Utang Membengkak, Sri Lanka dihadapi Krisis Ekonomi

Source : https://assets.promediateknologi.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2022/04/02/3213909497.jpg

 

Latar belakang

Sri Lanka merupakan sebuah negara di benua Asia yang posisinya sangat strategis karena dilewati oleh jalur utama perdagangan dunia. Wilayah perairan Sri Lanka dikenal sebagai jalur Sutra karena posisinya menghubungkan negara barat dengan timur. Selain itu, Sri Lanka juga memiliki banyak destinasi wisata yang sayangnya belum dikembangkan. Melihat adanya potensi besar itu, China membangun hubungan bilateral yang sangat erat dengan Sri Lanka dan memanfaatkan momentum tersebut. Menjalin kedekatan dengan China juga menjadi sebuah keuntungan besar bagi Sri Lanka. Sri Lanka menjalin kerja sama yang erat dengan China khususnya dalam sektor perekonomian dan pembangunan. Dalam bidang ekonomi, China tidak ragu dalam memberi bantuan modal (utang) untuk proyek infrastruktur kepada Sri Lanka dalam jumlah yang fantastis. Hal tersebut juga membuat banyak pihak bertanya-tanya mengapa China berperilaku seperti itu. 

Di sektor lain, kerja samanya dengan China membuat pembangunan di Sri Lanka mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Salah satu infrastruktur yang paling banyak diperbicarakan adalah pelabuhan Hambantota. Proyek infrastruktur tersebut merupakan hasil kerja sama dengan China dan hasil utang Sri Lanka dengan China. Pemerintah Sri Lanka berharap dengan adanya Pelabuhan Hambantota dapat menjadi pemasukan terbesar negaranya. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Sri Lanka. Pelabuhan Hambantota terus merugi dan pemerintah Sri Lanka pun terpaksa terus berhutang banyak kepada China. Hal tersebut menjadi penyebab banyaknya utang yang dimiliki oleh Sri Lanka. Konsekuensi jika suatu negara tidak bisa membayar utang adalah perekonomian negara tersebut akan menurun, bahkan menimbulkan terjadinya krisis ekonomi, demikian pula-lah yang dialami oleh Sri Lanka saat ini.

 

Apa yang memicu krisis ekonomi di Sri Lanka?

Kegagalan pemerintah Sri Lanka dalam membayar utang luar negeri merupakan pemicu utama yang menempatkan negaranya dalam salah satu krisis ekonomi negara terburuk yang pernah ada. Nilai mata uang Sri Lanka terancam karena sudah kehilangan kepercayaan dari lembaga keuangan internasional dan investor asing. Sri Lanka berada dalam keterpurukan karena posisinya sudah diragukan oleh pasar internasional. Utang Sri Lanka pada Asian Development Bank, China, Jepang dan pemberi pinjaman utama lainnya saat ini sudah mencapai 50 miliar dollar AS dengan bunga utang sebanyak 78 juta dollar AS. Tagihan ini sudah melewati 30 hari masa tenggang pembayaran dan Sri Lanka sudah menyatakan bahwa mereka tidak bisa menyanggupi untuk membayar utang-utangnya.

Hubungan ekonomi antara China dan Sri Lanka juga menjadi salah satu pemicu akan apa yang terjadi di Sri Lanka saat ini. China memiliki kontribusi 10% dari total utang luar negeri Sri Lanka. Pinjaman tinggi yang diberikan oleh China direncanakan untuk membantu Sri Lanka dalam pembangunan Pelabuhan Hambantota. Rencana pembangunan infrastruktur yang digadang-gadang oleh pemerintah Sri Lanka akan memberikan keuntungan banyak untuk ekonomi negaranya justru menjadi salah satu penyebab kejatuhan Sri Lanka. Pemerintah Amerika Serikat menyebutkan bahwa tindakan China pada Sri Lanka saat ini sebagai “debt-trap diplomacy” dimana Amerika Serikat melihat tindakan China yang memberikan pinjaman pada Sri Lanka sebagai tindakan untuk meningkatkan pengaruh politiknya.

Berlarut-larut dalam masalah utang yang tidak bisa dikendalikan, pemerintah Sri Lanka mengeluarkan kebijakan untuk membatasi impor guna menghemat dana cadangan mata uang asing dengan tujuan membayar utang luar negeri Sri Lanka. Namun kebijakan ini tidak membawa kebaikan pada negaranya tapi justru mendapatkan kecaman dari masyarakat Sri Lanka karena masyarakat kesulitan untuk mendapatkan akses pada bahan bakar minyak (BBM), seperti bensin dan minyak tanah. Padahal, minyak tanah merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat-masyarakat miskin karena masih dibutuhkan untuk memasak. Kebijakan ini juga menyebabkan harga bahan makan pokok, kebutuhan pokok, dan obat-obatan meningkat pesat dengan persediaan yang sangat terbatas. Kesalahan berturut dalam mengambil kebijakan ini, diikuti oleh dampak pandemi COVID-19 dan krisis kemanusiaan di Ukraina, semakin memperkecil peluang pemerintah Sri Lanka untuk mengendalikan krisis yang ada. Lantas, bagaimana masa depan Sri Lanka atas krisis ini? Apa yang harus dilakukan untuk mengeluarkan Sri Lanka dari jeratan utangnya? Seluruhnya tergantung pada dinamika politik yang diterapkan oleh negara strategis tersebut.

