Curah Hujan Ekstrem dan Ancaman Kesehatan: Banjir, Wabah Penyakit, dan Strategi Mitigasi di Wilayah Rentan
Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56007558
Dalam beberapa tahun terakhir, curah hujan ekstrem semakin sering terjadi di Indonesia. BMKG mencatat bahwa intensitas dan frekuensi hujan lebat meningkat akibat perubahan iklim, sehingga memperbesar risiko banjir di wilayah rawan bencana (BMKG, 2025). Hujan deras yang turun dalam waktu singkat seringkali menyebabkan banjir besar, terutama di daerah padat penduduk dan wilayah dengan sistem drainase yang kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik pada rumah, jalan, dan fasilitas umum, tetapi juga membawa dampak serius bagi kesehatan masyarakat.
Banjir yang terjadi sering disertai dengan penyebaran berbagai penyakit infeksi, seperti diare, leptospirosis, dan demam berdarah. Air yang tercemar dan lingkungan yang tergenang menjadi tempat berkembang biaknya berbagai vektor penyakit (Kementerian Kesehatan RI, 2025; WHO, 2015). Akibatnya, masyarakat yang terdampak banjir bukan hanya kehilangan harta benda, tetapi juga berisiko tinggi mengalami gangguan kesehatan, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.
Melihat kondisi tersebut, Diperlukan strategi mitigasi yang terencana dan kolaboratif, baik dari sisi pemerintah melalui sistem peringatan dini dan kebijakan tata ruang berbasis risiko (BMKG, 2025b; BNPB, 2022), maupun dari masyarakat melalui peningkatan kesadaran dan adaptasi terhadap risiko banjir.
Dampak Curah Hujan Ekstrem terhadap Lingkungan
Curah hujan yang ekstrem menjadi penyebab utama dalam terjadinya banjir di berbagai wilayah indonesia. Curah hujan ekstrem yang menyebabkan banjir menimbulkan berbagai dampak terhadap lingkungan, seperti.
- Banjir sebagai konsekuensi langsung dari hujan ekstrem
Banjir berdampak pada masyarakat dengan menimbulkan kerusakan infrastruktur, seperti jalan raya, jembatan, dan jaringan listrik. Tempat tinggal masyarakat akan mengalami kerusakan dan roboh. Ekosistem sungai terganggu, pencemaran limbah meningkat dan resiko penyakit bertambah bagi masyarakat.
- Kerusakan infrastruktur dan lingkungan (jalan, pemukiman, sistem drainase)
Banjir deras akan menyebabkan kerusakan jalan, jembatan dan rumah, serta membawa sampah yang akan mencemari lingkungan sekitar. Proses pemulihan lingkungan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar karena sistem lingkungan menjadi menurun akibat banjir.
- Tanah longsor di daerah perbukitan.
Hujan deras dapat menyebabkan tanah menjadi jenuh air dan kehilangan fungsinya, terutama di daerah dataran tinggi yang tidak memiliki pohon. Longsor akan merusak jalan dan membahayakan warga yang tinggal di daerah tersebut.
Ancaman Kesehatan Masyarakat
Banjir tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur, tetapi juga membawa dampak terhadap kesehatan masyarakat. Dalam kondisi ini, berbagai penyakit dapat dengan cepat menyebar, terutama di daerah dengan sanitasi yang buruk dan fasilitas kesehatan yang terbatas. Air banjir yang bercampur dengan limbah rumah tangga, tinja, dan sampah menciptakan kondisi ideal bagi penyebaran penyakit:
- Leptospirosis: Disebabkan oleh bakteri Leptospira dari urine hewan (terutama tikus).
- Diare dan Kolera: Terjadi akibat konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi.
- Diare dan Kolera: Terjadi akibat konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi.
- Infeksi Kulit: Kulit yang terpapar air kotor dalam waktu lama dapat mengalami iritasi, infeksi jamur, atau infeksi bakteri seperti selulitis.
