Press Release DISTRAKSI HI dalam Bentuk FGD yang Berjudul “Kilas Balik Tes Keperawanan di Indonesia”

JAKARTA – Pada hari Sabtu 30 Oktober 2021, HIMHI (Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional) Universitas Bina Nusantara menyelenggarakan acara DISTRAKSI HI atau Diskusi dan Interaksi Seputar Hubungan Internasional dalam bentuk FGD (Focus Group Discussion). Walaupun diadakan secara online melalui platform Zoom Meeting, acara yang edukatif ini dihadiri oleh dua pembicara yang ahli dalam bidangnya yaitu Ibu Dra. Olivia Chadidjah Salampessy Latuconsina, M.P selaku Wakil KOMNAS Perempuan dan Ibu Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo selaku Politisi / Aktivis Perempuan dan Anak. Acara ini juga dibawakan oleh moderator Muhammad selaku aktivis HIMHI atau Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional BINUS University. DISTRAKSI HI ini mengangkat isu yang berkaitan dengan penghapusan tes keperawanan di Indonesia dengan tujuan untuk memberikan pemaparan akan pandangan-pandangan para ahli terkait dengan isu tersebut. Acara ini berfokus pada diskusi antara pembicara dengan peserta dan dibagi menjadi dua sesi yaitu sesi pemaparan materi dan sesi diskusi.

Dengan diadakannya DISTRAKSI HI dalam bentuk FGD ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan para peserta yang telah berpartisipasi.

Pemaparan materi pertama dibawa oleh narasumber pertama yaitu Ibu Olivia yang menjelaskan materi – materi terkait dengan organisasinya yaitu KOMNAS Perempuan, Di mana ia menjabat sebagai Wakil Ketua. Ibu Olivia membawakan materi dalam bentuk sebuah presentasi, dan dalam presentasi tersebut Ibu Olivia menjelaskan beberapa poin termasuk sejarahnya terbentuk organisasinya, hubungan tes tersebut dengan hubungan internasional, dan hubungan tes tersebut dengan hukum – hukum internasional. Ada sebuah kutipan dari Ibu Olivia yang mengatakan “Indonesia adalah salah satu negara dari 20 negara yang melakukan tes keperawanan dan tes tersebut menjadi salah satu syarat rekrutmen untuk para prajurit perempuan dan yang ingin menjadi calon istri TNI (Tentara Negara Indonesia) / Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia)”. Beliau juga telah menegaskan kalau tes tersebut telah melanggar beberapa pelanggaran HAM seorang perempuan dan beberapa lembaga internasional juga telah mengecamkan tes tersebut untuk dihentikan dan ditiadakan dikarenakan tes tersebut tidak memiliki unsur medis.

Setelah pemaparan materi dari Ibu Olivia, pemaparan materi kedua dibawakan oleh Ibu Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo, selaku politisi/ aktivis perempuan dan anak. Materi Ibu Saraswati dibawakan dalam bentuk sharing dan mengangkat poin-poin penting seperti UUD 1954, hak asasi manusia, identitas dan budaya bangsa, serta tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan hak asasi manusia. Dalam poinnya, narasumber menyatakan setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28I), serta menekankan kebebasan untuk beragama pada UUD 1945 pasal 29. Pada akhir sharing, beliau menyatakan bahwa tes keperawanan tidaklah adil karena tidak mempertimbangkan situasi dimana perempuan mengalami pemerkosaan atau korban pedofilia saat masih kecil, sehingga perempuan tersebut tidak dapat ikut mempertahankan kedaulatan negara hanya karena masalahan hymen.

Pada sesi diskusi yang pertama, kedua pembicara memberikan pendapatnya yang lebih merujuk bahwa terdapat budaya patriarki yang telah tertanam sejak dulu kala dan budaya tersebut yang telah melekat kepada para aparat – aparat hukum. Hal seperti itulah yang seringkali membuat individu – individu saling menjatuhkan terutama pada perempuan. Salah satu narasumber kita yaitu Ibu Rahayu mengatakan bahwa Budaya yang sudah berakar di Indonesia bisa dikatakan bersifat tidak demokratis dan akan sangat susah untuk menghapusnya, di mana beliau juga mengambil contoh bahwa Amerika saja membutuhkan 100 tahun setelah kemerdekaannya untuk memberikan hak memungut suara dan bisa masuk dalam parlemen kepada perempuan – perempuan di sana. Kedua jawaban tersebut dapat disimpulkan dengan bahwa dengan adanya budaya atau paradigma – paradigma yang telah melekat pada kita membuat pemahaman yang berbeda dan terkadang salah dengan yang seharusnya.

Dalam sesi diskusi yang kedua, kedua pembicara mengangkat isu agama dan diskriminasi yang terjadi dalam masyarakat, serta menekankan kembali akan pentingnya pemahaman Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Adapun pendidikan menjadi fokus utama dalam meminimalisir dampak negatif dari unsur regio-kulturalisme yang telah mendarah daging di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, Ibu Olivia selaku perwakilan dari KOMNAS Perempuan menekankan bahwa KOMNAS Perempuan bekerja sama dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk masalah perundungan, kekerasan seksual, dan masalah keberagaman. Pada akhirnya, dikeluarkanlah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Walaupun memiliki banyak kontra, kiranya hukum ini dapat meminimalisir kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi dan memperluas edukasi mengenai hak asasi manusia berbasis gender. Sebagai himpunan, tentunya pemahaman akan kesetaraan gender dan hak asasi manusia adalah hal yang krusial dalam perguruan tinggi agar edukasi dan pendidikan mahasiswa tidak terganggu akan adanya kasus kekerasan seksual.

Dalam menjawab pertanyaan terkait dengan pengaduan atau pelaporan, Ibu Olivia memberikan nomor dan email yang dapat dihubungi yaitu sebagai berikut:

Email pengaduan        : pengaduan@komnasperempuan.go.id

Call Center SAPA      : 129

Hotline WA                : 08111129129

Untuk korban disarankan untuk melaporkannya kepada polisi setempat,

perangkat desa, RT/RW, atau ke P2TP2A dan lembaga Pengada Layanan bersama

dengan anggota keluarga, pendamping, atau pihak yang mengetahui.

Akhir kata, kami segenap keluarga besar Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional BINUS University menyatakan bahwa kami akan senantiasa melindungi mahasiswi maupun mahasiswa hubungan internasional BINUSUniversity dari ancaman kekerasan seksual dan sebagainya. HIMHI menyediakan FOKAHI (Forum Komunikasi HI) yang akan mewadahi aspirasi maupun suara mahasiswa/i yang kesulitan dalam menyampaikan aspirasinya maupun pelaporan kasus yang terkait secara akademik dan non-akademik. Mahasiswa/i yang ingin menyampaikan aspirasi maupun laporan dapat mengakses FOKAHI lewat link berikut ini, yaituhttps://bit.ly/FormDiskusiFOKAHI