Aksi Protes Ekstrem Warga Kendeng, “Menolak Pembangunan PT. Semen Indonesia”
Aksi protes sudah sering dilakukan oleh masyarakat demi menuntut haknya. Sudah biasa jika kita melihat masyarakat turun ke jalan untuk mengekspesikan opini mereka secara terbuka di jalan ataupun gedung pemerintah. Bahkan media juga sering mengangkat berita tersebut. Namun berlebihankah jika aksi protes tersebut dilakukan dengan berbagai tindakan ekstrim seperti mengecor kaki, mogok makan, membakar diri, dan jahit mulut agar suara mereka didengar dan diadili?
Baru-baru ini terjadi lagi aksi protes ekstrim oleh para petani Kendeng yang dilakukan pada 13 Maret 2017 dalam rangka penolakan pembangunan pabrik semen di wilayah pegunungan Kendeng Utara, Rembang, Jawa Tengah. Awalnya, aksi ini dilakukan pada 13 april 2016 oleh 9 warga dengan cara mengecor kaki, di depan Istana Meredeka, Jakarta. Hal ini dipicu , karena adanya hasil putusan MA yang melarang pembangunan PT. Semen Indonesia. Namun kemudian, aksi ini dilakukan kembali dan jumlah warga yang ikut dalam protes ini semakin bertambah dari jumlah sebelumnya, hingga mencapai 50 orang. Dilakukannya kembali aksi ini , dipicu karena kebijakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menerbitkan izin baru pada 23 Februari 207 untuk PT. Semen Indonesia. Aksi ini semakin diperparah dengan timbulnya korban jiwa pada 21 Maret 2017 dini hari, yang ternyata diketahui bahwa korban tersebut merupakan salah seorang relawan dalam aksi mengecor kaki tersebut.
Para petani menolak pembangunan tersebut dikarenakan pegunungan Kendeng merupakan tempat mencari nafkah serta adanya sumber mata air untuk bertani. Aktivitas pabrik seperti penggalian berdampak buruk pada lingkungan yang membuat banyak daerah mengalami kekeringan. Namun pada April 2015, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, membuat putusan tidak menerima gugatan warga Kendeng terkait pembangunan pabrik. Putusan tersebut membuat masyarakat melakukan protes ekstrem dengan mengecor kaki, karena harapan mereka memperoleh dukungan kandas ditengah jalan. Sumber mata pencaharian mereka seakan-akan berada diujung tanduk.
Akan tetapi pada 5 Oktober 2016 lalu harapan mereka kembali muncul karena putusan MA memenangkan gugatan PK yang diajukan warga Kendeng dan WALHI terhadap PT. Semen Indonesia, sehingga izin lingkungan yang sebelumnya sudah diterbitkan harus dibatalkan, dan juga aktivitas penambangan karst serta rencana operasional pabrik semen harus dihentikan. Sementara ini presidan meminta penundaan semua izin tambang di Pegunungan Kendeng. Namun, hingga saat ini masih belum ada hasil dari putusan pemerintah mengenai pembangunan pabrik semen tersebut.
Referensi:
BBC Indonesia, “Aksi Mengecor Kaki Dengan Semen dan Berbagai ‘Protes Ekstrem’ Lain”, http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39324831, pada tanggal 24 Maret 2017 pukul 11.19
BBC Indonesia, “Para Petani Kendeng Kembali Aksi Menyemen Kaki di Istana Negara”, http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39257296, pada tanggal 24 Maret 2017 pukul 12.55
BBC Indonesia, “Tolak Pembangunan Pabrik Semen, Sembilan Perempuan Cor Kaki”, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160413_indonesia_protes_semen_istana, pada tanggal 24 Maret 2017 pukul 12.55
BBC Indonesia, “Sengketa Pabrik Semen, Penduduk Pegunungan ‘Memuji’ Mahkamah Agung”, http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-37971962, pada tanggal 26 Maret 2017 pukul 13.55
BBC Indonesia, “Para Petani Kendeng Kembali Aksi Menyemen Kaki di Istana Negara”, http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39257296, pada tanggal 26 Maret 2017 pukul 13.57