Studi Kasus: Banjir dan Wabah Penyakit di Kota Bekasi
Pada awal tahun 2025, Kota Bekasi mengalami banjir besar akibat curah hujan ekstrim selama beberapa hari. Menurut laporan Kementerian Kesehatan RI, banjir menyebabkan lebih dari 2.000 warga mengungsi dan lebih dari 150 kasus penyakit tercatat dalam dua minggu setelah banjir.
Banjir merendam dan merusak sekitar 1.500 rumah. Dalam dua minggu pasca-banjir, tercatat 28 kasus leptospirosis, 112 kasus diare akut, 75 kasus ISPA, 54 kasus infeksi kulit, dan 17 kasus demam berdarah. Kelompok terdampak paling rentan adalah anak-anak usia di bawah 10 tahun (sekitar 40% dari total kasus diare dan ISPA), serta lansia (sekitar 25% dari kasus infeksi kulit dan leptospirosis). Kasus ini menunjukkan bahwa banjir bukan hanya bencana lingkungan, tetapi juga darurat kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan cepat dan terpadu
Peran Pemerintah dan Strategi Mitigasi
Pemerintah memiliki peran krusial dalam mengurangi dampak dari curah hujan ekstrem dan bencana banjir melalui berbagai upaya mitigasi. Beberapa strategi yang telah dan perlu dilakukan antara lain
- Penerapan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)
BMKG telah mengembangkan sistem peringatan dini berbasis cuaca yang memberikan informasi potensi hujan ekstrem dan banjir secara real-time kepada masyarakat dan pemerintah daerah
- Pembangunan dan perbaikan infrastruktur drainase dan tanggul.
Perbaikan sistem drainase kota dan pembangunan tanggul banjir menjadi strategi penting untuk mengurangi limpasan air hujan. Normalisasi sungai pun perlu terus dilakukan.
- Reboisasi dan Perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Penanaman kembali pohon di hulu sungai dan konservasi DAS dapat mencegah erosi dan mengurangi debit limpasan permukaan saat hujan lebat.
- Perencanaan Tata Ruang Berbasis Risiko Bencana.
Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang melarang pembangunan permukiman di wilayah rawan banjir, longsor, dan genangan. Kebijakan ini penting dalam jangka panjang sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan.
Peran Masyarakat dan Generasi Muda
Selain pemerintah, masyarakat terutama generasi muda memiliki peran penting dalam upaya mitigasi bencana dan menjaga kesehatan pasca-curah hujan ekstrem serta banjir. Kolaborasi dari tingkat lokal sangat krusial dalam menciptakan lingkungan yang tangguh terhadap bencana.
- Edukasi dan Sosialisasi Lingkungan Sejak Dini.
Masyarakat perlu diberdayakan melalui edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, serta memahami risiko bencana. Generasi muda bisa berperan aktif sebagai agen perubahan di sekolah dan komunitas.
- Keterlibatan dalam Kegiatan Relawan Saat dan Setelah Bencana.
Partisipasi generasi muda dalam kegiatan relawan seperti distribusi bantuan, pembersihan pasca-banjir, dan edukasi kesehatan masyarakat sangat membantu proses pemulihan.
- Inisiatif Kampanye Kesehatan Masyarakat.
Kampanye mengenai pentingnya sanitasi, air bersih, dan pencegahan penyakit pasca-banjir harus melibatkan komunitas muda, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Hal ini akan meningkatkan kesadaran dan respons cepat terhadap potensi wabah penyakit.
- Mengintegrasikan Pendidikan Mitigasi Bencana Berbasis Komunitas.
Pendidikan mitigasi bencana yang berbasis komunitas mendorong generasi muda untuk aktif dalam pelatihan, simulasi, dan kegiatan pengurangan risiko bencana. Kegiatan ini meningkatkan kapasitas adaptif dan memperkuat ketangguhan komunitas terhadap bencana.
