Makna Simbolik Bangunan Vihara

Vihara adalah tempat ibadah untuk para pemeluk agama Budha. Dulu, vihara adalah tempat dimana biksu tinggal, berkumpul, belajar, dan beribadah. Pada zaman sekarang, agama budha lebih bercampur dengan ajaran Konghucu, karena itu vihara berfungsi sebagai pusat kegiatan agama dan kebudayaan. Kegiatan di vihara biasanya yaitu berdoa, meditasi, dan membaca “paritta”.

Arsitektur vihara bisa di bilang identik dengan kelenteng. Tetapi sebenarnya fungsi vihara dan kelenteng berbeda. Perbedaan nya adalah vihara merupakan tempat ibadah khusus umat budha dan kelenteng merupakan tempat ibadah untuk penganut Tridharma atau tiga agama yaitu Konghucu, Taoisme, dan Budha. Selain itu, perbedaan vihara dan kelenteng adalah vihara biasanya diurus oleh perempuan dan kelenteng biasanya diurus oleh laki-laki.

Di arsitektur vihara, vihara biasanya memiliki ciri-ciri yang sama dalam warna, interior, suasana, elemen pembentuk ruang, dan elemen estetika. Dalam warna, vihara biasanya warna yang paling mendominasi yaitu warna merah yang berarti kegembiraan dan bersifat mengundang dan juga warna emas yang berarti tertinggi. Dalam interior, biasanya vihara memiliki interior yang bercorak budaya cina seperti penonjolan struktur, konstruksi atap menggunakan balok kayu, dan ukiran-ukiran yang menggambarkan simbol-simbol tertentu.

Dalam suasana, vihara memiliki ruangan penyembahan yang memberi kesan religious dengan bau asap dupa atau hio, sebuah batang merah yang berfungsi untuk menenangkan dan mengukur waktu dengan ada juga kepercayaan bahwa membakar hio akan mengusir hawa yang negatif dan untuk menyembah atau meminta pertolongan pada dewa-dewi dengan segera. Dalam elemen pembentuk ruang, dinding pada vihara biasanya memiliki gambar atau relief dewa-dewi yang disembah atau gambar lain yang mempunyai makna. Dalam elemen estetika, vihara biasanya terdapat patung-patung hewan yang di percayai mempunyai kekuatan. Hewan itu sebagai contoh adalah naga, singa, dan lain-lain.

Di Indonesia ada beberapa vihara yang bersejarah, unik, dan dikenal sebagai tempat wisata religi. Sebagai contoh adalah Vihara Buddhagaya Watu Gong dari Kota Semarang. Vihara ini dipercaya sebagai vihara pertama di Indonesia yang dibuat sekitar tahun 1950 setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Vihara ini juga memiliki dua bangunan utama yaitu Gedung Dhammasala dan Pagoda Avalokitesvara, serta beberapa monumen lainnya.

Di vihara Buddhagaya Watu Gong, Pagoda Avalokitesvara adalah salah satu bangunan yang paling khas dengan mempunyai warna merah dan kuning yang khas budaya cina, patung Bodhisattva Avalokiteshvara yang berdiri kokoh menghiasi interior pagoda, dan mempunyai rekor sebagai pagoda yang tertinggi di Indonesia dengan tinggi 45 meter. Pagoda ini biasanya digunakan untuk melakukan ritual Tjiam Shi. Sebuah ritual untuk mengetahui nasib manusia.

Selain vihara Buddhagaya Watu Gong dari Kota Semarang, ada vihara tertua di Banten yaitu Vihara Avalokitesvara. Dipercayai kalau vihara ini adalah vihara yang sudah dibangun sejak abad ke-16 dan dikatakan berkemungkinan Sunan Gunung Jati lah yang membangun Vihara Avalokitesvara untuk istrinya, yang berketurunan kaisar Tiongkok, ada juga kemungkinan vihara ini di bangun pada masa emas kerajaan Banten yang saat itu dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Vihara ini juga memiliki ciri khas warna merah dengan elemen estetika nya tiang batu yang berukir naga dan terdapat patung dewa-dewi.

Dengan keunikan dan bersejarahnya vihara-vihara di Indonesia, banyak vihara yang dijadikan tempat wisata religi. Vihara terbuka untuk umum untuk dinikmati estetikanya dan juga tentu saja sebagai tempat beribadah bagi umat nya.

Referensi: