Future Business Opportunity in Post-pandemic Era With Sustainable Denim
Future Business Opportunity in Post-pandemic Era With Sustainable Denim
Business in Post-pandemic Era
Pada hari Selasa, 13 April 2021 pukul 13:00 WIB, Binus kedatangan beberapa pembicara dari Humber Institute of Technology & Advance Learning Canada, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan pembicara dari Binus University sendiri untuk mengadakan seminar kepada mahasiswa yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Pada hari kedua, seminar ini membahas mengenai Future Business Opportunity in Sustainable Denim dan Business in Post-pandemic Era dengan moderatornya yang diperankan oleh Ibu Ratna Dewi Paramita, M.A. dari Binus University.
Seminar ini diawali dengan pembukaan yang dibawakan oleh Ibu Ratna sebagai moderator. Ibu Ratna menjelaskan secara singkat mengenai efek yang terkena bisnis dalam situasi pandemik ini dan menjelaskan bagaimana kesempatan bisnis untuk kedepannya. setelah itu, diputarkan lagu Indonesia Raya untuk membangkitkan semangat para penonton.
Setelah pembukaan, dilanjutkan oleh dua profesor international speaker dari Humas Institute of Technology, yaitu Prof. Rossie Kadiyska, MBA, LLM, M.Sc. dan Prof. Vladimira Steffek, Ph.D., MBA, MFA. Ibu Rossie membawakan topik mengenai Situasi bisnis dibidang fashion disaat situasi pandemik, informasi mengenai statistik yang terkait bidang fashion dengan covid, peluang denim di masa depan, berbagi cerita sukses dari beberapa teman yang bisa di ambil manfaatnya.
Seperti yang kita ketahui, situasi ekonomi Indonesia saat pandemik cukup memprihatinkan. Tetapi dalam konteks perusahaan fashion, sekitar 32 perusahaan seperti Chanel, Prada, dan Ralph Lauren mencoba untuk mempertahankan statistik ekonomi mereka dari situasi pandemik.
Berikut statistik perkiraan hasil penjualan dari ritel e-commerce sedunia tahun 2019-2024 jika tidak ada pandemik Covid-19. Diperkirakan juga perkembangan dalam fashion market sebesar 10.3% sampai tahun 2023.
Salah satu pendorong utama pasar ini adalah adopsi manufaktur berkelanjutan. Hal ini lebih difokuskan pada SDGs 8 dan SDGs 12, dimana SDGs 8 mengenai “decent work and economic growth” dan SDGs 12 mengenai “responsible consumption and production”.
Kemudian diambil alih oleh Prof. Vladimir. Ibu Vladimir akan menjelaskan mengapa kain denim menjadi kain yang paling disukai dan bagaimana kain denim dapat menjadi potensial industri kedepannya serta perusahaan perusahaan yang telah mengambil selangkah lebih maju dari yang lain.
Denim merupakan bahan terfavorit di dunia, bahkan pembeli dari U.S sendiri telah membeli sekitar 450 miliar celana jeans tiap tahunnya. Bahkan jika dibandingkan dengan celana bahan lainnya, denim dapat bertahan selama beberapa tahun dan akan menjadi lebih bagus bahannya seiring waktu.
Perusahaan di Kanada telah mengambil selangkah lebih maju dalam berinovasi. Mereka dapat mendaur ulang hampir 100% dari limbah air dan kain denim yang telah terpakai. Ada juga beberapa perusahaan yang menggunakan bahan organik 20% seperti kapas dalam pembuatan celana denim tersebut.Contoh beberapa perusahaannya seperti MUD Jeans Circular dari The Netherlands, Nudie Jeans Co dari Sweden, Boyish Jeans dari United States, dan Saitex dari Vietnam.
Ibu Vladimira mengakhiri topiknya dengan sebuah Quotes.
“Clothing is not disposable. Every waste is an investment. Together we can make a difference”.
