Sengketa Laut China Selatan Memanas, ASEAN Tetap Percaya Terhadap China?
Source: The Diplomat
RQ: Bagaimana China dapat melakukan kerjasama CSP sedangkan masalah laut china selatan tengah berlangsung?
Latar Belakang
Wilayah Laut Cina Selatan meliputi perairan dan daratan dua kepulauan pulau utama, Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel, serta tepi Sungai Macclesfield dan Karang Scarborough, yang terbentang dari Singapura hingga Selat Malaka dan Taiwan (Roza et al., 2013). Akibat perluasan wilayah yang luas dan sejarah dominasi berturut-turut oleh penguasa tradisional negara tetangga, beberapa negara seperti Republik Rakyat Cina (RRC), Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam, terlibat dalam konflik konfrontatif dalam mencoba untuk mengklaim satu sama lain atas sebagian atau seluruh laut teritorial yang bersangkutan. Setelah klaim mutlak China atas perairan di Laut China Selatan diketahui pada 2012, negara non-klaim Indonesia pun terlibat (Roza et al., 2013).
Ketegangan di Laut Cina Selatan juga diperparah oleh kepentingan negara lain seperti Korea Selatan, Jepang dan terutama Amerika Serikat. Bagi Amerika Serikat, kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang sangat strategis dalam hal keamanan ekonomi dan politik. Secara ekonomi, Asia Tenggara merupakan bagian dari volume perdagangan yang tinggi dari negara tetangga seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan China, termasuk impor minyak dan Transit Sea Lane of Communications (SLOC). Dengan populasi lebih dari 600 juta orang dan Produk Domestik Bruto (GNP) sekitar US$800 miliar, negara-negara Asia Tenggara merupakan pasar potensial bagi produk AS, termasuk industri jasa dan investasi lainnya (Roza et al., 2013).
Situasi Saat Ini
Sudah terlihat jelas bahwa ketegangan di Laut China Selatan meningkat seiring pandemi COVID-19 yang melanda dunia. Negara-negara di Asia Tenggara masih bergulat dengan pandemi COVID-19 di negaranya masing-masing, tetapi China mulai pulih dari wabah virus yang dimulai di dalam negeri, dengan sikap yang semakin agresif di China selatan (Bangun, 2021). Selanjutnya, pada tanggal 22 November 2021, China dengan ASEAN telah melakukan peningkatan hubungan kerja sama mereka ke tingkat Kemitraan Strategis Komprehensif. Berdasarkan situasi pandemi COVID-19 yang masih melanda saat ini, China dan ASEAN melakukan dialog virtual KTT ASEAN – China yang bertujuan untuk semakin mempererat kerja sama dalam membantu perdamaian, stabilitas, dan pembangunan regional. Presiden Xi JinPing (China) menyatakan bahwa pembentukan Kemitraan Strategis Komprehensif antara China dengan ASEAN akan menjadi tonggak sejarah baru dalam hubungan kedua nya. Selain itu, beliau menambahkan bahwa beliau telah berkomitmen kepada ASEAN untuk memberikan dana sebesar US $1,5 miliar kepada seluruh negara di Asia Tenggara dalam menghadapi COVID-19 dan memulihkan ekonomi mereka selama tiga tahun kedepan.
Tetapi di samping itu, ketegangan China dengan negara anggota ASEAN dalam kasus Laut China Selatan sudah bukan lagi menjadi hal yang jarang terdengar. Pada bulan November tahun 2021, China memiliki ketegangan dengan negara Filipina, dimana ketegangan tersebut diakibatkan oleh masuknya 100 kapal China ke perairan sengketa di Laut China Selatan yang bernama Scarborough Shoal. Tindakan ini bukanlah tindakan pertama kali yang dilakukan oleh China, dimana pada beberapa bulan sebelumnya China telah mengirimkan 150 kapal penangkap ikan ke wilayah Laut China Selatan dan mengklaim bahwa 90% wilayah Laut China Selatan merupakan miliki China.
