SEMINAR MENTAL HEALTH TFISC BKS 2023

 “Living in Inclusivity” 

“Living in inclusivity” merupakan tema dari seminar dan workshop yang diadakan untuk memahami pentingnya kesulitan yang dialami oleh teman-teman tuli dalam kesehariannya. Teman-teman tuli juga tentunya ingin merasakan kesetaraan dengan masyarakat pada umumnya. Seringkali masyarakat kesulitan dalam berinteraksi dengan teman tuli karena tidak terbiasa dengan bahasa isyarat yang digunakan. Namun, dengan memiliki kesadaran untuk kesetaraan dan dasar bahasa isyarat, kegiatan ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk berinteraksi dengan teman tuli. Tentu saja, kesadaran harus disertai dengan rasa empati, karena dengan adanya kesadaran tanpa empati dan realisasi tidak dapat terwujud sebagaimana mestinya. 

Dalam dunia teman tuli, bahasa yang digunakan sehari-hari terlihat berbeda dengan masyarakat yang menggunakan bahasa lisan. Dengan mempelajari keterkaitan living in inclusivity dan memiliki empati untuk teman-teman tuli, tentu saja kita mengembangkan diri secara alami. Sebelumnya, pertanyaan-pertanyaan akan muncul seperti, “Apakah teman tuli dapat memahami bahasa lisan dengan mimik?” “Bagaimana cara teman tuli mempelajari bahasa isyarat?” dan lain sebagainya. Dengan pertanyaan tersebut, memunculkan ide untuk mengadakan seminar dan workshop pembelajaran seputar bahasa isyarat. Kegiatan ini direalisasikan pada hari Jumat, 27 Oktober 2023 dengan total partisipan 29 peserta. Acara ini diharapkan dapat meningkatkan empati audience dan masyarakat serta dapat berkomunikasi dengan teman tuli. Acara seminar dan workshop ini berjalan dengan dukungan dari Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (PUSBISINDO) dan Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat (PLJ). Pemateri pada acara seminar dan workshop ini adalah Kak Barrep Saputro yang merupakan teman tuli, sekaligus sebagai guru bahasa isyarat. Acara ini juga berjalan dengan bantuan dari tim Juru Bahasa Isyarat, yaitu Kak Vida dan Kak Aziz yang membantu memfasilitasi agar audiens dapat memahami apa yang disampaikan oleh Kak Barrep selaku teman tuli dan pemateri. 

Rangkaian acara dimulai dengan pembukaan dari MC, dan pengisian entry ticket. Kemudian, kata sambutan dari ketua kampus Teach For Indonesia Student Community (TFISC) @Bekasi, yaitu Kak Adinda Nurul Izzah, serta kata sambutan dari Project Manager (PM), yaitu Elsa Dwi Ningrum. Setelah itu, masuk pada perkenalan pembicara dan tim juru bahasa, yaitu Kak Barrep Saputro, Kak Vida, serta Kak Aziz yang berlangsung selama 60 detik. Pada awal materi, dijelaskan mengenai latar belakang dari Pusbisindo dan Gerkatin yang menjelaskan awal mula adanya gerakan untuk kesejahteraan tunarungu. Tidak lupa juga, dijelaskan mengenai pengertian dari bahasa isyarat, seperti sarana mengungkapkan ide, pemikiran, dan perasaan dalam bentuk gerakan yang dapat dipahami. Hal yang menarik dari pemaparan materi ini adalah bahasa isyarat yang memiliki tatanan bahasa yang berbeda, baik perbedaan bahasa isyarat antara di Indonesia dengan di luar negeri, ataupun bahasa isyarat dengan bahasa lisan. 

Masuk pada penjelasan Kak Barrep mengenai pentingnya dari pembelajaran bahasa isyarat. Terdapat beberapa hal seperti, memiliki kemampuan dasar untuk berkomunikasi dengan teman tuli, menambah pengetahuan, dapat menjadi Juru Bahasa Isyarat, bahkan bisa menjadi masyarakat yang inklusif setara dengan masyarakat lain dalam hak disabilitas. Selain itu, beberapa keuntungan dari penggunaan bahasa isyarat dalam kehidupan sehari-hari yang dijelaskan oleh Kak Barrep adalah dapat berkomunikasi ketika berada di tempat yang berisik, terhalang kaca, bahkan di bawah laut. Namun, pada budaya tuli juga ketika berkomunikasi harus berhadapan atau bertatapan dengan tujuan untuk melihat bahasa isyarat. Setelah dari pemaparan materi yang disampaikan, terdapat sesi workshop untuk belajar praktik bahasa isyarat yang dilakukan selama 40 menit. Kak Barrep mengajak audiens untuk mempelajari abjad BISINDO, bahkan Kak Barrep mengajak untuk mengulang untuk memastikan audiens mengingat kembali. Tidak lupa juga untuk menguji kemampuan audiens dalam memahami dan mengingat, Kak Barrep secara acak menunjuk abjad dan meminta audiens untuk mengulang bahasa isyarat yang tepat. Dengan kegiatan yang interaktif tersebut, tidak hanya panitia, tetapi audiens juga tergerak untuk mengikuti kegiatan belajar bahasa isyarat. 

 

Selain dari belajar abjad BISINDO, terdapat juga pembelajaran tentang bagaimana penggunaan kata ganti orang, seperti “aku”, “saya”, “dia”, “beliau”, “kita”, “kalian”, dan lainnya. Penggunaan kata tanya juga diajarkan seperti “di mana?”, “siapa?”, “ke mana?”, dan beberapa kata tanya lainnya. Kak Barrep juga mengatakan untuk dasar dari bahasa isyarat adalah pengungkapan perasaan yang sedang ki8ta alami seperti sedih, senang, marah, takut, cemas, dan kesal. Tidak hanya praktiknya, tetapi Kak Barrep menguji dengan belajar dialog dasar dalam komunikasi teman tuli. Pada awalnya, audiens diajak untuk belajar dengan bantuan, disisi lain untuk percobaan atau pengulangan. Kak Barrep mengajak audiens untuk mencoba dialog antar teman untuk menjadi contoh. Bagi audiens yang ingin mencoba untuk perkenalan nama dan asal kota dapat mencoba dengan maju dan mempraktikkan dengan temannya. Acara ini berjalan dengan lancar karena banyak interaksi antara pemateri dan audiens, ditambah dengan sesi tanya jawab. Dengan demikian, acara ditutup dengan sesi dokumentasi bersama pembicara, juru bahasa isyarat, panitia, dan peserta.

Florecita