Bukan Sekadar Organisasi: Apa yang Membuat AIESEC in BINUS Berbeda?

Di tengah berbagai pilihan organisasi kemahasiswaan yang tersedia di kampus, tak sedikit mahasiswa merasa bingung memilih tempat yang benar-benar sesuai dengan minat dan nilai pribadinya. Ada yang mencari wadah pengembangan diri, ada pula yang ingin terlibat dalam gerakan sosial, hingga yang ingin membangun relasi lintas budaya. Namun, satu hal yang banyak dicari oleh generasi muda hari ini adalah ruang bertumbuh yang nyata dan relevan.

Banyak mahasiswa mengenal AIESEC in BINUS sebagai organisasi bertaraf internasional yang membuka peluang exchange ke luar negeri. Tapi pengalaman mereka yang terlibat di dalamnya membuktikan bahwa ada lebih dari sekadar program volunteer global.

AIESEC bukan tempat di mana semua jawaban sudah disiapkan. Sebaliknya, organisasi ini sering kali justru memunculkan pertanyaan-pertanyaan penting yang mendorong anggotanya berefleksi: Apa kontribusi yang bisa aku berikan? Bagaimana caranya aku bisa jadi lebih baik dalam bekerja tim? Apa artinya menjadi pemimpin hari ini?

Bagi sebagian mahasiswa, pengalaman organisasi terasa seperti formalitas — datang rapat, mengisi absensi, lalu pulang tanpa makna. Tapi atmosfer yang dibangun di AIESEC in BINUS dirancang untuk mendorong partisipasi aktif. Tidak ada jabatan yang sekadar simbolis. Bahkan di level anggota baru, mahasiswa sudah terlibat dalam proyek-proyek nyata dan diajak bertanggung jawab penuh atas perannya.

Yang membuatnya berbeda bukan karena skalanya yang besar atau jaringan globalnya yang luas, tapi karena nilai-nilai yang secara sadar ditanamkan. Diskusi tentang keberagaman, inklusivitas, dan keberlanjutan bukan hanya jadi tema acara, tapi menjadi bahan refleksi internal. Misalnya, bagaimana cara kita menyambut ide dari orang dengan latar belakang berbeda? Bagaimana menyeimbangkan keberhasilan tim dan pertumbuhan individu?

Mahasiswa yang pernah menjadi bagian dari AIESEC sering menyebut bahwa mereka belajar banyak hal yang tidak pernah diajarkan secara eksplisit di ruang kelas. Bukan hanya soal public speaking atau leadership, tapi hal-hal yang lebih esensial seperti cara mendengar, cara memberi ruang, cara menerima kegagalan, dan cara memulainya lagi.

“Waktu pertama kali masuk, saya pikir akan lebih banyak bekerja di belakang layar. Tapi ternyata saya justru belajar banyak dari interaksi. Kadang obrolan santai dengan satu orang bisa jadi titik balik cara berpikir saya tentang kepemimpinan,” ujar salah satu mahasiswa yang pernah menjabat sebagai team leader.

Kegiatan di AIESEC in BINUS juga menggabungkan berbagai skenario yang menyerupai tantangan di dunia kerja — presentasi di depan partner eksternal, kolaborasi dengan mahasiswa internasional, mengelola konflik tim, hingga merancang solusi untuk isu sosial. Namun semuanya tetap berada dalam kerangka pembelajaran dan pendampingan.

Ini bukan tentang siapa yang paling jago, tapi siapa yang paling ingin berkembang.

Dan mungkin itu alasan mengapa AIESEC in BINUS terasa berbeda. Organisasi ini tidak menjanjikan kesempurnaan, tidak pula menyajikan proses yang mulus. Tapi justru dalam keberantakan itulah muncul ruang untuk belajar, untuk berproses, dan untuk menemukan versi diri yang lebih berani dari sebelumnya.

Jadi, jika kamu masih mencari tempat yang bukan hanya memberimu kegiatan, tapi juga pengalaman yang membentuk cara berpikir dan bertindak, mungkin inilah saatnya mempertimbangkan hal-hal yang tidak selalu terlihat dari luar. Karena terkadang, perjalanan menjadi pemimpin dimulai dari langkah paling sederhana: berani mencoba.