Toxic Productivity di Masa Pandemi

Toxic Productivity Di Masa Pandemi

Halo teman-teman TFISC, pernah nggak sih kalian merasa, “kok aku begadang terus yaa kerjain tugas?”, “kok aku ngerasa ga bener-bener ngelakuin sesuatu ya hari ini?”, “kok aku ngerasa ga produktif ya?”.  Mungkin teman-teman lagi mengalami toxic productivity nih. Yuk cek artikel di bawah untuk memahami toxic productivity.

Menurut Dr. Julie Smith, toxic productivity adalah “sebuah obsesi untuk mengembangkan diri dan merasa selalu bersalah jika tidak bisa melakukan banyak hal”. Secara sederhana, toxic productivity adalah produktivitas yang buruk karena dilakukan secara berlebihan. Orang – orang yang mengalami toxic productivity dapat menimbulkan risiko kesehatan secara mental maupun fisik. Hal tersebut dikarenakan orang – orang yang terkena toxic productivity biasanya memiliki sifat yang terlalu obsesif untuk mengerjakan kewajiban atau mengembangkan diri hingga lupa untuk membagi waktu dan memikirkan dirinya sendiri.

Beberapa tanda bahwa seseorang terkena toxic productivity adalah bekerja melampaui batas, seperti bekerja atau mengerjakan tugas hingga larut malam, dan kegiatan tersebut terjadi secara repetitif. Selain itu, ia juga dapat melupakan kegiatan sehari – harinya seperti makan, tidur yang cukup, hingga lupa diri. Kemudian, mereka biasanya menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap diri sendiri, dan mudah kecewa apabila realita tidak memenuhi ekspektasinya. Setelah itu, saat mereka merasa lelah dan ingin beristirahat, mereka akan langsung merasa bahwa diri mereka tidak layak mendapatkan istirahat karena hasil pekerjaan mereka yang belum sesuai ekspektasi, lalu melakukan tolak ukur dengan mengukur produktivitas seseorang dari berapa lama dia bekerja.

Toxic productivity dapat disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, orang terdekat menaruh harapan yang sangat tinggi pada mereka sehingga, memberi tekanan pada individu tersebut untuk menjadi sempurna. Kedua menganggap bahwa dengan bekerja hingga larut malam tanpa adanya asupan batin dan fisik, akan memberikan hasil yang memuaskan. Ketiga, sering melakukan tolak ukur dengan individu lain, seperti membandingkan kesuksesan orang lain terhadap kita sehingga, apabila kita belum sesukses mereka, maka kita tidak boleh beristirahat. Tekanan-tekanan tersebut dapat memicu suatu individu untuk melampaui batas kemampuannya sendiri, sehingga berujung pada merugikan diri sendiri.

Faktor utama yang memicu meningkatnya kasus toxic productivity saat pandemi adalah sosial media. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perubahan yang terjadi pada konten yang dibagikan pada sosial media. Sebelum pandemi, konten yang dibagikan seringkali dapat memicu Fear of Missing Out atau yang biasa disebut dengan FOMO. FOMO adalah sebuah ketakutan yang dirasakan seseorang, bahwa orang lain mungkin sedang mengalami kejadian menyenangkan, namun orang tersebut tidak ikut merasakan hal tersebut. Namun, istilah FOMO pada saat pandemi berubah menjadi “ketakutan tidak menjadi atau tidak dilihat sebagai manusia yang produktif.”  Awalnya, saat hampir seluruh negara melakukan lockdown, terdapat konten-konten yang saling mendukung dan berempati terhadap situasi yang dihadapi oleh semua orang. Namun sekarang, konten tersebut berubah menjadi konten yang membagikan “personal growth” pada saat isolasi di rumah. Konten-konten tersebut antara lain, belajar bahasa baru, belajar hard skill atau soft skill baru, memasak, dan banyak hal lain. Saat pandemi sudah terjadi selama beberapa bulan, berbagai aktivitas mau tidak mau dijalankan secara online. Pada usia produktif seperti pelajar, mahasiswa, dan orang yang bekerja, semua hal harus dilakukan di rumah sehingga, tidak ada batasan yang mengatur keseimbangan antara bekerja dan istirahat. Mahasiswa yang seharusnya datang ke kampus untuk belajar dan mengerjakan tugas secara langsung, menjadi harus benar-benar belajar untuk mengatur waktu dengan sangat baik. Orang yang bekerja, terlebih khusus pekerja kantoran yang seharusnya masuk pada jam 9 pagi dan selesai pada jam 5 sore juga tidak memiliki batasan tersebut.