Hal ini tentunya semakin menimbulkan kegeraman tidak hanya bagi Filipina melainkan bagi negara lainnya seperti Malaysia. Kegeraman Malaysia terhadap China tidak hanya karena pengklaiman China atas Laut China Selatan saja, melainkan karena adanya 16 jet tempur China yang masuk kedalam wilayah udara negeri Jiran di wilayah sengketa Laut China Selatan. Menurut kepala staf Angkatan Udara Malaysia yang bernama Jenderal Tan Sri Ackbal Abdul Samad, pesawat jet yang berasal dari China melakukan aktivitas yang mencurigakan di kawasan tersebut dan terdeteksi oleh radar bahwa belasan pesawat tersebut masuk melalui wilayah Informasi Penerbangan Singapura (FIR) dan terbang sejauh 60 mil laut dari pantai wilayah Sarawak dan hal ini mengancam kedaulatan negara Malaysia.
Ketegangan antara Malaysia dan China sudah pernah terjadi beberapa kali sebelumnya tetapi hanya sebatas perseteruan di laut. Hal ini diklaim jelas oleh seorang analis kebijakan luar negeri yang bernama Shahriman Lockman, dimana beliau menyatakan bahwa insiden antara China dan Malaysia dapat terjadi seminggu sekali. Selain itu, insiden tersebut dinilai tidak terlalu serius karena pemerintah dari kedua negara tersebut memiliki hubungan yang cukup baik karena saling memiliki hubungan yang kuat dalam aspek ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari kejadian baru-baru ini, dimana kedua belah negara sepakat untuk bekerja sama dalam menjaga perdamaian dan menjaga stabilitas di kawasan Laut China Selatan melalui konsensus politik. Menteri Luar Negeri China yang bernama Wang Yi menyatakan bahwa kedua negara menentang perang dingin dan akan mengadvokasi multikulturalisme dan regionalisme terbuka yang maju. Selain itu, beliau menambahkan bahwa kedua negara akan merayakan 10 tahun Kemitraan Strategis Komprehensif (CSP) pada tahun 2023 dan memperingati hubungan diplomatik pada tahun 2024.
Analisis
Dengan situasi yang dialami sekarang, dapat dikatakan bahwa China adalah negara yang ingin menggunakan haknya terhadap kepemilikan Laut China Selatan berdasarkan sejarah lama dan juga adalah negara yang ingin membantu ASEAN demi kepentingan bersama. Dari pernyataan tersebut tentu juga bisa kita lihat bahwa China terlihat seperti hipokrit di mata umum. Oleh karena itu, kita akan menjelaskan pernyataan tersebut dengan menghadirkan perspektif hubungan internasional yaitu konstruktivisme. Secara ontologi, konstruktivisme percaya terhadap adanya wujud ideasional dan skema internasional (El Bilad, 2011). Struktur dan material ideal bertabrakan untuk membentuk suatu sistem. Bahkan beberapa konstruktivis cenderung menunjukkan keunggulan ide atas materi. Jika teori positivis-rasionalis berpendapat bahwa struktur internasional tidak lebih dari distribusi kemampuan material, konstruktivis berpikir sebaliknya bahwa struktur internasional adalah distribusi ide, dan negara bertindak berdasarkan model distribusi ide (El Bilad, 2011). Model distribusi kemampuan materi juga dijelaskan berdasarkan model distribusi ide.
Sengketa Laut China Selatan muncul karena adanya permasalahan kepemilikan terhadap pihak terkait. Secara hukum, LCS sudah ada pembagian melalui UNCLOS tetapi China mengklaim seluruh LCS milik mereka berdasarkan sejarah dan hal tersebut membawa perdebatan terhadap pihak terkait. Di sisi lain, China juga menghadirkan solusi untuk memperbaiki ekonomi ASEAN yaitu Kemitraan Strategis Komprehensif (CSP) dan hal tersebut tentu sangat menguntungkan untuk ASEAN dan pihak negara ASEAN yang tidak terkait dengan LCS sendiri. Dari pernyataan tersebut pun timbul perbedaan ide mengenai China dari ASEAN. China merupakan benefactor di pikiran ASEAN, sementara China merupakan pembawa masalah terhadap LCS di pikiran para claimant LCS.
