Kegalauan Sang Negarawan

            

          Seorang negarawan adalah seseorang yang mampu menyejukkan suasana bangsa di setiap perkataan, perbuatan maupun cuitannya di media sosial. Biasanya mereka yang disebut negarawan adalah para pejabat tinggi negara yang memiliki keteladanan baik, tak terkecuali sosok mantan presiden. Di tahun 2017 ini, beberapa kali Presiden Republik Indonesia ke- 6 Susilo Bambang Yudhoyono mencurahkan isi hatinya di media sosial Twitter pribadinya. Beberapa tweet itupun menjadi perhatian netizen karena berisi curhatan dari sang mantan presiden yang mengkritik pemerintah berkuasa saat ini, tak hanya itu, beberapa pihak menilai curhatan itu tak sepantasnya dilakukan oleh seorang mantan presiden.

            Pada 20 Januari 2017 lalu, SBY juga mengeluhkan soal kondisi Indonesia via Twitter. “Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar hoax berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? SBY,” cuit SBY. Cuitan itu menjadi viral lantaran publik melontarkan beragam tanggapan. Dari twit tersebut, jelas sekali bahwa cuitan itu ditujukan untuk pihak Istana. Seiring ramainya pemberitaan tentang pemberantasan berita Hoax yang beberapa waktu terakhir merebak seiring bergulirnya Pilkada Serentak 2017, SBY justru menuduh Istana secara blak-blakan sebagai dalang merebaknya berita hoax. Tentu hal ini menjadi konsumsi publik yang tak baik. Pertama, dengan terpostingnya cuitan ini, ketidak harmonisan hubungan SBY dan Presiden Jokowi menjadi konsumsi publik yang bisa saja berkembang menjadi spekulasi yang liar.

            Kedua, tak seharusnya konflik baik pribadi maupun secara politik antara dua negarawan menjadi konsumsi khalayak ramai, termasuk curhat terbuka di media sosial untuk menyerang pihak yang sedang berkuasa. Kicauan SBY di twitter pribadinya justru memicu polemik baru dan memanaskan suhu politik negeri ini, apalagi secara frontal menyerang Istana. Ada baiknya sang negarawan adalah seorang yang membawa kedamaian dan kesejukan disetiap perkataan maupun perbuatan yang dipertontonkan didepan publik, apalagi seorang mantan presiden, sangat disayangkan apabila buntut dari postingan itu seolah SBY terkesan berlebihan dan tak seharusnya. Apalagi jika dilihat tanggapan netizen terkesan sinis, jika sang negarawan bisa menempatkan dirinya sebagaimana mestinya maka respon negatif rasanya akan jarang didapat.

          Kemudian, langkah SBY yang mengadakan konferensi pers sebagai klarifikasi atas disebutnya namanya dalam sidang kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok yang melibatkan Ma’ruf Amin sang ketua Majelis Ulama Indonesia, SBY kemudian mengadakan konferensi pers dan mengatakan bahwa ia disadap, lalu hal yang sangat klise adalah ketika SBY “curhat” terbuka bahwa ia ingin bertemu dengan Presiden Jokowi untuk blak-blakan atas segala tuduhan yang selama ini dialamatkan pada dirinya. Tak kalah kontroversial dalam permintaan terbukanya ini, SBY menyebut bahwa selama ini ia sulit bertemu Presiden karena dihalangi oleh beberapa orang di lingkaran Istana. Seorang negarawan tak seharusnya mempublikasikan hal hal yang seharusnya menjadi konsumsi intern dan orang disekitar SBY. Rakyat tak perlu disuguhi pertentangan elit politik, lebih baik pertontonkanlah kerukunan sebagai pesan sejuk bagi seluruh rakyat Indonesia.

            Sikap “playing victim” yang diperlihatkan SBY tak patut di tiru oleh para petinggi negeri, apalagi pertentangan elit politik sebaiknya dikomunikasikan dengan tertutup dibelakang layar, apalagi sebagai seorang mantan presiden, rasanya tidaklah sulit bagi beliau untuk mengadakan komunikasi dengan Presiden Jokowi baik secara informal maupun formal dengan mengikuti prosedur yang ada. Publik perlu kesejukan iklim politik guna terciptanya stabilitas ekonomi dan keharmonisan dalam bermasyarakat. Apalagi, situasi masyarakat saat ini sangat dinamis, intoleransi menyebar diberbagai titik seiring bergulirnya Pilkada Serentak 2017. Salah satu yang paling panas adalah Pilkada DKI Jakarta. Selain karena Jakarta merupakan ibukota sekaligus etalase Indonesia, namun 2017 ini Pilkada DKI disebut Pilkada rasa Pilpres. Kontestasi antar kandidat sampai isu SARA menjadi bumbu bumbu Pilkada di Ibu Kota. Isu Agama menjadi isu paling panas yang menyerang salah satu kandidat.

            Dalam korelasinya dengan SBY, salah satu kandidat Pilgub DKI kali ini, Partai Demokrat mengusung putranya, Agus Harimurti Yushoyono sebagai Cagub berpasangan dengan Sylviana Murni yang merupakan Birokrat senior di Pemda DKI. Banyak pihak termasuk lawan politik, beberapa pengamat  serta sejumlah netizen berspekulasi bahwa cuitan SBY adalah bentuk kampanye untuk mendulang simpati publik untuk kemudian menjatuhkan pilihan pada anaknya, pasangan nomor 1. Namun jika memang itu adalah motif politik SBY, nampaknya publik tidak merespon sesuai harapan, tak jarang justru kicauan sang mantan Presiden menjadi bahan olok olok netizen di sosial media.

            Sudah selayaknya seorang negarawan mempertontonkan kerukunan, membawa pesan damai dan memberikan kesejukan bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan malah menciptakan konflik baru yang akan memecah belah persatuan bangsa. Ada baiknya, seorang mantan presiden setelah purna dari tugasnya, tidaklah menjadi ketua partai politik. Hal ini perlu karena sebagai seorang mantan presiden, ia adalah negarawan. Negarawan bukanlah politisi dan sangat bertentangan dengan sikap sikap seorang politisi melainkan seorang yang menjadi tauladan dan menyampaikan pesan positif bagi masyarakat.

Referensi

Kamus Besar Bahasa Indonesia “negarawan”. Retrieved from http://kbbi.web.id/negarawan

Tempo (2017, February 6), Rumah ‘Digrudug’ Ratusan Orang, SBY Curhat di Twitter , retrieved from https://m.tempo.co/read/news/2017/02/06/078843524/rumah-digrudug-ratusan-orang-sby-curhat-di-twitter

Firda Amalia Rahmadhani