Kemudian, acara webinar dilanjutkan oleh Ibu Desideria Cempaka Wijaya Murti, S.Sos., M.A. PhD dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan topik “Perkembangan Media Digital dan Bisnis Pariwisata di tengah Pandemi Global”. Dengan adanya pandemi global saat ini, sekitar 850 juta turis kehilangan pendapatan ekspor dari bidang pariwisata yang memiliki resiko sangat tinggi. Pihak pariwisata harus memberikan inovasi baru agar bidang ini dapat terus bertahan baik di masa pandemi, seperti misalnya memberikan trip keluarga dengan menggunakan teknologi yang dilakukan secara virtual namun tetap terasa seperti berwisata.
Secara tidak langsung, Kita hidup di dunia VUCA, apa itu VUCA. VUCA adalah Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity. Namun cara untuk menghindari VUCA ini juga dengan menggunakan VUCA itu sendiri yaitu Visionary, Understanding, Clarity, and Aglility. Dengan adanya media digital membuat banyaknya perubahan di bidang pariwisata seperti halnya 49% wisatawan akan lebih menggunakan media sosial jika memiliki WiFi saat berpergian, 88% responden akan membawa perangkat seluler yang memiliki WiFi saat berpergian, 68% wisatawan asing akan menggunakan perangkat seluler untuk menghubungi teman atau keluarga, hampir 50% wisatawan akan mengunduh aplikasi yang berkaitan dengan travel saat berwisata, dan hampir ⅓ wisatawan akan membagikan konten wisata ke teman atau kerabat yang dirasa akan senang melihatnya. Dari sini, kita dapa melihat seberapa besar peran media sosial dalam kehidupan kita.
Travelxism telah melakukan beberapa eksperimen virtual tour, salah satunya ialah di Hiroshima, Jepang. Beberapa benefit yang dapat diperoleh ialah belajar mengenai kultur luar negeri, koneksi dari dalam, berada di tempat lain namun tidak pergi kemana-mana, dan interaksi pemahaman lintas budaya. Dalam percobaan kami, virtual tour merupakan pengganti teaser namun juga bisa menjadi proses pertukaran dengan cara yang mendidik
Pada akhirnya, Ibu Desideria memberikan kita quotes panjang yang berbunyi, “There was an important job to be done and everybody wished you’re that somebody would do it. Anybody could have done it, but nobody did it. Somebody got angry about that because it was everybody’s job. Everybody thought anybody could do it but nobody realized that everybody couldn’t do it. It ended up that everybody blamed somebody when nobody did what anybody could have.”
No one took responsibility so nothing got accomplished, if not you then who?
Kemudian, dilanjutkan oleh Dr. Ford Lumban Gaol, S.Si., M.Kom. yang berasal dari Universitas Bina Nusantara membawakan topik mengenai Bisnis di era pandemi. Beberapa sektor terpukul sangat parah termasuk pariwisata dan dominan adalah UKM (Usaha Kelas Menengah) dan juga untuk pariwisata internasional. Dampak COVID-19 pada sektor pariwisata belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh Asia, akun pariwisata rata-rata 4,4% dari GDP, 6,9% dari pekerjaan, dan 21,5% dari ekspor jasa tetapi lalu lintas udara penumpang diperkirakan turun 55% pada tahun 2021.
Di beberapa negara, langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi krisis ialah pengukuran dan informasi kesehatan, penangguhan pembayaran dan redundansi sementara, meningkatkan akses ke kredit untuk UKM (pinjaman dan jaminan), ketentuan subsidi upah, dan kebijakan struktural (eksplorasi, internalisasi, digitalisasi)
Perusahaan perlu mengambil lima langkah kunci untuk berkomitmen pada program penemuan kembali sekarang seperti menempatkan orang sebagai yang pertama, membuat desain ruangan yang berguna dan memastikan lingkungan kerja yang kondusif dan aman, menyelesaikan secara bertahap dan mendesain ulang untuk bisnis sebagai hal yang tidak biasa, berkomitmen pada struktur biaya secara elastis, dan bersiaplah di masa depan untuk generasi berikutnya. Ada beberapa prioritas ke depan seperti akses, keberlanjutan, dinamisme bisnis, bergerak menuju respons struktural.
Kemudian, acara international webinar hari kedua ini diakhiri dengan QnA kepada para guest speakers dan ditutup oleh sesi foto bersama.