer dalam kasus ini, peran militer tersebut adalah untuk mendukung diplomasi. Bisa disimpulkan bahwa Indonesia berhasil mendapatkan Irian melalui jalur diplomasi. 

Referensi:

Martin.s. “Papua Dan Ambisi Presiden Pertama.” Historia,  , 22 July 2018, https://historia.id/politik/articles/papua-dan-ambisi-presiden-pertama-P3q1X/page/1. 

Soebandrio, Dr. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Yayasan Kepada Bangsaku, 2000. 

Pour, Julius. Konspirasi Dibalik Tenggelamnya Matjan Tutul. Kompas. 2011. 

Tenembaum, Yoav. Diplomacy is the Art Of Enhancing Power. E-International Relations. PDF. 2017. 

Antunes, Sandrina, Camisao, Isabel. Introducing Realism in International Relations. E-International Relations. PDF. 2018. 

Author:

  • Dimas Rasyid Aliansyah | Staff of Journalist Team
  • Aisya Allifia | Staff of Journalist Team

Editor:

  • Joey Susilo | Head of Journalist and Reporter Team
IRB News - Journalist Team