AI and Ethics:Navigating the Moral Implications of Automated Decision-Making
sumber:www.enterpriseai.news
Pesatnya kemajuan dalam bidang kecerdasan buatan (AI) menghadirkan tantangan serius terhadap esensi “kemanusiaan” itu sendiri. Konsep kemanusiaan tidak lagi terbatas pada dimensi biologis manusia, melainkan mencakup kompleksitas pemikiran dan kesadaran diri yang menjadi ciri khas manusia. Kesadaran diri, yang seringkali didorong oleh faktor-faktor non-rasional, memainkan peran krusial dalam tindakan manusia. Manusia tidak hanya dapat disederhanakan sebagai makhluk rasional, karena keputusan dan perilakunya seringkali dipengaruhi oleh aspek-aspek emosional seperti perasaan dan empati. Ini menjadi titik sentral perbedaan antara manusia dan mesin (Li, 2021). Di satu sisi, mesin menggunakan proses kognitif yang terutama didasarkan pada logika. Di sisi lain, manusia menjalani proses yang jauh lebih kompleks, yang melibatkan bukan hanya aspek kognitif, tetapi juga emosi, motivasi, identitas, dan interaksi sosial dalam merumuskan keputusan (Song, 2023).
Adanya integrasi yang semakin meluas dari kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai aspek kehidupan manusia telah menjadi fenomena yang signifikan. Mulai dari penggunaan AI dalam pemilihan lagu yang disesuaikan dengan preferensi individual hingga penerapan pada tingkat strategis dalam kebijakan perusahaan dan pemerintahan, teknologi ini telah mengubah fundamental cara kita berinteraksi dengan lingkungan. Namun, peran AI bukan sekadar sebagai alat bantu, melainkan sebagai agen yang secara progresif membentuk kebiasaan dan pola perilaku manusia. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang perubahan esensi kemanusiaan dalam konteks kemajuan teknologi yang terus berkembang. Dalam konteks keputusan yang semakin otomatis oleh AI, muncul tantangan etis yang substansial. Pengambilan keputusan yang vital, baik dalam ranah pribadi maupun organisasional, yang dipimpin oleh algoritma, memerlukan refleksi mendalam terhadap keadilan dan nilai-nilai moral yang mendasari tindakan tersebut. Dengan meningkatnya ketergantungan pada kecerdasan buatan, risiko dehumanisasi penciptanya menjadi semakin signifikan dan memerlukan evaluasi etis yang serius.
Menurut (Misnawati, 2023) menggunakan AI dengan tidak secara bijak hal tersebut sama dengan seseorang yang mengendarai mobil tanpa menginjak pedal rem. Hal tersebut akan memberikan efek kerugian bagi banyak pihak apabila terjadi kecelakaan. Oleh sebab itu, dalam pemanfaatan teknologi ini agar tidak bersinggungan terhadap etika manusia dalam pengambilan Keputusan dibutuhkannya peraturan serta regulasi yang memadari dalam menggunakan AI. Adapuh hal-hal yang dapat diterapkan dalam memanfaatkan AI agar sesuai dengan etika dalam proses pengambilan Keputusan adalah sebagai berikut:
- Pahami cara kerja AI yang digunakan agar dapat mengetahui batasa-batasan dan potensi kekurangan
- Manfaatkan AI dengan tujuan yang jelas serta hindari penggunaan yang merugikan.
- Mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari penggunaan AI terhadap orang lain serta lingkungan.
- Dilarang menyalahgunakan AI untuk tujuan yang tidak sesuai.
Sehingga, hal ini penting untuk digaris bawahi bahwa adanya kemajuan teknologi yaitu AI hanya berupa alat yang tidak dapat menggantikan kebijaksanaan dan etika dalam mengangambil Keputusan yang didalamnya terdapat nilai-nilai moral dan sosial yang dipertimbangkan sebagai bentuk kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Li, C. (2021). The Artificial Intelligence Challenge and the End of Humanity. In Intelligence and Wisdom (pp. 33–48). Springer Nature Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-16-2309-7_3
Misnawati. (2023). ChatGPT: Keuntungan, Risiko, Dan Penggunaan Bijak Dalam Era Kecerdasan Buatan. Jurnal Prosiding Mateandrau, 2(1), 2023.
Song, B. (2023). Correction to: Intelligence and Wisdom. In Intelligence and Wisdom (pp. C1–C1). Springer Nature Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-16-2309-7_11