Freeport VS Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 atas perubahan keempat pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, peraturan tersebut berisikan tentang perusahaan tambang diperbolehkan melakukan ekspor apabila telah memenuhi sejumlah syarat, agar bisa melakukan ekspor mineral olahan. Syarat tersebut yaitu komitmen untuk membangun smelter atau fasilitas pengolahan dan pemurnian, divestasi saham sebesar 51% seperti yang tercantum pada PP Nomor 1 Tahun 2017 pasal 97 ayat 2 dimulai dari tahun keenam 20% lalu tahun ketujuh 30% kemudian tahun kedelapan 37% dan tahun kesembilan 44% lalu pada tahun kesepuluh baru menyentuh angka 51% dari total saham, dan status izin usaha Kontrak Karya (KK) berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan jangka waktu paling cepat 5 tahun sebelum waktu izin usaha selesai dengan ketentuan ekspor diberikan dalam jangka waktu tertentu, selama 5 tahun sampai tanggal 12 Januari 2022. Namun, jika perusahaan melakukan pemurnian dalam jangka waktu 5 tahun, maka tidak perlu melakukan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 diterbitkan agar meningkatnya percepatan pendapatan negara serta hilirisasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan manfaat kepastian usaha terjamin sesuai dengan masa operasi, mendorong percepatan pembangunan smelter, peningkatan harga jual produk mineral yang diolah dan/atau dimurnikan, menambah lapangan kerja dari pengolahan dan pemurnian serta peningkatan peran negara/nasional dalam pengusahaan pertambangan.
Pada tanggal 25 Januari, PT Freeport Indonesia yang berinduk pada PT. Freeport McMoran, Amerika Serikat ingin mengubah kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) maka, pada tanggal 10 Februari terbitlah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia. Namun ketidaksepakatan yang terjadi antara pihak pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia tak terelakkan, mulai dari pemerintah Indonesia menginginkan PT Freeport Indonesia merubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bertujuan untuk melakukan ekspor dengan kebijakan fiskal yang sesuai dengan prevailing. Lalu tanggal 16 Februari, PT Freeport Indonesia telah mengajukan permohonan ekspor yang dilampirkan dengan pakta integritas, karena PT Freeport Indonesia tidak bisa menerima Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika tidak disertai dengan perjanjian stabilitas untuk memberi kepastian hukum dan fiskal. Lalu ketika pihak PT Freeport Indonesia telah bersedia merubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), PT Freeport Indonesia pun menuntut ketentuan fiskal berlaku sama dengan status sebelumnya.
Persoalan kedua adalah masalah divestasi, Pemerintah Indonesia meminta PT Freeport Indonesia melakukan divestasi saham sebesar 51% sesuai dengan peraturan pemerintah, namun dari pihak PT Freeport Indonesia sendiri hanya menyetujui divestasi saham sebesar 30% sesuai peraturan lama Kontrak Karya (KK) sejak tahun 1991. Persoalan ketiga, Pemerintah Indonesia menegaskan kepada PT Freeport Indonesia untuk membangun smelter sesegera mungkin dengan syarat yang PT Freeport Indonesia berikan, yaitu adanya perpanjangan kontrak operasional setelah tahun 2021 sampai tahun 2041. Sementara dari pihak PT Freeport Indonesia sudah setuju untuk membangun smelter sampai saat ini, rencana lokasi pembangunan smelter antara di PT PG atau Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur,
Sementara itu, PT Freeport Indonesia akan memberlakukan PHK sebanyak 10% dari jumlah 32 ribu pegawainya, akibat lumpuhnya aktivitas ekspor karena terbentur status izin usaha. Pemerintah Indonesia pun mengharapkan PT Freeport Indonesia tidak melakukan PHK tersebut, apalagi terhadap 4 ribu rakyat Papua yang menjadi pegawai di sana. Kedua belah pihak pun telah melakukan perundingan untuk menemukan solusi, namun jika dalam rentan waktu 120 hari belum juga menemukan hasil, maka pihak PT Freeport Indonesia akan membawa masalah ini ke jalur peradilan luar negeri atau arbitrase. Akan tetapi, Menurut Komisaris PT Freeport Indonesia, Marzuki D. mengungkapkan bahwa mengacu pada ketentuan kontrak karya, hal ini baru sebagai nota abritase untuk pemerintah.
Referensi
Anonim. 2017. “Ini Enam Pokok Point Penting PP Nomor 1 Tahun 2017”. (http://www.esdm.go.id/index.php/post/view/Ini-Enam-Pokok-Point-Penting-PP-Nomor-1-Tahun-2017/, di unduh pada tanggal 01 Maret 2017, Pukul 23.20 WIB)
Gumelar, G. 2017. Rentetan Masalah yang Mengadang Freeport. CNN Indonesia. Jumat, 24 Februari 2017
Naelufar, D. 2017. Sengketa Status Kontrak Freeport. Liputan6. Jumat, 24 februari 2017
Direktur Jendral Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono
Komisaris PT Freeport Indonesia, Marzuki D.
Editor: Intan Fatona