Analisis Perbandingan Hapkido & Taekwondo: Sejarah, Seragam, Tingkatan Sabuk

Selama ini apabila orang awam ditanyai mengenai ilmu beladiri yang diketahui, nama Hapkido jarang disebutkan dan kalah pamor dibandingkan dengan Taekwondo. Taekwondo (태권도/跆拳道) merupakan beladiri nasional Korea Selatan dan sudah dikenal oleh seluruh dunia sebagai salah satu cabang olahraga yang diperlombakan dalam Olimpiade. Sebuah seni bela diri tradisional Korea hasil kolaborasi 9 kwan (perguruan beladiri) di Korea Selatan semenjak masa berakhirnya perang dunia ke 2 yakni 1940 hingga 1950. Sembilan master kwan ini membawa gaya dan ide mereka masing-masing dari berbagai latar belakang yang berbeda, seperti Kungfu, Manchu, Taekkyon, Subak, Judo, Karate, dan sebagainya resmi menjadi satu pada tanggal 7 Agustus 1978. Sesuai dengan arti nama “Tae” “Kwon” “Do” yakni “Kaki/Menendang/Menginjak”, “Tangan/Bertarung”, dan “Jalan/Seni/Disiplin” dimana disatukan merupakan seni beladiri bertarung dengan kaki dan tangan.

Sepanjang perkembangannya, Taekwondo terbagi menjadi 2 aliran kurikulum yakni World Taekwondo (sebelumnya WTF) dan  International Taekwondo Federation (ITF) dimana berbeda dalam peraturan serta regulasi dalam pertandingan. World Taekwondo (WT), sebelumnya dikenal sebagai World Taekwondo Federation (WTF) didirikan pada tahun 1973 setelah pemerintah Korea secara resmi meninggalkan ITF. Dimana dibuat sebagai akademi Taekwondo resmi dan memiliki tujuan utama untuk menciptakan gaya Taekwondo yang terpadu. Kriterianya lebih diterima secara luas dan digunakan sebagai kriteria resmi Olimpiade saat ini. Peraturan yang diterapkan oleh WT mencakup larangan serangan langsung menggunakan tangan kearah kepala, kontak penuh dalam sparing, dan memiliki batasan aturan serta poin dimana mengutamakan keamanan menggunakan variasi teknik yang beragam. Menjadikan Taekwondo yang kita ketahui sekarang berfokus sebagian besar pada gerakan kaki seperti tendangan tinggi berputar dengan kuda-kuda tinggi. Akan tetapi mereka juga tetap mempelajari teknik pukulan, sabetan, tusukan, dan tangkisan walau tidak sebanyak tendangan. 

Sedangkan untuk International Taekwondo Federation (ITF), merupakan organisasi yang lebih tua dari kedua organisasi tersebut (didirikan pada tahun 1955), tetapi karena ketidaksepakatan politik, secara resmi ditinggalkan oleh negara Korea dan pengaruh modernnya secara signifikan lebih kecil dari sebelumnya. Meskipun secara umum mirip, ada beberapa perbedaan di antara keduanya. Aturan ITF mengizinkan serangan tangan langsung ke kepala (yang dilarang oleh WT), sparing tanpa kontak penuh dan tidak diperbolehkannya kontak yang berlebihan. Contoh sederhana dari keputusan terakhir adalah seorang kompetitor akan didiskualifikasi apabila dia melukai lawannya sedemikian rupa sehingga dia tidak dapat melanjutkan pertarungan, yaitu tersingkir. Menjadikan fokus hanya kepada target, jenis serangan, dan teknik yang monoton dengan tidak adanya batasan serangan hingga waktu pertandingan berakhir atau lawan knocked out. 

Lain halnya dengan Hapkido (합기도/合氣道), dengan “Hap” berarti “Koordinasi/Harmoni/Menyatu”, “Ki” yakni “Energi/Kekuatan/Kehidupan”, dan “Do” sebagai “Jalan/Seni/Disiplin”. Disatukan menjadi seni beladiri dengan koordinasi energi yang harmonis. Choi Yong-Sool (최용술) bapak pendiri Hapkido mempelajari ilmu Daitō-ryū Aiki-jūjutsu semasa hidupnya tinggal di Jepang selama 30 tahun, kembali ke tanah kelahirannya yakni Korea setelah berakhirnya Perang Dunia 2.

Para murid Choi menggabungkan berbagai teknik tendangan dan serangan dari Taekkyon, Tang Soo Do, Judo, dan Ilmu Beladiri China. Menjadikan Hapkido sebuah seni beladiri hybrid berfokus pada pertahanan diri dengan menggunakan kuncian sendi, gulat, bantingan, tendangan, dan pukulan. Tidak hanya itu, berbagai senjata tradisional seperti pisau, pedang, tali, nunchaku, tongkat, dan lainnya juga diajarkan dalam kurikulum ilmu Hapkido. Kemiripan nama Hanja Hapkido dengan Aikido Jepang seringkali menjadikan orang awam salah persepsi meskipun kedua ilmu ini memiliki kesamaan asal teknik yakni Daitō-ryū Aiki-jūjutsu. Perbedaan ini dimulai dari filosofi, cara merespon serangan, hingga tata cara pelaksanaan teknik menjadikan Hapkido berbeda dari Aikido.

