BSLC Festival: Short Story Writing
BSLC Festival: Short Story Writing
Hallo teman-teman semua! Pada inget, enggak? Event apa yang diadakan BSLC bulan ini? Ya, betul! BSLC Festival! BSLC Festival mengadakan kompetisi dan webinar yang pastinya menarik banget untuk siswa SMA/Sederajat maupun Mahasiswa/i, loh teman-teman. Kompetisi yang diadakan BSLC ada 2, yaitu Info Graphic Design yang khusus diikuti oleh Mahasiswa/i dan Short Story Writing yang khusus diikuti oleh siswa-siswi SMA maupun sederajat. Adapun webinar yang diadakan oleh BSLC berjudul Bercerita dengan Tulisan yang diisi oleh Valerie Patkar.
Di sini kita akan membahas isi dari cerita pendek yang ditulis oleh 3 orang pemenang BSLC Festival dari salah satu kompetisi yaitu short story writing. Perlombaan ini dimenangi oleh Pathrice Shea Farrel An-Naafi dengan karyanya yang berjudul Clara, lalu ada Azkiya Zahwa Mahdiyana dengan karyanya yang berjudul Tidak Sekadar Kelas Buangan, dan Imanuella Aletha Sunarja dengan karyanya yang berjudul Encik Martha. Nah, teman-teman penasaran enggak sih sama karya-karya mereka yang berhasil jebolin kompetisi BSLC Festival tahun ini? Langsung aja yuk simak!
- Clara oleh Pathrice Shea Farrel An-Naafi
Pertama kita akan bahas karya Pathrice Shea Farrel An-Naafi dulu nih, teman-teman yang judulnya Clara. Siapa sih Clara itu? Jadi Clara yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini adalah seorang perempuan yang sangat pintar. Ia diajukan oleh Bu Cahya, guru yang menurutnya galak untuk ikut olimpiade fisika secara mendadak, tentu saja Clara tidak menolaknya, bahkan ia semangat sekali untuk ikut olimpiade tersebut karena kebetulan ia sangat menginginkan ponsel baru dan melihat jumlah hadiah yang diberikan cukup besar jika ia berhasil memenangkan lomba tersebut, dipikirnya hadiah dari lomba itu cukup untuk membeli ponsel baru sehingga ia tidak perlu menabung lebih lama lagi untuk mendapatkan ponsel.
Clara merupakan anak yatim, dulu mungkin ia bisa membeli apapun yang ia mau hanya dengan meminta kepada ayahnya, namun ayahnya bangkrut dan meninggal dikarenakan serangan jantung serta meninggalkan banyak utang berkat judi online yang dijalani oleh ayahnya dengan niat untuk memperbaiki ekonomi keluarganya, akhirnya Clara dan Ibunya hanya tinggal berdua dengan kehidupan yang sederhana serta harus membayar utang ayahnya.
Clara semakin semangat belajar ditambah dengan dukungan Sang Ibu. Clara selalu meminta Ibunya, Bu Cahya, dan yang lainnya untuk mendoakan dirinya agar menang dalam olimpiade tersebut. Bahkan, untuk hari sebelum ia olimpiade, teman-temannya sempat memberikannya kejutan dan hadiah agar Clara lebih semangat. Kemudian pada hari itu Pak Jarwo selaku guru kimia malah memberikannya ulangan, bahkan guru tersebut terkenal dengan guru yang memberikan soal banyak dan sulit, untung saja Clara dapat mengerjakannya dengan baik.
Sayangnya, 1 hari sebelum ia olimpiade dan hari dimana ia terakhir latihan, ibunya terkena musibah tabrak lari. Clara kaget bukan main, ia lemas, ia sangat takut ibunya kenapa kenapa, akhirnya pihak sekolah mengantarnya ke rumah sakit dan ternyata ibunya masuk IGD, Clara menangis, ia menemui ibunya dengan banyak luka perban. Pada jam saat dimana Clara harus latihan, Clara sempat menolak karena ingin menjaga ibunya, namun ibunya justru menyuruh Clara untuk tetap ikut latihan terakhirnya. Akhirnya Clara ikut Latihan walaupun dipikirannya masih tentang ibunya yang terbaring di rumah sakit. Keesokan harinya, Clara mengikuti olimpiade dengan semangat karena ia sekarang lebih sadar bahwa uang hasil juara lombanya bisa ia gunakan untuk menambah biaya ibunya membayar rumah sakit. Ia meminta doa kepada ibunya dan Bu Cahya yang mengantarnya lomba agar ia bisa ikut olimpiade dengan lancar. Dengan tekad yang kuat dan berkat usaha belajarnya yang tekun, Clara akhirnya menang olimpiade fisika juara 1, ia sangat senang, ia langsung menemui ibunya di kamar rumah sakit dimana ibunya menginap dan ternyata ibunya tidak ada, Clara mencari-cari ibunya dan menanyakannya kepada suster. Kemudian ibunya memanggil Clara dari belakang dan ternyata ibunya sudah akan membayar biaya rumah sakit juga dinyatakan sudah sembuh, Clara hendak akan memberikan uang hasil juara lombanya kepada ibunya untuk membayar biaya rumah sakit, ternyata ibunya sudah memiliki dana darurat, akhirnya Clara hanya memberikan sebagiannya.
