Webinar Mental Health TFISC 2021: Anxiety of Quarter Life Crisis
Anxiety of Quarter Life Crisis
Apakah kalian pernah mendengar tentang Quarter Life Crisis atau biasa disingkat dengan QLC? Quarter Life adalah masa seperempat kehidupan, dengan rentang usia 18-29 tahun atau biasa disebut masa emerging adulthood. Dimana masa tersebut merupakan masa transisi dari remaja ke orang dewasa. Pada tahap ini, kita sudah memiliki kebebasan untuk memilih, namun juga dituntut untuk mandiri agar dapat mengembangkan diri dalam mempersiapkan masa depan. Tuntutan ini tak jarang menciptakan perasaan negatif di pikiran kita, seperti bingung dan takut. Jika perasaan negatif ini tidak dapat ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan krisis atau biasa disebut Quarter Life Crisis (QLC).
Pada 19 Juni 2021 kemarin, Teach For Indonesia Student Community mengadakan webinar dengan tema “Anxiety of Quarter Life Crisis”. Webinar ini dibawakan oleh Timothy Michael, seorang HR Recruitment J&T Express yang merupakan lulusan psikologi dari Universitas Negeri Jakarta dan webinar ini dihadiri oleh Binusian dan publik. Dengan diadakannya webinar ini, peserta mendapatkan pengetahuan mengenai Quarter Life Crisis dan dampaknya terhadap kesehatan mental, memberikan cara yang tepat untuk menghadapi kondisi Quarter Life Crisis dari segi psikologi, dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental.
Timothy Michael, selaku pembicara menyampaikan bahwa masalah yang paling sering timbul dalam QLC adalah permasalahan yang berkaitan dengan karir dan percintaan. Dalam menghadapi berbagai masalah ini, setiap orang tentunya akan merasakan perasaan yang berbeda-beda. Menurut Robbins, perasaan seseorang yang muncul dalam QLC dapat dibagi menjadi empat, yaitu perasaan bingung karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, perasaan kecewa karena ekspektasi tidak sesuai dengan realita, perasaan takut gagal dan salah mengambil keputusan, dan perasaan rendah diri karena sering membandingkan diri dengan orang lain. Pada umumnya, perasaan-perasaan tersebut merupakan bentuk emosi yang normal untuk diungkapkan seseorang. Namun, apabila perasaan tersebut terus berlanjut dan menimbulkan kecemasan yang tak berhenti, artinya perasaan-perasaan tersebut telah menyebabkan terganggunya mental health seseorang.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa QLC bukanlah fase yang mudah dilewati dan tak jarang dianggap sebagai fase yang menyeramkan karena kita akan menghadapi berbagai kegagalan saat mempersiapkan masa depan kita Meskipun begitu, perlu ditanamkan bahwa QLC merupakan fase umum, yang dialami setiap orang dan setiap orang pasti mengalami kegagalan di setiap fase kehidupan mereka. Namun, satu hal yang perlu diyakini adalah kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Kegagalan ini dapat dijadikan pelajaran agar kita mampu berkembang dan bertumbuh menjadi orang yang lebih baik.
Lantas, bagaimana cara yang tepat dalam menghadapi masalah dalam fase QLC ini? Timothy Michael memaparkan dua hal yang dapat kita lakukan dalam menghadapi fase QLC, yaitu self help dan seek for help. Dalam self help, kita dapat menerapkan prinsip SKSD atau Stop, Know yourself, Set up, dan Do. Stop, jika kita merasa lelah maka kita harus beristirahat atau tinggalkan hal yang membuat kita stress agar seluruh hal negatif yang kita rasakan hilang. Setelah istirahat, kita harus melakukan know yourself. Ketahui diri kita sendiri tentang siapa kita? Apa kelebihan kita? Apa kekurangan kita? Setelah mengenali diri, kita harus Set up atau membuat tujuan jangka pendek yang ingin kita capai. Buatlah rencana untuk mencapai tujuan tersebut dan berikan estimasi waktu rencana tersebut dapat direalisasikan. Kemudian, kita harus Do atau melaksanakan rencana yang telah kita buat.
Sementara dalam seek for help, kita dapat melakukan tiga hal yaitu sharing, refreshing, dan searching. Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, kita dapat sharing masalah kita kepada orang yang kita percayai seperti orang tua dan teman. Kedua, kita dapat melakukan refreshing seperti bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan minat dan bakat kita. Dan yang terakhir, searching, dimana kita bisa mencari tenaga profesional yang dapat membantu kita untuk keluar dari hal-hal negatif tersebut.
DOKUMENTASI: