Mengenal Jakarta Lewat Warisan Sang Seniman: Cerita dari Taman Benyamin Sueb

Jakarta, 19 Agustus 2025 – Bagi sebagian mahasiswa, museum adalah tempat yang sunyi, penuh artefak, dan hanya menyimpan masa lalu. Namun anggapan itu berubah ketika AIESEC in BINUS mengajak para peserta Incoming Global Volunteer (iGV) mengunjungi salah satu ruang budaya yang paling “hidup” di Jakarta — Taman Benyamin Sueb.

Terletak di Jatinegara, Jakarta Timur, Taman Benyamin Sueb bukan sekadar museum. Ia adalah rumah bagi memori seorang tokoh penting dalam sejarah budaya Betawi — Benyamin Sueb — sekaligus ruang terbuka yang aktif mendekatkan generasi muda dengan seni, musik, dan tradisi lokal.

Kunjungan ini menjadi salah satu rangkaian cultural trip dalam program iGV, di mana para Exchange Participants (EP) dari berbagai negara berinteraksi langsung dengan mahasiswa lokal dan masyarakat, memperdalam pemahaman mereka terhadap kebudayaan Indonesia — bukan dari buku, tapi dari pengalaman nyata.


Ruang Museum yang Tidak Membosankan

Begitu memasuki area museum, peserta disambut oleh arsitektur bangunan yang klasik namun terawat. Tidak ada kesan kaku seperti museum pada umumnya. Justru, suasana hangat dan terbuka segera terasa dari cara pengelola menyambut tamu. Pemandu wisata memberikan penjelasan dalam Bahasa Inggris secara interaktif, memudahkan para EP memahami isi dan konteks sejarah di dalamnya.

Selain ruang pameran yang menyimpan berbagai dokumentasi, rekaman, dan barang pribadi milik Benyamin Sueb, museum ini juga dilengkapi dengan ruang pertunjukan seni, area latihan gamelan, dan fasilitas multimedia. Elemen-elemen ini menjadikan Taman Benyamin Sueb terasa seperti pusat aktivitas budaya, bukan hanya tempat menyimpan masa lalu.

Bagi para Local Volunteer (LV), kunjungan ini adalah momen untuk melihat kembali kekayaan budaya yang mungkin selama ini terabaikan. Clarissa Lavinia Sunarly, salah satu LV, menyampaikan bahwa dirinya baru kali ini merasakan bahwa museum bisa jadi tempat yang inspiratif dan penuh kehidupan.


Berbagi Cerita, Memahami Budaya

Salah satu momen menarik terjadi ketika para EP diajak mencoba alat musik gamelan. Meski beberapa di antara mereka baru pertama kali melihat alat musik tradisional Indonesia, antusiasme mereka tinggi. Bahkan ada yang mencoba memainkan pola sederhana dengan bimbingan pemandu.

Tak berhenti di situ, sesi eksplorasi juga membawa peserta ke arsip majalah dan dokumentasi Benyamin Sueb. Dari sini, mereka memahami bahwa beliau bukan hanya seniman, tetapi juga figur penting dalam menggambarkan realitas sosial melalui karya — dari film, musik, hingga satire politik.

Bagi Shiva Pratiata, kunjungan ini memperlihatkan bahwa seni bisa menjadi jembatan antarbangsa. Ia mengatakan, “Melalui tur ini, kita tidak hanya berbagi tentang Indonesia, tapi juga membuka percakapan tentang bagaimana budaya dan seni memainkan peran penting di negara masing-masing peserta.”

Diskusi ringan pun muncul secara spontan. Para EP membandingkan bagaimana musik tradisional berkembang di negara asal mereka, bagaimana seni digunakan untuk menyampaikan pesan sosial, hingga bagaimana pelestarian budaya ditangani oleh pemerintah mereka. Interaksi ini menjadikan kunjungan bukan hanya soal belajar tentang Jakarta, tetapi juga tentang dunia.


Museum Sebagai Ruang Hidup Bagi Generasi Muda

Salah satu daya tarik Taman Benyamin Sueb adalah bagaimana tempat ini tetap aktif digunakan untuk kegiatan seni. Ruang latihan di bagian dalam museum digunakan oleh komunitas lokal, dan panggung terbuka di depannya kerap menjadi lokasi pertunjukan seni — mulai dari teater, musik tradisional, hingga pelatihan seni untuk pelajar.

Dengan demikian, museum ini tidak hanya menjaga memori Benyamin Sueb sebagai seniman besar Betawi, tetapi juga mewariskan semangat kreativitas dan kolaborasi kepada generasi muda. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai AIESEC, yang mendorong kepemimpinan berbasis kontribusi, kolaborasi lintas budaya, dan aksi nyata di komunitas.

Para peserta program iGV pun menyadari bahwa museum tidak harus kuno atau membosankan. Ketika dikemas dengan pendekatan yang modern dan interaktif, museum bisa menjadi titik awal perubahan — tempat di mana anak muda belajar mencintai budayanya sendiri, sekaligus terbuka terhadap perspektif global.


Refleksi dan Dampak Personal

Bagi banyak peserta, kunjungan ini membekas sebagai pengalaman yang berbeda dari kegiatan volunteering lainnya. Selain mengenal sosok Benyamin Sueb lebih dekat, mereka juga merasakan bahwa Jakarta bukan hanya kota besar penuh gedung dan lalu lintas, tapi juga tempat dengan akar budaya yang kuat dan komunitas yang aktif menjaga warisan tersebut.

Kegiatan ini juga menjadi salah satu sarana refleksi, baik bagi EP maupun LV. Beberapa peserta mengungkapkan rasa bangga bisa mengenalkan budayanya, sementara lainnya merasa terdorong untuk lebih aktif mengeksplorasi budaya lokal yang selama ini belum sempat mereka pahami.


Penutup

Melalui kunjungan ke Taman Benyamin Sueb, AIESEC in BINUS tidak hanya mengajak peserta iGV untuk mengenal Jakarta, tetapi juga untuk merasakan denyut kebudayaannya secara langsung. Ini bukan hanya perjalanan edukatif, tetapi juga bentuk pertukaran nilai, penghargaan lintas budaya, dan pengalaman yang memperluas perspektif.

Taman Benyamin Sueb telah membuktikan bahwa museum tidak harus menjadi tempat diam. Ia bisa menjadi panggung bagi pemuda untuk memahami masa lalu, berkreasi di masa kini, dan merancang masa depan yang lebih terhubung.