TOXIC PRODUCTIVITY: Saat Produktivitas Berdampak Negatif

Source: https://www.freepik.com/free-vector/overwhelmed-people-illustration

“Toxic productivity” pasti sudah bukan sesuatu yang terdengar asing lagi bagi kita. Kita pasti sering melihat orang-orang yang terus berada di depan layar, mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan mereka, bahkan beberapa dari mereka diharuskan untuk selalu “aktif”. Tapi sebenarnya, apa itu Toxic Productivity?. Dr. Julie Smith, seorang psikolog klinis dari Hampshire, Inggris menyatakan bahwa Toxic Productivity merupakan sebuah obsesi yang dimiliki oleh seseorang untuk mengembangkan dirinya dan merasa bersalah apabila tidak bisa melakukan banyak hal. 

Saat ini produktivitas sering kali menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang dalam pekerjaan. Toxic Productivity menjadi sangat marak terjadi di era digital karena kemampuan teknologi untuk membuat individu selalu terhubung dengan pekerjaannya bahkan di luar jam kerja. Tekanan yang didapatkan dari lingkungan sekitar juga tak jarang menjadi faktor penyebab seseorang untuk terus menerus mendorong diri agar bisa menjadi individu yang produktif dan terlihat sibuk. Namun, tanpa disadari hal tersebut yang membuat seseorang terjebak ke dalam Toxic Productivity hingga bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri karena mengorbankan beberapa hal seperti kesehatan fisik dan mental.

Toxic Productivity ini berbeda dengan “Productive”, Toxic Productivity ditandai dengan obsesi yang dimiliki oleh seseorang terhadap pekerjaan hingga menimbulkan perasaan bersalah apabila individu tersebut tidak melakukan sesuatu atau berada dalam mode kerja. Mereka yang terjebak dalam Toxic Productivity tidak akan pernah merasa cukup dan terus memaksa dan menuntut dirinya untuk bekerja hingga cenderung melampaui batas kemampuan diri sendiri. Padahal, perlu adanya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. 

Toxic Productivity sudah pasti berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental karena orang-orang yang terjebak dalam Toxic Productivity seringkali mengabaikan pola makan, pola tidur, hingga waktu untuk diri sendiri. Mereka tidak akan punya waktu untuk menikmati aktivitas karena perasaan cemas dan takut yang terus menghantui mereka hingga berujung pada burnout akibat terlalu lelah baik secara fisik maupun emosional. Selain itu, Toxic Productivity juga bisa merusak hubungan sosial dengan keluarga, teman, ataupun pasangan karena terlalu fokus dengan pekerjaan dan mengabaikan lingkungan sekitarnya. 

Jadi, bagaimana sih cara terbaik untuk menghindari diri dari Toxic Productivity?

  1. Mengubah mindset yang dimiliki. Ingatlah bahwa proses yang dimiliki setiap orang berbeda dan jangan terus menerus memaksa diri untuk menjadi produktif hingga melampaui batas kemampuan diri sendiri. Jika dibutuhkan, mintalah bantuan kepada orang lain.
  2. Prioritaskan kesehatan fisik dan mental. Produktivitas yang berlebihan justru akan merusak sesuatu yang menjadi investasi jangka panjang kita. Perhatikan pola makan, beristirahatlah yang cukup, berolahraga, dan luangkan waktu untuk diri sendiri serta orang-orang di sekitar kita tanpa terganggu oleh pekerjaan. 

Tidak ada salahnya menjadi seseorang yang produktif. Tetapi, memaksakan diri untuk terus menerus menjadi produktif dapat berdampak negatif sehingga penting bagi kita untuk menyadari apakah yang kita lakukan merupakan sesuatu yang produktif atau malah menjadi sesuatu yang toxic. Ingatlah untuk Work-Life Balance”.

 

Referensi:

 

Jesslyn Tjangnaka