Mayor Pemberani Itu Gugur di Hari Pertama Pertempuran
serdadu jangan mau disuap tanah ini jelas meratap
serdadu HOI! JANGAN LEMAH SYAHWAT nyonya pertiwi tak sudi melihat. (iwan fals: serdadu)
Hari senin tanggal 7 Desember 1975, merupakan hari pertama dimulainya operasi militer lintas udara (linud) yang menerjunkan satuan tugas (satgas) nanggala V (para komando) di Dili, Timor-Timur (sekarang Timor Leste). Mereka merupakan pasukan pertama yang diterjunkan dengan menggunakan delapan pesawat Hercules C-138B dari lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur.
Satu persatu pasukan nanggala V pun diterjunkan. Namun, kehadiran pasukan nanggala langsung disambut oleh rentetan peluru oleh pasukan tropaz. Pasukan tropaz adalah pasukan professional yang dilatih angkatan bersenjata Portugal berdasarkan standar NATO.
Komandan detasemen tempur (Dandenpur) I, Mayor Atang Sutresna mendarat tak jauh dari posisi caraka komandan grup Parako, Koptu Engka Wasmita. Ketika mendarat Atang langsung membuka ranselnya dan mengeluarkan bendera sang saka Merah Putih untuk dikibarkan diatas Kantor Gubernur yang masih dikuasai oleh musuh untuk menurunkan bendera fretelin (Frente Revolicioneria do Timor Lesta Independente/Front Revolusioner Kemerdekaan Timor Leste). Tugas pengibaran bendera Merah Putih ini diberikan kepada Koptu Sugeng dan Koptu Suhar Winata dari Regu I, Peleton I, Kompi B.
Suara tembakan terdengar dengan sangat jelas dan bising, namun tidak menyurutkan niat mereka. Koptu Sugeng dan Koptu Sahar pun bergegas mengibarkan bendera Merah Putih dengan meyakini mereka akan mendapat perlindungan (covering fire) dari Mayor Atang, Koptu Ahmad Priyatna, dan Koptu I Wayan Rija. Ketika bendera fretelin berhasil diturunkan dan bendera Merah Putih baru dinaikkan setengah tiang, Koptu Sugeng tertembak. Dengan spontan Koptu Sugeng pun memberi tahu Koptu Suhar “Har, aku kena har” ucap Sugeng.
Setelah selesai menaikkan sang saka Merah Putih di Kantor Gubernur, mereka pun bergegas mencari perlindungan. Koptu Sugeng segera memeriksa pahanya yang tadi terkena tembakan, namun beruntung tembakan hanya mengenai botol minumnya. Kemudian mereka pun langsung melapor pada Mayor Atang bahwa tugas mereka telah selesai.
Sebelum melaksanakan tugas yang diberikan oleh Mayor Atang untuk mengibarkan bendera Merah Putih di Kantor Gubernur, Koptu Sugeng dan Koptu Suhar terlebih dahulu mengamankan Koptu Kidam yang sudah lebih dahulu tertembak di bagian dada. Saat menuju lokasi yang berada di bawah pohon beringin untuk memeriksa kondisi Koptu Kidam, rupanya ia telah tertembak yang kedua kalinya oleh musuh dan gugur setelah Koptu Sugeng dan Koptu Suhar mengibarkan sang saka Merah Putih di Kantor Gubernur.
Koptu Sugeng dan Koptu Suhar pun langsung mengabarkan pada Serda Rija terkait Koptu Kidam. Serda Rija berinisiatif untuk memindahkan jenazah Koptu Kidam dengan menarik badannya. Namun, malang menimpa Serda Rija, beberapa tembakan mengarah ke perut serta dada Serda Rija yang langsung tersungkur dan gugur seketika dengan masih memegang jasad Koptu Kidam. Gugurnya kedua anak buah Mayor Atang membuat dirinya terlihat terpukul.
