Pengaruh Kebijakan “Larangan Muslim” terhadap Impor Minyak Amerika Serikat

 

Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump memenuhi janji kampanyenya untuk menghentikan ancaman teroris melalui keputusan eksekutifnya dengan melarang sementara imigran dari 7 negara Muslim, yaitu Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman. Pelarangan yang diberlakukan dengan tujuan untuk menghentikan ancaman terorisme di Amerika Serikat, merefleksikan bagaimana Trump beranggapan bahwa imigran adalah penyebab utama terorisme.

           Dari kebijakan “Larangan Muslim” tersebut, muncul pertanyaan yang cukup krusial, yaitu adakah kemungkinan hal ini dapat mempengaruhi suplai minyak Amerika Serikat; mengingat Irak dan Libya termasuk dalam OPEC—organisasi negara-negara pengekspor minyak. Dapat dilihat pada tabel berikut bahwa meskipun AS dapat memproduksi minyak dalam wilayahnya sendiri, ia juga tetap bergantung terhadap ekspor yang berasal dari negara-negara Timur Tengah terutama di wilayah Teluk Persia.

Impor Minyak Mentah dan Produk Petroleum Amerika Serikat dari Negara Teluk Persia (ribu barel)

Tahun Jumlah
2010 624,638
2011 679,403
2012 789,082
2013 733,325
2014 684,235
2015 549,906

Sumber: U.S. Energy Information Administration

            Impor minyak dari wilayah tersebut sangat krusial bagi Amerika Serikat, mengingat Arab Saudi adalah importir minyak terbesar pertama dari wilayah Teluk Persia, diikuti oleh Irak, Kuwait, Libya Qatar, dan Uni Emirat Arab.

Impor Minyak Mentah dan Produk Petroleum Amerika Serikat dari Negara Teluk Persia (ribu barel)

Negara 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Arab Saudi 400,127 436,020 499,595 484,934 425,769 386,505
Irak 151,619 167,690 174,080 124,403 134,642 83,726
Kuwait 71,782 69,890 111,586 119,608 113,620 74,568
Libya 25,595 5,542 22,281 21,407 2,352 2,565
Qatar 291 2,158 2,001 2,509 3,437 2,936
Uni Emirat Arab 819 3,645 1,217 1,212 4,912 1,305

Sumber: U.S. Energy Information Administration

          Hubungan diplomatik Amerika Serikat dengan negara Timur Tengah akan semakin renggang dengan kebijakan “pelarangan muslim” ini. Iran telah memutuskan untuk berhenti menggunakan mata uang USD dan turut memblokir kunjungan warga negara Amerika Serikat dari negaranya. Pengaruh Amerika Serikat di wilayah tersebut pun akan terancam. Konsekuensi yang Amerika Serikat akan hadapi tentunya sulit untuk diterka. Namun, sangatlah bijak apabila para pemimpin Amerika Serikat secara tekun menganalisa kemungkinan-kemungkinan terburuk yang memiliki potensi untuk terwujud, dan menggunakan hasil analisis tersebut sebagai aset dalam pembentukan dan pengembangan kebijakan-kebijakan anti-terorisme. Setidaknya, untuk mencegah krisis minyak dalam Amerika Serikat.

Sumber:

Dominic Dudley, 2017, Iran to Ditch the Dollar in Wake of Trump’s ‘Muslim Ban’, http://www.forbes.com/sites/dominicdudley/2017/01/30/iran-to-ditch-dollar/#16471275676d

U.S. Energy Information Administration, U.S. Imports from Persian Gulf Countries of Crude Oil and Petroleum Products (Thousand Barrels). https://www.eia.gov/dnav/pet/hist/LeafHandler.ashx?n=pet&s=mttimuspg1&f=a

U.S. Energy Information Administration, U.S. Total Crude Oil and Products Imports https://www.eia.gov/dnav/pet/pet_move_impcus_a2_nus_ep00_im0_mbbl_a.htm

Nur Yasmin