Teknik pertahanan diri Hapkido atau biasa disebut dengan Hosinsul, memiliki berbagai variasi sesuai kondisi atau situasi yang mungkin terjadi, seperti dicengkram, ditarik, didorong, dicekik, ditelikung pada bagian tangan/baju/leher dari depan/samping/belakang. Berpola blending-flowing-finishing dimana pertama lawan akan disambut penuh (blending, inti dari filosofi hapki/aiki), lalu dalam keadaan blended praktisi “mengalir” ke posisi menguntungkan (flowing) sehingga memaksa lawan ke posisi sulit, untuk kemudian dihabisi(finishing). Kembali ke tujuan awal yakni sebagai pertahanan diri, menjadikan gerakan maupun teknik Hapkido sebagian besar tidak aman dipertandingkan tanpa kooperatif antar pasangan Hosinsul, dikarenakan eksekusi teknik yang sukses akan selalu membuat lawan terjatuh keras hingga kesakitan menyebabkan resiko cedera tubuh yang besar. 

Sehingga apabila kita sederhanakan, Taekwondo merupakan beladiri dimana berakar Karate yang berkembang menjadi beladiri akrobatik hasil pengaruh Taekkyon dan Kungfu Utara berfokus pada serangan kaki. Berbeda dengan Hapkido dimana berakar Daitō-ryū Aiki-jūjutsu serta dipengaruhi gerakan Taekkyon dan Judo berfokus pada teknik kuncian bantingan untuk pertahanan diri.

Berlanjut pada pakaian seragam yang digunakan masing-masing ilmu beladiri tersebut. Pakaian seragam disebut dengan kata “Dobok” memiliki 1 ciri khas yang berbeda. Pada Taekwondo, dobok yang digunakan berwarna putih serta berbentuk seperti kaos berlengan panjang pada umumnya tanpa ada ikatan di samping pinggang. 

Sedangkan untuk Hapkido, dobok yang digunakan memiliki warna dasar hitam dan terdapat 2 lapis di bagian depan yang di bisa diikat pada bagian samping pinggang seperti layaknya hanbok pada umumnya. 

Lalu pada sistem pembagian tingkatan sabuk yang seringkali tertukar antar satu sama lain dikarenakan kesamaan warna yang digunakan. Berikut adalah gambar perbandingan tingkatan dan warna sabuk yang digunakan antara Hapkido dan Taekwondo. Kedua seni beladiri ini memakai penamaan yang sama, akan tetapi khusus untuk Taekwondo terdapat istilah “Poom” untuk para pemegang black belt akan tetapi belum mencapai usia ketentuan black belt yakni 18 tahun. 

Daftar Pustaka

Daapala, R. (2021). Apa Perbedaannya Taekwondo dengan Hapkido? Quora. Retrieved April 17, 2023, from https://id.quora.com/Apa-perbedaannya-Taekwondo-dengan-Hapkido 

Kang, W. S., & Lee, K. M. (1999). A Modern History of Taekwondo. Korean Karate. Retrieved April 17, 2023, from http://www.koreankarate.com.au/assets/pdf/HistoryoftheKwans.pdf 

Marie, D. (1984). Hapkido Student Handbook. Hapkido Australia Association. Retrieved April 17, 2023, from https://hapkidoaustralia.com/wp-content/uploads/2019/09/Student-Handbook-AHA-V7-2019.pdf 

Martucci, G. (2022, August 28). What Is the Difference Between ITF and WTF Taekwondo? Way of Martial Arts. Retrieved April 17, 2023, from https://wayofmartialarts.com/itf-and-wt-taekwondo-what-are-the-differences/ 

Moenig, U., & Kim, M. H. (2016). The Invention of Taekwondo Tradition, 1945–1972: When Mythology becomes ‘History.’ Acta Koreana, 19(2), 131–164. https://doi.org/10.18399/acta.2016.19.2.006 

Pieter, W. (2008). Taekwondo. Combat Sports Medicine, 263–286. https://doi.org/10.1007/978-1-84800-354-5_15 

Pranin, S. (2006, July 4). Interview with Kisshomaru Ueshiba: The Early Days of Aikido. Interview with Kisshomaru Ueshiba. Retrieved April 17, 2023, from https://web.archive.org/web/20060704102544/http://www.aikidojournal.com/article.php?articleID=445 

Sheya, J. K. (2007, April 3). Historical Interview: Hapkido Grandmaster Choi, Yong-Sool (1904–1986). Historical Interview. Retrieved April 17, 2023, from https://web.archive.org/web/20070403060400/http://www.rimshapkido.com/ysc.html 

Author :

  • Stefanie Thamrin | Staff of Humas Division
  • James Richard Renaldo | Head of Coaching Division

Editor :

  • Stefanie Thamrin | Staff of Humas Division

Stefanie Thamrin