Hikmah yang dapat diambil dari cerita ini adalah kita harus tekun usaha dalam menggapai suatu tujuan yang kita ingin gapai, tak lupa juga untuk meminta doa kepada orang tua karena doa orang tua terhadap anaknya pasti dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
- Tidak Sekadar Kelas Buangan oleh Azkiya Zahwa Mahdiyana
Selanjutnya kita akan membahas karya Azkiya Zahwa Mahdiyana yang berjudul Tidak Sekadar Kelas Buangan. Cerita ini menarik banget loh, teman-teman. Dalam cerita ini, Azkiya membahas tentang kelas Bahasa yang dianggap sebagai kelas buangan oleh orang-orang. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Ganeeta. Ganeeta merupakan anak kelas Bahasa yang diejek oleh para saudara dari keluarganya karena masuk kelas Bahasa di SMAnya dan dianggap sebagai anak yang masuk kategori kelas buangan. Pada dasarnya, Ganeeta memilih kelas Bahasa di SMAnya karena ia sangat menyukai sastra. Ia pandai dalam menulis dan sudah banyak memenangkan lomba menulis. Ia tidak terima Ketika orang-orang terdekatnya menganggap dirinya anak dari kelas buangan. Ia berusaha untuk membuktikan bahwa kelas Bahasa bukanlah kelas buangan, melainkan sekolah sudah menentukan para siswa masuk ke jurusan apa dari nilai yang paling dominan.
Eskul Jurnalistik ini tengah membuat proyek majalah tahunan SMA Pedjoeang dengan membuat berita Sasi Priyanka dari jurusan IPA yang menang olimpiade tingkat nasional dan mendapatkan medali emas. Sosok Sasi ini digambarkan sebagai seorang perempuan yang pintar, namun sayangnya ia tidak memiliki sopan santun yang baik dan juga angkuh. Sasi juga menyepelekan Ganeeta yang juga merupakan sepupunya, ia menyepelekan Ganeeta yang masuk ke kelas Bahasa dan tidak memilih IPA seperti dirinya maupun IPS. Sasi termakan omongan ayahnya yang berkata kepadanya bahwa Ganeeta masuk ke kelas Bahasa yang dianggapnya kelas buangan.
Ganeeta dan teman baiknya, Kinasih mendapatkan tugas wawancara dan membuat artikel mengenai Sasi, mereka mengadakan janjian pertemuan untuk mengambil video wawancara untuk dibuatkan artikel yang akhirnya dicantumkan ke dalam majalan tahunan SMA Pedjoeang. Sasi tidak menepati janjinya dengan alasan lupa kepada Ganeeta dan juga Kinasih yang sudah meluangkan waktunya untuk mewawancarai dirinya, lalu Sasi mengundur untuk diwawancara selepas pulang sekolah yang padahal Ganeeta dan Kinasih sudah menunggunya hampir setengah jam pada saat jam istirahat. Untung saja Sasi membawa medali emasnya seperti yang diharapkan sehingga mereka dapat benar-benar melakukan wawancara tersebut.
Saat pembagian rapot, majalah tersebut dibagikan dan baik pembina eskul jurnalistik, guru-guru, maupun teman-teman merasa puas dengan majalah tahunan SMA Pedjoang, bahkan para anggota eskul pun mengadakan makan bersama yang ditraktir oleh Mba Hasna selaku pembina eskul. Sasi pun memuji artikel yang dibuat Ganeeta dalam majalah tersebut. Ganeeta akhirnya dapat membuktikan bahwa kelas Bahasa bukan kelas buangan, melainkan kelas yang diisi oleh orang-orang yang pandai dalam sastra dan bahasa.
Pesan yang dapat diambil dari cerita ini adalah kita tidak boleh menyepelekan bidang lain, manusia di dunia ini memiliki sifat, perilaku, dan keahlian yang beragam, tidak semua sama dengan diri kita yang misalnya lebih dominan pada IPA dan dianggap orang-orang hal tersebut adalah hal yang keren. Padahal, semua bidang memiliki fungsi tersendiri dan untuk menjadi ahli, tidak bisa hanya menyukai bidang tersebut dan langsung menjadi ahli, melainkan dibutuhkan latihan yang keras agar bisa menjadi ahli.
