Kisah Inspiratif Pemilik Indomie
Siapa yang ga kenal Indomie? Makanan sejuta umat di Indonesia bahkan di dunia. Miskin maupun kaya suka makan Indomie karena rasanya yang enak dan juga murah. Atau mungkin kamu juga familiar dengan berbagai merk seperti Supermie, Indomilk, Pop Mie, Cheetos, Lays, dll? Nah semua itu ternyata milik pengusaha bisnis produk makanan di Indonesia, yaitu Group Salim.
Bisnis Salim Group tidak hanya berada disektor pangan namun juga perbankan. Salim Group pernah menjadi pengendali saham Bank BCA, bank swasta terbesar di Indonesia. Sebagai konglomerasi bisnis, Salim Group tersebar di hampir semua sektor mulai dari ritel, otomotif, jalan tol, properti, telekomunikasi, perkebunan, dan sebagainya. Kerajaan bisnis Salim bermula dari perdagangan yang dijalankan oleh Sudono Salim. Bisnis pertamanya, yakni jual beli cengkeh. Dulu, Sudono Salim hanyalah seorang buruh pabrik tahu dan kerupuk di Kusud. Bahkan sebelum sampai di Kudis, ia sempat jadi gelandangan selama 4 hari di Surabaya.
Memiliki semangat untuk bisa menjadi pribadi yang sukses, ia tidak puas hanya dengan menjadi seorang buruh. Sembari bekerja, beliau berusaha mencari inspirasi bisnis yang mungkin untuk dijalankan pada saat itu. Hingga pada akhirnya Sudono Salim melihat bahwa perdagangan cengkeh serta tembakau sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Sudono Salim mendapatkan modal bisnis dari mertuanya yang dikenal sebagai salah satu saudagar ternama di Kudus. Dari modal itulah Sudono Salim mampu mengikuti jejak sang mertua menjadi bandar cengkeh yang disegani di kota Kudus hanya dalam kurun waktu 1 tahun saja. Rahasianya adalah Sudono Salim mampu bekerjasama dengan supplier cengkeh asal Sumatera sampai Sulawesi. Terlihat dari tkat tersebut Sudono memiliki sifat yang gesit dan mampu melihat peluang bisnis hingga membuatnya bisa menjadi seorang pengusaha ternama. Meski modal yang dimiliki adalah pemberian dari mertua, ia dapat mengembangkannya dengan sebaik mungkin hingga bisnis yang dikelolanya bisa segera meroket. Namun tentunya tidak ada pengusaha sukses yang tidak pernah bangkrut. Sudono Salim harus mengalami pengalaman pahit karena bisnis yang dikelolanya tersebut bangkrut. Bukan dari kesalahannya sendiri. Bisnis cengkeh tersebut bangkrut karena adanya invasi dari pihak Jepang yang membuat hampir semua kegiatan masyarakat Indonesia menjadi terhenti. Ya! Sudono Salim sudah menjadi pengusaha sejak zaman penjajahan. Sudah dipastikan ini merupakan zaman-zaman yang sulit menjadi pengusaha. Alhasil Ia pun harus kembali mencari solusi usaha lain dalam selang waktu 3 tahun dari penjajahan Jepang tersebut. Pada tahun 1945, pasca kemerdekaan Indonesia, intuisi bisnis Sudono Salim kembali diuji. Ia berusaha mencari peluang di sisi lain yang mampu mengembalikan masa kejayaannya. Melihat bangsa Indonesia yang masih berjuang melawan Belanda yang ingin berkuasa kembali, Ia memutuskan untuk berbisnis kebutuhan logistik, kebutuhan medis, hingga persenjataan bagi tentara pejuang. Tak berhenti sampai di situ, setelah bisnis logistik yang dikelola mulai berkembang, Sudono Salim atau usaha lain di bidang produksi sabun dan produk yang dibutuhkan oleh tentara, khususnya anggota TNI Angkatan Darat. Insting bisnis tersebut tentu berada di luar nalar masyarakat awam karena jelas saja waktu itu keadaan kacau sekali namun ia mampu melihat peluang bisnis yang menjanjikan. Hingga pada tahun 1950 an Sudono Salim membuka bisnis baru di bidang perbankan dan memfokuskan layanan pada pemberian pinjaman kredit. Ide bisnis ini juga muncul karena Sudono Salim membaca keluhan masyarakat yang tidak mampu membeli barang yang dijual dengan cara tunai. Inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Bank Central Asia di tahun 1960 dan ini dikenal dengan nama BCA. Setelah kinerja BCA dapat dikatakan mapan ia kembali mencari ide usaha lain yang cemerlang. Mengetahui bahwa masyarakat Indonesia terlalu bergantung pada kebutuhan nasi, Sudono Salim mulai mengembangkan bisnis tepung terigu. Nah, tepung terigu merk Bogasari ada sebagai upaya mengurangi konsumsi publik akan produk nasi. Kepemilikan beberapa perusahaan oleh Group Salim menggerakkannya untuk membentuk sebuah perusahaan utama yang diberi nama Salim Group Indonesia.
Berusia senja ditambah dengan kondisi Indonesia yang mengalami krisis moneter tahun 1998, Sudono Salim memutuskan untuk mewariskan bisnisnya kepada sang anak, Anthoni Salim. Anthoni memiliki tantangan yang sangat besar pada awal mulanya ia menjadi pemegang utama di grup. Pasalnya, pasca krisis moneter di indonesia tersebut berada di ambang kebangkrutan karena memiliki hutang yang gak main-main mencapai 55 Triliun Rupiah. Dampak krisis moneter cukup dahsyat karena dapat membuat sebuah perusahaan raksasa untuk gulung tikar. Namun Anthony Salim selaku pemilik dari salib grup juga mewarisi insting bisnis seperti sang ayah. Sebagai upaya untuk melunasi hutang tersebut, Anthony Salim rela untuk melego atau melepaskan sejumlah saham pada beberapa subsidiary Salim Group seperti BCA, Indocement,dan juga Indomobil. Keputusan ini terbukti dapat menyelamatkan Salim Group beserta sejumlah anak perusahaannya dari ambang kebangkrutan. Di bawah kepemimpinan Anthony Salim dalam mengelola Salim Group, Indofood dan Bogasari berhasil digadang-gadang sebagai produsen mie instan dan tepung terbesar yang tak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Terbukti, Indomie sudah sampai ke Afrika Selatan. Bahkan orang-orang Afrika sangat gemar makan Indomie. Hal ini tentu menjadi bukti nyata bahwa masa kejayaan Salim Group telah kembali hingga saat ini. Bahkan, sama halnya keputusan yang dilakukan sang Ayah, Anthony Salim juga mulai mengembangkan bisnis di sektor yang berbeda. Kini Salim Group telah menjadi salah satu perusahaan raksasa dan paling berpengaruh di Indonesia.
Nah Partner Muda… mendengar kisah inspiratif di atas emang bener ya kalau pengusaha itu harus jadi “gila” dulu ya. Karena Group Salim bisa bertahan walaupun di saat krisis perang dan krisis moneter sekalipun. Bagaimana, apakah kamu tertarik menjadi pebisnis?