Semboyan Bhinneka Tunggal Ika mulai Luntur?
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan keberagaman nya baik dari alam dan manusia nya. Keberagaman budaya, ras, agama, dan alam di Indonesia membuat kita bangga akan kekayaan yang dimiliki nya. Hingga negara-negara di berbagai penjuru dunia dibuat kagum akan kekayaan tersebut. Banyak wisatawan asing karena akan cinta nya dengan kebudayaan Indonesia, adat istiadat, keragaman Indonesia membuat mereka mengabdikan diri menjadi warga negara Indonesia. Lalu, apakah kita selaku warga negara Indonesia, yang tumbuh kembang di Indonesia mencintai Indonesia dengan rasa Nasionalisme yang tinggi? Apakah kita selaku masyarakat Indonesia mampu menerima keragaman tersebut seperti yang tercantum dalam Bhinneka Tunggal Ika?
Arti dari Bhineka Tunggal Ika Sendiri adalah berbeda-beda tetapi tetap satu. Kondisi memiliki toleransi yang sangat tinggi, Indonesia tetap menjadi satu kesatuan, itulah yang membuat Indonesia kuat. Karena Bhineka Tunggal Ika itu pulalah yang merupakan semboyan bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan bangsa dan masyarakat Indonesia.
Namun, pada kenyataannya melihat kondisi saat ini, tren budaya Indonesia semakin melemah, banyak masyarakat Indonesia lebih tertarik dengan budaya barat, perbedaan suku yang terkadang tidak diterima oleh suku lain, perbedaan bahasa yang terkadang malah menjadi cemoohan di tempat lain, perbedaan budaya yang terkadang tidak dapat ditoleransi, perbedaan agama yang terkadang berujung pada cemoohan karena menganggap agama mereka yang paling benar. Kurangnya rasa toleransi tersebut membuat permasalahan jadi semakin besar, terutama jika menyangkut masalah agama.
Seperti kasus dugaan penistaan Agama oleh Ahok. Kasus tersebut bermula dari ketika Ahok menyinggung penggunaan surat Al-Maidah dalam suatu pidato saat Ahok melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Masalah ini menjadi kontroversi ketika Buni Yani mengunggah video rekaman pidato tersebut di akun Facebooknya yang berjudul “Penistaan terhadap Agama?” Video pidato yang diunggunggah Buni Yani tersebut ternyata telah dipotong, sehingga kata “pakai” yang diucapkan Ahok dihilangkan sehingga menjadi “karena dibohongi Surat Al-Maidah 51” bukan “karena dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51” sebagaimana aslinya. Permasalah tersebut hingga saat ini tak kunjung selesai. Hingga saat ini Ahok masih menjalani sejumlah sidang terkait masalah dugaan penistaan Agama tersebut.
Akibat dari masalah tersebut bahkan sesama muslim saling menyalahkan satu sama lain karena ada pihak yang pro dan kontra terhadap Ahok. Hal tersebut menimbulkan perpecahan karena perbedaan pendapat bukan hanya antara pihak muslim dan non muslim, tetapi juga dari pihak sesama muslim. Terutama pada saat sidang pertama Ahok terkait kasus tersebut yang berujung ricuh, bisa membuat masyarakat terutama non muslim menilai bahwa orang muslim penuh dengan kekerasan, hal ini bisa saja membuat nama Islam dinilai jelek oleh masyarakat nonn muslim.
Perbedaan pendapat yang ditunjukkan masyarakat tersebut menunjukkan bahwa toleransi antar umat beragama bahkan sesama pemeluk agama islam masih sangat kurang. Perbedaan pendapat tersebut juga menunjukkan adanya perpecahan diantara sesama muslim dan juga antara muslim dan agama lain yang membela Ahok. Jika Ahok memang terbukti menistakan Agama, hal tersebut sama saja dengan tak menghormati makna yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika yang menerima perbedaan dan sikap toleransi akan perbedaan tersebut. Karena jika Ahok terbukti melakukan tindak penistaan Agama, Ahok dapat dianggap sebagai orang yang tidak dapat menghargai agama lain.
Referensi:
BBC Indonesia, “Pidato di Kepulauan Seribu Dan Hari-Hari Hingga Ahok Menjadi Tersangka”, http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-37996601, pada tanggal 9 Maret 2017 pukul 20.41