- Encik Martha oleh Immanuella Aletha Sunarja
Nah, karya terakhir yang akan kita bahas adalah karya Immanuella Aletha Sunarja yang berjudul Encik Martha. Kisah ini lumayan bikin pembaca terharu loh, teman-teman, dimana seorang perempuan bernama Martha yang ingin meneruskan cita-cita ibunya untuk mengubah dunia melalui pendidikan akhirnya terwujud.
Kisahnya bermula dari Martha yang tinggal di Amerika dan kembali ke tanah air untuk memulai hidup baru setelah berpisah dengan suaminya dikarenakan tidak memiliki anak. Martha tinggal bersama paman dan bibinya. Martha ingin sekali menjadi guru dan ia bisa mewujudkan impiannya di sekolah Santo Ignasius sebagai guru bahasa inggris. Kemudian Martha tidak sengaja melihat anak kecil yang sedang mengumpulkan tisu pada waktu dimana seharusnya anak itu sekolah dan belajar. Martha menegurnya, anak itu berkata bahwa ia harus mencari uang sehingga tidak bisa sekolah dan juga tidak memiliki dana untuk sekolah. Martha merasa kasihan dan miris, anak seumuran itu seharusnya sekolah, bukan bekerja.
Akhirnya tiba pada masa dimana Martha mulai mengajar di Santo Ignasius untuk hari pertamanya. Ia sempat diejek oleh salah satu anak murid karena ia berbicara bahasa inggris, namun anak murid tersebut justru mendapat boomerang dari perkataannya. Setelah itu, Martha bertemu anak murid perempuan yang selalu tampak terlihat sedih, ia mengajak bicara murid tersebut yang bernama Lili dan ia membantu permasalahannya. Martha juga menanyakan tempat tinggal anak yang mengumpulkan tisu tadi kepada Lili dan kebetulan Lili mengetahuinya.
Akhirnya Martha menemukan ide untuk membuat ruang belajar di taman dan mengajarkan anak-anak yang tinggal di pemukiman kumuh itu membaca dan menulis dengan dibantu oleh Lili. Martha juga memberikan imbalan nasi kotak kepada anak yang mengikuti pelajarannya di akhir pembelajaran. Martha juga yang tadinya tidak suka masak sekarang justru harus masak untuk memberikan nasi kotak agar anak-anak mau ikut belajar. Namun tanpa disangka, ayah Lili yang tiba-tiba memanggilnya malah memberikan surat dari warga pemukiman itu agar Martha dan Lili berhenti mengajar anak-anak mereka. Bahkan, keesokan harinya di sekolah Santo Ignasius warga tersebut ramai-ramai mencari Martha dan memaki-makinya karena menurut mereka tindakan Martha merugikan mereka sehingga penghasilan mereka menurun. Padahal awalnya Martha mengira dengan ia memberikan nasi kotak kepada anak-anak tersebut, orangtua mereka tidak perlu menanggung biaya makan anaknya. Kejadian ini membuat Martha dipecat dari Santo Ignasius karena dianggap merusak nama baik sekolah dan Martha memberanikan diri berbicara di depan umum alasan ia mengajar anak-anak tersebut ditambah saat itu banyak kameramen dari stasiun TV yang berdatangan.
Martha mengurung dirinya selama beberapa hari, ia merasa sangat bersalah, bahkan paman dan bibinya berusaha membujuknya agar ia mau keluar dari kamar dan berbicara, namun hasilnya nihil, hal tersebut terjadi selama hampir seminggu. Tanpa disangka, ada banyak orang yang meneriakkan dirinya di depan rumah paman dan bibinya, begitu ia keluar dari kamar untuk mencari tahu ada apa di luar, ia sangat terkejut sekaligus terharu karena warga yang tadinya memaki-maki dirinya justru mengucapkan terima kasih menggunakan banner, bahkan tayangannya saat dirinya menjelaskan mengapa ia mengajar anak-anak tersebut di siaran TV oleh pembawa berita membuat banyak rakyat hatinya tergerak dan juga tanah kosong dekat komplek rumahnya akan dibangun sekolah untuk anak-anak di kampung.
Begitulah, teman-teman isi cerita dari 3 orang pemenang lomba short story writing pada event BSLC Festival. Gimana? Keren-keren banget kan karyanya? Tidak heran mereka bisa memenangkan kompetisi tersebut.