Pendaftaran PSE Tidak Untuk Membatasi Perkembangan Platform Digital di Indonesia

Dikutip dari halaman Kominfo, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) berdasarkan Pasal 1 ayat (4) PP 71/2012 adalah setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik secara sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lainnya. Dapat disimpulkan bahwa PSE merupakan pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat yang dapat dilakukan untuk pelayanan publik atau non-publik.

Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 PP 71/2019, setiap orang atau badan usaha yang memiliki portal, situs, atau aplikasi dalam jaringan (online) melalui internet yang dipergunakan untuk:

  1. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan penawaran dan/ atau perdagangan barang dan/ atau jasa (marketplace/e-commerce)
  2. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan transaksi keuangan (e-wallet/digital bank/payment gateway)
  3. Pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan data baik dengan cara unduh melalui portal atau situs, pengiriman lewat surat elektronik, atau aplikasi lain ke perangkat pengguna (Netflix/Spotify)
  4. Menyediakan, mengelola, dan/ atau mengoperasikan layanan komunikasi meliputi namun tidak terbatas pada pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan dalam jaringan dalam bentuk platform digital, layanan jejaring dan media sosial (Facebook/WhatsApp/Twitter)
  5. Layanan mesin pencari, layanan penyediaan informasi elektronik yang berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film dan permainan atau kombinasi dari sebagian dan/ atau seluruhnya (Google/Youtube/Yahoo)
  6. Pemrosesan data pribadi untuk kegiatan operasional melayani masyarakat yang terkait dengan aktivitas transaksi elektronik (Saas).

Sehingga dengan peraturan PP 71/2019 maka hampir seluruh usaha yang menyelenggarakan bisnisnya melalui internet berkewajiban mendaftarkan dirinya sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik.

Dasar hukum pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik tertuang dalam UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), PP Nomor 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), PM Kominfo Nomor 36/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik, PM Kominfo Nomor 10/2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Sistem Elektronik Instansi Penyelenggara Negara, dan PM Kominfo No. 7/2019 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha secara Terintegrasi Bidang Informasi dan Komunikasi. Sesuai dengan PP PSTE tersebut, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik melakukan antara 2 jenis pendaftaran PSE yang wajib dilakukan, yakni Penyelenggara Sistem Elektronik lingkup publik dan Penyelenggara Sistem Elektronik lingkup privat. 

Berbicara soal PSE lingkup privat, ada sejumlah manfaat yang didapatkan baik untuk perusahaan maupun masyarakat. Manfaat pendaftaran PSE lingkup privat adalah mewujudkan penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik yang handal, aman, terpercaya, dan bertanggung jawab. Apabila tidak mendaftar, Kominfo akan memberikan sanksi secara bertahap, mulai dari teguran tertulis, denda administratif, hingga pemutusan akses atau pemblokiran. Dirjen Aplikasi Informasi, Semuel Abrijani Pangerapan, menuturkan pemantauan PSE yang tidak terdaftar akan melihat dari traffic aplikasi. Mulai dari 100, 1000, hingga 10.000 traffic terbesar. “Data-data pemantauan akan diserahkan kepada menteri. Pemberian sanksi merupakan hak prerogatif dan kewenangan Menkominfo,” tutur Semuel.

Yang lebih, Kebijakan Menkominfo soal pendaftaran PSE ternyata memunculkan banyak perdebatan di antara masyarakat. Masalah baru muncul ketika pihak PSE global tersebut akan membuat ruang gerak PSE menjadi terbatas lantaran harus tunduk kepada peraturan yang berlaku. Pasalnya pihak PSE wajib memberikan akses komunikasi dan data elektronik mereka kepada kementerian atau lembaga guna dilakukannya pengawasan, hal yang dapat  merugikan pihak platform digital dan juga masyarakat. Hal ini tidak hanya berlaku untuk aplikasi media sosial saja, namun juga untuk game online, situs belajar, media UGC dan lain sebagainya. Platform digital diduga akan sering menghapus konten-konten yang mereka unggah agar tak terkena sanksi pemerintah. Bahkan, pasal-pasal yang mengatur PSE tersebut dinilai sebagai pasal yang definisinya memiliki banyak arti, lantaran Menkominfo tidak menjelaskan pasal-pasal tersebut secara rinci.

Dalam konferensi pers perkembangan pendaftaran PSE, di gedung Kemenkominfo. Menteri komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Johnny Gerard Plate, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan untuk membatasi perkembangan platform digital yang ada di Indonesia. “Melalui hal tersebut , diharapkan pemerintah dapat menghadirkan kebijakan yang lebih baik untuk perkembangan industri sektor digital, termasuk industri game lokal,” sebut Johnny G. Plate.

Menkominfo juga menegaskan, pendaftaran PSE lingkup privat di Indonesia bukan merupakan legalisasi kegiatan yang melanggar hukum dalam ruang digital Indonesia. Apabila ditemukan kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, sistem elektronik tersebut akan diblokir. “Kemenkominfo akan terus melakukan surveillance, monitoring, mengevaluasi, menjaga agar ruang digital Indonesia senantiasa bersih dan bermanfaat untuk kepentingan bangsa, negara dan masyarakat Indonesia,” tegas Menkominfo.

Dalam kesempatan ini, Menkominfo juga menyampaikan perkembangan sistem elektronik yang sebelumnya sempat diblokir karena belum mendaftar. Mereka telah menuntaskan kewajibannya untuk melakukan pendaftaran PSE. Johnny menambahkan, Kemenkominfo juga telah berkomunikasi dengan pihak Paypal bahwa mereka berkomitmen untuk melakukan pendaftaran dalam waktu dekat dan telah terdaftar sebagai PSE di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA


  • Penulis: Mario Indra Radityaputra
  • Editor: Cecilia Valenda