Kesimpulan
Ketegangan yang terjadi di Laut China Selatan karena tindakan China yang mengklaim hak kepemilikan Laut China Selatan telah menimbulkan konflik dengan beberapa negara di wilayah Asia Tenggara seperti Malaysia dan Filipina. Tetapi disamping masalah tersebut, China juga telah melakukan hubungan kerja sama dengan Asean, yang mana prospek kerja sama tersebut berubah menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif. Kerja sama yang meningkat antara China dengan Asean dikabarkan menciptakan hasil yang positif, dimana volume perdagangan antara China dengan Asean meningkat 100 kali lipat dari 30 tahun sebelumnya.
Author: Muhammad Dimas Bhagaswara & Rafael Geraldine
Editor: Sarah Putri Haryadi, Hafsyah Azzahra, Jennifer Clara Aprilia & Viranty Yulia Putri
Referensi:
Arbar, T. F. (2021, October 1). Laut China Selatan Panas Lagi, filipina Ngamuk Ke China. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20211001140653-4-280708/laut-china-selatan-panas-lagi-filipina-ngamuk-ke-china/
Bandial, A. (2022, August 15). Australia seeks closer maritime cooperation with Brunei. The Scoop. https://thescoop.co/2022/08/15/australia-seeks-closer-maritime-cooperation-with-brunei/
Bangun, B. H. (2021). Upaya Dan Peran ASEAN dalam Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(1), 23. https://doi.org/10.23887/jkh.v7i1.31455
CNN Indonesia. (2021, June 2). Sederet Seteru China Dan Malaysia Di Laut China Selatan. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210602203212-113-649669/sederet-seteru-china-dan-malaysia-di-laut-china-selatan/
El Bilad, C. Z. (2011). Konstruktivisme Hubungan Internasional: Meretas Jalan Damai Perdebatan Antarparadigma. Jurnal Studi Hubungan Internasional, 1(2), 66-84. https://www.neliti.com/publications/131993/konstruktivisme-hubungan-internasional-meretas-jalan-damai-perdebatan-antarparad#cite
Gunawan, S. M. (2021, November 22). 30 Tahun Bersama, China-ASEAN Tingkatkan Hubungan Ke Kemitraan Strategis Komprehensif. Rmol.id. https://dunia.rmol.id/read/2021/11/22/512563/30-tahun-bersama-china-asean-tingkatkan-hubungan-ke-kemitraan-strategis-komprehensif
Maksum, A. (2017). Regionalisme Dan Kompleksitas Laut China Selatan. JURNAL SOSIAL POLITIK, 3(1), 1-25. https://doi.org/10.22219/.v2i2.4225
Primadhyta, S. (2022, July 11). Volume Perdagangan China-ASEAN Melonjak 100 Kali Lipat. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220711155520-92-820038/volume-perdagangan-china-asean-melonjak-100-kali-lipat/
Roza, R., Nainggolan, P. P., & Muhammad, S. V. (2013). Konflik Laut China Selatan Dan implikasinya terhadap kawasan. Universitas Indonesia Library. https://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=20153966
Setyorini, V. P. (2022, July 12). China Akan percepat konsultasi COC Di Laut China Selatan. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/2992705/china-akan-percepat-konsultasi-coc-di-laut-china-selatan
Shicun, W. (2022, July 26). DOC and code of conduct to prevent S.China sea becoming a battlefield for major powers. Global Times. https://www.globaltimes.cn/page/202207/1271441.shtml
Xijun, D. (2022, August 3). Writing a new chapter in East Asia cooperation. The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/opinion/2022/08/02/writing-a-new-chapter-in-east-asia-cooperation.html