Mayor Atang pun berniat untuk bergerak ke arah barat menuju sebuah bangunan berwarna merah. Disana terdapat carakanya Koptu Kamin yang gugur pula, tergantung di sebuah tiang lisrik (kemungkinan tergantung saat akan mendarat di darat). Koptu Sugeng pun berusaha keras untuk menahan komandannya untuk bergerak ke arah tersebut, karena dari tempat itulah tembakan terdengar amat gencar dan bising. “pak jangan kesana pak masih ramai disitu” Ujar Koptu Sugeng.
Namun, sangat disayangkan Mayor Atang tidak memperdulikan seruan anak buahnya. Mayor Atang malah memerintahkan Koptu Engka untuk tetap ditempat. “sudah kamu disini saja, saya mau mengatasi itu (tembakan)” tegas Mayor Atang.
Tak hanya Koptu Sugeng, Koptu Engka pun melarang komandannya untuk bergerak ke arah tersebut. “jangan pak!!!” balas Koptu Engka menahan komandannya. Benar dugaan anak buah Mayor Atang, sekitar 25 meter dari ujung gedung kantor Gubernur sebelah barat, Mayor Atang tertembak pada bagian perutnya. Ia pun langsung jatuh.
Melihat komandannya tertembak, dengan merunduk Koptu Sugeng segera mendekati dan menarik sang komandan ke perlindungan di sebuah pagar tembok. Pada saat ditarik itulah Mayor Atang kembali tertembak mengenai leher dan tembus hingga ke kepalanya. Mayor Atang langsung gugur seketika.
Mendengar informasi bahwa Mayor Atang gugur, dengan bergegas Kapten Bambang Mulyanto meninggalkan kelompoknya dan berlari menuju jasad Mayor Atang tergeletak. Kapten Bambang melihat dengan mata kepala sendiri jasad seniornya yang dikenal sangat baik hati dan pemberani itu telah gugur. Hati Kapten Bambang hancur dan terlihat sedih sekali. Komandan grup I Soegito yang dikabarkan info serupa oleh Kapten Atang Sanjaya mengenai Mayor Atang melalui handie talkie juga merasa sedih dan pilu.
Tak berapa lama kemudian, jenazah Mayor Atang dibawa ke pos komando grup Parako yang berada tidak jauh dari pelabuhan Dili. Dangrup I Soegito sempat ikut pula mengusung jenazah Mayor Atang sewaktu diturunkan dari mobil pick up dan membaringkannya di sebuah kantor yang kosong. Selain jenazah Mayor Atang didalam ruangan tersebut turut pula diletakkan jenazah Koptu Kidam, Koptu Karsum serta anggota lainnya yang gugur di hari pertama operasi yang kita kenal sebagai Opresi Seroja. Mayor Atang dan pasukannya telah membuktikan dedikasi, pengabdian, dan pengorbanan seorang prajurit yang rela memberikan segenap jiwa raga untuk mempertahankan dan memperjuangkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mayor Atang adalah salah satu serdadu yang dapat membuktikan penggalan lagu diatas, mengkesampingkan kepentingan pribadi bahkan memberikan nyawanya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercinta ini.
BRAVO TNI! BERSAMA RAKYAT, TNI KUAT!!!!!!!.
Sumber:
Angkasa.co.id
Buku: Hari H: 7 desember 1975.
-
Joao da Costa Yang menembak mayor atang adalah om saya yang bernama Jaime alias samba sembilang , dia penagalaman tempur di Afrika Angola dan memiliki jimat yang kuat. Dia ditugaskan untuk melihat siapa yang berani menurungkan bendera RDTL di palacio do Governo, ternyata mayor atang dan anak buahnya yang berani menurungkan bendera dan om sayalah yang berani menghabisi mereka. Setelah menembak om saya langsung ke gunung dan melapor ke komandan Nicolau bahwa tugasnya selesai. Jadi mayor atang dan anakbuahnya ditugaskan untuk mengibarkan bendera MP, om saya ditugaskan untuk menembak.
-
Waridi Sedihh