Toxic productivity sekarang menjadi hal yang diagungkan secara online pada berbagai platform, dikarenakan orang yang produktif menandakan sebuah kesuksesan, kebahagiaan, dan pengembangan diri meskipun adanya tragedi yang menyerang seluruh dunia.

Berikut 4 metode praktikal yang teman-teman dapat lakukan untuk mengatasi toxic productivity.

  1. Tetapkan goals yang realistis dan dapat diubah sesuai kebutuhan

Penting untuk menentukan konteks dari sebuah tugas saat menentukan goals. Hal ini dikarenakan saat bekerja di rumah, besar kemungkinan terdapat berbagai distraksi, interupsi, dan stressor yang dapat mengganggu flow saat mengerjakan suatu tugas. Saat kita tidak dalam kondisi fokus, maka sulit untuk mengerjakan tugas dengan efisien dan efektif. Jika kita mengatur sebuah tim maka mungkin dibutuhkan untuk mengubah tingkat ekspektasi terhadap mereka.

  1. Istirahat

Istirahat mungkin kata yang sederhana tapi sering dilupakan saat seseorang terjebak dalam toxic productivity. Istirahat adalah suatu hal yang sangat diperlukan. Penelitian menunjukan bahwa orang-orang yang mengambil waktu istirahat menjadi lebih produktif dibandingkan yang tidak.Salah satu teknik yang cukup banyak digunakan adalah Metode Podomoro, yaitu untuk setiap 30-50 menit berikan waktu istirahat 5-15 menit.

  1. Punya support system

Saat kita memiliki support system seperti teman, pacar, ataupun keluarga, kita dapat diberikan saran dan diingatkan saat kita mengalami toxic productivity. Meskipun kita memiliki support system kita juga harus mendengarkan mereka bahwa mereka peduli akan kondisi kesehatan kita.

  1. Berikan batasan yang jelas terhadap tugas

Tugas akan selalu ada namun seringkali kita melupakan hal-hal penting lain seperti makan, ke toilet, quality time dengan orang-orang tersayang. Maka dari itu dibutuhkan adanya batasan yang jelas. Seperti mengerjakan tugas hanya dari jam 9 pagi sampai 3 sore, waktu berkualitas dengan keluarga setiap hari Sabtu dan Minggu.

Apabila saat metode-metode di atas sudah dicoba dan tidak berhasil, maka disarankan untuk hubungi profesional seperti psikolog dan psikiater. Yuk, kita belajar untuk menentukan arti “produktif” menurut pribadi kita sendiri dan tidak membandingkan dengan orang lain di tengah dunia yang mengagungkan “produktivitas.”

 

Referensi:

Kumparan. (2020, August 5). Kumparan. https://kumparan.com/karjaid/mengenal-ciri-ciri-toxic-productivity-obsesi-untuk-terus-produktif-1twPJXMjJQ9

TheQuint.com. (2020, May 21). What Is Toxic Productivity? And How Can We Avoid it?.

https://www.thequint.com/lifestyle/life/toxic-productivity-avoid-during-covid-19-lockdown#read-more.

Createcultivate.com (2020, April 14) What Is Toxic Productivity?(and How Do I Avoid It)?  https://www.createcultivate.com/blog/what-is-toxic-productivity

Vanecia Tjokro, Bryan Laywith, Andrew Alesandro