STEREOTIPE YANG MENYEBABKAN KESENJANGAN SOSIAL

 

Sumber: https://ak.picdn.net/shutterstock/videos/2258443/thumb/1.jpg

Manusia adalah mahkluk sosial, kita saling membutuhkan sesama untuk menyelesaikan berbagai masalah. Bencana alam adalah contoh yang baik untuk membahas ini, erupsi vulkanik sering terjadi di Indonesia korban-korbannya juga tidak sedikit. Mereka tidak mungkin dapat menyelesaikan masalah ini sendiri, khususnya mereka yang tidak memiliki kerabat diluar kampung mereka. Oleh karena itu kita sebagai manusia harus membantu mereka. Kemanusiaan itu sangat diperlukan dalam peradaban zaman sekarang. Banyak orang yang memiliki rasa egois yang besar sehingga sering melupakan teman, dan  keluarga. Dari rasa egois seperti itu mulailah kita membentuk kubu-kubu dan membangun tembok antar sesama. Walau tembok itu tidak kelihatan tapi sangat terasa kesenjangan sosial diantara masyarakat Indonesia,kesenjangan sosial tidak disebabkan oleh masyarakat itu sendiri. Kesenjangan sosial seperti ini sudah terdukung oleh kesenjangan ekonomi yang sangat luar biasa di Indonesia, ditambah dengan kondisi politik di Indonesia yang kurang stabil, dan banyak pejabat Indoneisa yang korupsi. Kejadian-kejadian ini tidak membantu tapi membuat situasi sosial Indonesia lebih keruh lagi.

Kondisi sosial di Indonesia yang kurang kondusif bukan sepenuhnnya karena kesenjangan ekonomi, dan politik yang tidak stabil. Tetapi juga karena sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia kurang mendukung. Dari kecil kami di ajarkan untuk mendapat nilai rapor bagus dengan alasan agar mendapat pekerjaan yang bagus di masa depan kita. Pernyataan ini benar, tetapi kalau kita hanya bergantung pada nilai rapor yang kita miliki apakah benar kita bisa mendapat perkerjaan yang bagus? Sebenarnya pekerjaan yang bagus itu seperti apa? Apakah jika kita mendapatkan banyak uang kita memiliki pekerjaan yang bagus? Cara pandang seperti ini yang menyebabkan kondisi di Indonesia tidak semakin maju. Kita lebih sering memuji orang-orang hebat yang berpenghasilan puluhan juta sebulan, daripada memuji guru kita yang mengajarkan kita disekolah, security bangunan yang di pekerjakan untuk menjaga kesejahteraan dan ketenteraman tempat kita belajar atau bekerja, kita juga tidak menghargai pembantu atau office boy yang sering membersihkan rumah atau bangunan tempat kita bekerja. Saya sering mendengarkan orang yang menganggap diri mereka lebih diatas mereka dengan berkata “Mereka kan sudah digaji, jadi ngapain gue peduli”. Walaupun mereka digaji, dan pekerjaan mereka adalah untuk membantu kita, tidak seharusnya kita memperlakukan secara berbeda. Pekerjaan-pekerjaan penting walaupun mereka tidak memiliki gaji yang besar. Pemikiran seperti ini yang seharusnya mulai dikurangkan di Indoneisa karena perlahan-lahan ini akan membuat kita kehilangan rasa kemanusiaan kita, kita akan menganggap mereka sebagai objek yang bisa kita beli, bukan sebagai manusia yang mempunyai perasaan.

 

 

Agustinus Theodorus