Melihat situasi ini pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga kesehatan menjadi kunci dalam menghadapi dampak curah hujan ekstrem. Bencana banjir tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur, tetapi juga menimbulkan krisis kesehatan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Oleh karena itu, adaptasi dan mitigasi berkelanjutan sangat diperlukan di era perubahan iklim. Pemerintah perlu terus memperkuat sistem peringatan dini, perencanaan tata ruang berbasis risiko, serta pembangunan infrastruktur yang tangguh terhadap bencana. Di sisi lain, masyarakat, khususnya generasi muda, harus turut berperan aktif dalam edukasi, kampanye kesehatan, serta kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di tingkat lokal
Referensi
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2025). Potensi cuaca ekstrem. https://www.bmkg.go.id/cuaca/potensi-cuaca-ekstrem
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2025). Potensi banjir. https://www.bmkg.go.id/iklim/potensi-banjir
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2025, Februari 3). Belajar dari cuaca ekstrem, BMKG soroti tantangan dan solusi mitigasi bencana. https://www.bmkg.go.id/berita/utama/belajar-dari-cuaca-ekstrem-bmkg-soroti-tantangan-dan-solusi-mitigasi-bencana
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2025, Maret 23). Peringati HMD ke-75, BMKG: Perubahan iklim kritis, tata ruang harus berbasis ketahanan bencana. https://www.bmkg.go.id/siaran-pers/peringati-hmd-ke-75-bmkg-perubahan-iklim-kritis-tata-ruang-harus-berbasis-ketahanan-bencana
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2022). Kajian risiko bencana nasional Provinsi Jawa Barat 2022–2026. https://inarisk.bnpb.go.id/pdf/Jawa%20Barat/Dokumen%20KRB%20Prov.%20Jawa%20Barat_final%20draft.pdf
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2025, Maret 8). Respons cepat Pusat Krisis Kesehatan pada bencana banjir di Kota Bekasi. https://pusatkrisis.kemkes.go.id/respons-cepat-pusat-krisis-kesehatan-pada-bencana-banjir-di-kota-bekasi
- World Health Organization. (2015). Climate and health country profile – Indonesia. https://cdn.who.int/media/docs/default-source/searo/wsh-och-searo/ino-c-h-prof.pdf
- World Health Organization. (2024). Turning the tide: Protecting coastal communities from infectious diseases. https://www.who.int/indonesia/news/feature-stories/detail/turning-the-tide–protecting-coastal-communities-from-infectious-diseases
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2025, 8 Maret). Respons Cepat Pusat Krisis Kesehatan pada Bencana Banjir di Kota Bekasi. Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes. Diakses dari https://pusatkrisis.kemkes.go.id/respons-cepat-pusat-krisis-kesehatan-pada-bencana-banjir-di-kota-bekasi
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2025, Februari 3). Belajar dari cuaca ekstrem, BMKG soroti tantangan dan solusi mitigasi bencana. https://www.bmkg.go.id/berita/utama/belajar-dari-cuaca-ekstrem-bmkg-soroti-tantangan-dan-solusi-mitigasi-bencana
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2022). Kajian risiko bencana nasional Provinsi Jawa Barat 2022–2026. https://inarisk.bnpb.go.id/pdf/Jawa%20Barat/Dokumen%20KRB%20Prov.%20Jawa%20Barat_final%20draft.pdf
- World Health Organization. (2024). Turning the tide: Protecting coastal communities from infectious diseases. https://www.who.int/indonesia/news/feature-stories/detail/turning-the-tide–protecting-coastal-communities-from-infectious-diseases
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2025, Maret 8). Respons cepat Pusat Krisis Kesehatan pada bencana banjir di Kota Bekasi. https://pusatkrisis.kemkes.go.id/respons-cepat-pusat-krisis-kesehatan-pada-bencana-banjir-di-kota-bekasi.
- Ikhsan, M. H., Adi, M., Meysa, R. N., Nurfauzia, S., & Candra, T. (2022). Peran pendidikan mitigasi bencana untuk membangun kapasitas adaptif masyarakat di Kelurahan Limus Nunggal, Sukabumi. Jurnal Abisatya Perdana, 1(1), 76–84. https://jurnal.abisatya.org/index.php/JAGADDHITA/article/download/41/34/115