 

Kesimpulan

Secara geografis, Sri Lanka berpotensi dalam bidang ekonomi karena letaknya yang sangat strategis. Posisi Sri Lanka menjadi jembatan penghubung antara negara barat dengan timur. Salah satu negara yang melihat potensi ini adalah China. Strategi yang diambil China adalah membangun hubungan bilateral yang sangat erat dengan Sri Lanka dan bekerjasama khususnya di bidang pembangunan dan ekonomi. China juga memberikan pinjaman kepada Sri Lanka untuk pembangunan yang ada di Sri Lanka seperti Pelabuhan Hambantota. Tentunya hal ini memberi beban lebih terhadap Sri Lanka sehingga mereka gagal untuk membayar hutangnya. 

Kegagalan pemerintah Sri Lanka dalam membayar utang luar negeri merupakan pemicu utama yang menempatkan negaranya dalam salah satu krisis ekonomi negara terburuk yang pernah ada. Nilai mata uang Sri Lanka terancam karena sudah kehilangan kepercayaan dari lembaga keuangan internasional dan investor asing. Sri Lanka berada dalam keterpurukan karena posisinya sudah diragukan oleh pasar internasional. Utang Sri Lanka pada Asian Development Bank, China, Jepang dan pemberi pinjaman utama lainnya saat ini sudah mencapai 50 miliar dollar AS dengan bunga utang sebanyak 78 juta dollar AS.

Lantas, bagaimana masa depan Sri Lanka atas krisis ekonomi ini? Berdasarkan artikel diatas dan dapat dilihat dari total utang yang ada dan ketidakmampuan, Sri Lanka membayar utang sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan mengakibatkan masa depan Sri Lanka dalam aspek ekonomi menjadi tidak bisa dikatakan membaik. Lalu, apa yang dapat mereka lakukan untuk mengatasi masalah ini? Hal pertama yang bisa dilakukan dengan cara memfokuskan satu persatu proyek pembangunan agar hutang yang muncul tidak sebesar itu dan contoh lain adalah dengan mempromosikan negaranya sendiri, seperti mempromosikan wisatanya sehingga dapat mengurangi efek ketergantungan terhadap negara tertentu seperti China.

 

Author: Tim Economy IRB News

Editor: Maryam Cintanya Audi, Hafsyah Azzahra, Jennifer Clara Aprilia, Viranty Yulia Putri

 

Daftar Pustaka

BBC News Indonesia. (2022, April 14). Krisis ekonomi Sri Lanka: Pemerintah gagal bayar utang Rp732 triliun, minta warganya di luar negeri kirim uang. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-61103335

Mugasejati, N. P., & Setyanti, W. (2018). Program Sarjana. HI Fisipol UGM. Retrieved June 14, 2022, from https://hi.fisipol.ugm.ac.id/katalog/chinas-debt-trap-diplomacy-di-era-xi-jinping-studi-kasus-kekalahan-sri-lanka-dalam-proyek-hambantota/  

Nurjayanti, V. A. (2020, June 30). Analisis Ketergantungan China-sri lanka Dalam Proyek Pembangunan Pelabuhan hambantota Tahun 2007-2017. Nation State: Journal of International Studies. Retrieved June 14, 2022, from https://jurnal.amikom.ac.id/index.php/nsjis/article/view/195

Perera, B. A. (2022, May 20). Sri Lanka: Why is the country in an economic crisis? BBC News. https://www.bbc.com/news/world-61028138

Ramakumar, R. (2022, April 13). What’s happening in Sri Lanka and how did the economic crisis start? The Conversation. https://theconversation.com/whats-happening-in-sri-lanka-and-how-did-the-economic-crisis-start-181060

Reuters. (2022, May 19). Explained: What led to Sri Lanka’s economic crisis, and who’s helping?TheIndianExpress.https://indianexpress.com/article/explained/sri-lanka-economic-crisis-explained-7849208/

Rona, A. H. (2021, May 24). Krisis Utang sri lanka dalam kerja Sama Pembangunan proyek Pelabuhan Hambantota dengan tiongkok. eSkripsi Universitas Andalas. Retrieved June 14, 2022, from http://scholar.unand.ac.id/77179/ 

IRB News - Economy