Kisah Cinta Sejati

Bulan Februari identik dengan bulan kasih sayang karena tanggal 14 Februari diperingati sebagai hari Valentine. Banyak kisah-kisah romantis populer, seperti Romeo dan Juliet karya William Shakespeare, Sampek Engtay dari tirai bambu (China), Shah Jahan dan Mumtaz Mahal dari India. Ternyata, ada juga kisah romantis di dalam Buddhis. Mungkin, tidak banyak yang tahu tentang kisah cinta antara Sumedha dan Sumittha. 

Pada suatu zaman yang tidak diketahui seberapa jauh jarak waktu tersebut hingga saat ini, hiduplah seorang pemuda yang bernama Sumedha. Dia terlahir di keluarga yang kaya raya. Walaupun hidupnya bergelimang harta, dia tidak serakah. Bahkan, Sumedha menyumbangkan sebagian besar harta warisan dari kedua orang tuanya kepada orang lain dan memutuskan untuk bertapa di hutan. Dalam waktu singkat, Sumedha mencapai kesucian dan mendapatkan kesaktiannya berkat bakat dan dedikasinya.

Suatu hari, Sumedha terjaga karena kebisingan yang dibuat oleh warga dusun yang tinggal di dekat pondok pertapaanya. Dia diberitahukan oleh seorang warga dusun bahwa Sang Buddha Dīpaṅkara akan mengunjungi kotaraja Divāpati, kota tempat mereka tinggal. Hal ini membuat sang pertapa menjadi antusias untuk menemui dan menghormat kepada Yang Mulia Bhagavan Dīpaṅkara. 

Esok harinya, sebelum Sumedha pergi menemui Sang Bhagavan, dia ingin mencari bunga yang biasa ditawarkan oleh para pedagang di kota itu. Akan tetapi, barang yang dicari oleh sang pertapa tidak ada dan dia mulai gelisah. Tiba-tiba, Sumedha bertemu perempuan yang sangat cantik. Perempuan itu bernama Sumittā. Keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama saat mereka saling bertatapan. 

Lalu, mereka pun berbincang-bincang. Sumedha bertanya pada Sumittā tentang harga teratai yang dipegang oleh perempuan itu. Sumedha berniat untuk menukar beberapa kuntum bunga dengan 500 purāṇa (koin emas) sesuai dengan harga yang dibeli oleh Sumittā. Sumittā menerima tawaran Sumedha dengan syarat menjadi suaminya. Tentu saja sang pertapa muda tersebut menolak karena Sumedha ingin menjadi sosok anuttarā samyak-saṃbodhi. Sumittā menanggapinya dengan tidak akan pernah menghalagi keinginan Sumedha. Pada akhirnya, mereka sepakat dengan komitmen masing-masing.

Setelah menerima bunga teratai tersebut, Sumedha ingin melontarkan bunga yang dipegangnya kepada Sang Bhagavan. Namun ajaibnya, bunga itu malah melayang melingkar di sekitar kepalanya. Seketika Sumedha menjatuhkan dirinya dan membentangkan rambutnya ke tanah berlumpur yang akan dilintasi oleh Sang Buddha dan para pengikutnya. Tiba-tiba, Sumedha berubah pikiran dan ingin menjadi seperti sosok Sang Buddha.

Sang Bhagavan duduk di singgasana yang telah disediakan setelah menerima semua persembahan dari sang raja beserta segenap rakyatnya. Buddha Dīpaṅkara, Yang Tercerahkan Sempurna, yang hidup di kalpa yang penuh kejayaan, berkata kepada Sumedha bahwa Sumedha akan dikenal sebagai Buddha Gotama Yang Tercerahkan Sempurna setelah empat asańkheyya-kappa dan seratus ribu kappa. Lalu, Buddha Dīpaṅkara meramalkan tentang kehidupan yang akan dijalani oleh Sumedha dan Sumittā. Ramalan tersebut berisi : saat menjalani banyak kehidupan selanjutnya, Sumittā akan menjadi pasangan Sumedha kelak. Dalam kelahirannya yang terakhir, dalam usaha mencapai Pencerahan Agung, Sumittā akan menjadi siswa dari Sumedha dan menjadi Arahant.

Setelah itu, Sumedha dan Sumittā menjalani kehidupan yang tak terhitung banyaknya. Ada kalanya mereka hidup bersama, terkadang di kehidupan lain mereka berjalan sendiri-sendiri. Di kelahiran yang terakhir, Sumedha menjadi Siddhartha, sementara Sumittā menjadi Yasodharā. Saat mereka bertemu dan dua pasang mata saling bertemu, Siddhartha mengetahui bahwa selama dia melalui banyak kehidupan, dia tetap mencintai Yasodharā. Mereka berdua mengingat kembali tentang kehidupan sebelumnya, saat mereka masih sebagai Sumedha dan Sumittā. Yasodharā diminta untuk menjadi pengantin Siddhartha. Akhirnya, mereka menjadi sepasang suami istri untuk yang terakhir kalinya.

Untuk mewujudkan cita-citanya menjadi sosok Sang Buddha, Siddhartha meninggalkan segala hal yang menghalangi jalan menuju cita-citanya, termasuk istri dan anaknya. Kabar ini didengar oleh kakaknya Yasodharā, Devadatta dan memaksa adiknya untuk pulang dan menikah dengan laki-laki lain yang lebih bertanggung jawab. Yasodharā menolaknya karena hatinya hanya untuk Siddhartha dan tetap setia kepadanya. Sampai-sampai, dia melarang laki-laki lain untuk sekadar mencium aroma tubuhnya selain Siddhartha.

Enam tahun kemudian, kamar Yasodharā  dimasuki sebuah daun Bodhi berbentuk hati yang terbawa angin dan jatuh di atas barang-barang Siddhartha. Melihat ini, dia merasa Bahagia dan terharu karena dia tahu bahwa Siddhartha telah menjadi Buddha. Setelah Yasodharā bertemu dengan suaminya yang kini telah menjadi Buddha, dia menangis, menumpahkan seluruh kesedihannya dan kerinduaannya, sambil memeluk kedua kaki Buddha. Setelah itu, dia tertarik untuk memenuhi takdir spiritualnya dan menjadi salah satu dari siswi utama Sang Buddha. Di suatu waktu, Yasodharā mendatangi Sang Buddha dan memberitahukanNya bahwa usia Yasodharā akan berakhir pada hari itu. Lalu, dia berpamitan dan berterima kasih kepada Sang Buddha. Malam telah berlalu, dia pergi menuju Yang Tanpa-Kematian.

 

Sumber: https://dharmaprimapustaka.blogspot.com/2023/02/kisah-cinta-terbesar-sepanjang-masa.html?m=1