Kendala dalam Pentingnya Pendidikan

Photo by Susan Yin on Unsplash

Semenjak kecil hingga saat ini kita belajar tentang sesuatu, mulai dari hal yang kecil hingga hal yang rumit sekalipun. Saat kecil kita belajar bergerak, bergerak pindah dari tempat, bergerak untuk berjalan, memakan tanpa disuapi dan belajar untuk mencoba sesuatu. Tiada habisnya dunia ini seiring berjalannya waktu kita tetap belajar mengenai hal baru, dunia ini tak kehabisan ilmu untuk kita pelajari. Sayangnya, di kehidupan ini tak semua orang dapat berkecukupan dan mereka harus bekerja untuk membantu memenuhi ekonomi keluarganya ataupun mereka bersekolah sembari mencari pekerjaan yang mampu menghasilkan sesuap nasi untuk keluarga mereka. Namun, Pendidikan adalah hal yang akan mengakar pada pola pikir, tingkah laku dan kemajuan bangsa ini.

Sepatutnya pemerintah dan masyarakat yang berkecukupan secara ekonomi diharapkan dapat membantu antarsesama dengan berbagi dengan cara memberi buku bekas, memberikan pengajaran sesuai bidang yang dimumpuni, dan memberikan kebahagiaan dengan memberikan peringanan biaya untuk dapat terus melanjutkan pembelajaran di sekolah.

Di dalam rezeki yang kita miliki terdapat rezeki orang lain yang patut kita beri sebagai pembersihan terhadap rezeki yang kita punya. Pemberian rezeki ini dapat berupa memberikan kepada yang membutuhkan, seperti memberi kepada orang yang berkeinginan untuk sekolah tetapi mereka dalam keluarganya tidak mencukupi finansialnya. Mereka yang berada pada kondisi ini pasti akan memanfaatkan kesempatannya untuk belajar secara maksimal untuk menggapai prestasi untuk masa depannya dan memajukan negara.

Buku yang tertumpuk di rumah tentu akan merepotkan jika tidak ada ruang lagi di rumah dan membuat penataan di rumah menjadi berantakan. Namun, di sisi lain banyak orang yang membutuhkan bahan mereka untuk menambah ilmu pengetahuan tetapi mereka tidak punya uang yang cukup untuk membeli buku yang mereka butuhkan. Ini adalah alternatif yang dapat menjadi solusi tetapi juga bermanfaat bagi orang lain, kita dapat memberikan buku yang sudah tidak terpakai dan mereka bisa dapat buku dan pengetahuan yang baru. Tidak ada kerugian dalam hal ini dikarenakan yang memberi akan mendapat ruang kosong di rumahnya kembali, tidak berantakan dan tidak menghabiskan ruang di rumah, dan yang diberi buku dapat antusias terhadap buku yang berbeda karena mereka antusias dengan hal baru yang akan dipelajarinya layaknya symbiosis, symbiosis mutualisme.

Jika kita tak punya buku bekas dan uang yang cukup untuk memberikan buku yang baru, ilmu dan kemampuan adalah alternatif yang sangat bermanfaat bagi orang lain. Ilmu yang kita dapat dari pengajaran orang lain, tidak sepatutnya kita simpan sendiri, dengan memberikan pengajaran kepada orang lain berarti kita telah menyumbangkan dan memberi pengetahuan untuk orang lain dan di kesempatan yang lain pasti ada yang membantu kita seperti kita membantu orang yang kita bantu walaupun bukan berasal langsung dari orang yang kita bantu. Memberikan pengajaran kepada orang lain mampu membuat kita, yang mengajar, mengulang kembali tentang materi yang diajarkan dan membuat daya ingat terhadap pelajaran tersebut semakin kuat.

Berbagai cara yang disebutkan dapat membantu seseorang tetapi juga dapat menyesuaikan dengan apa yang kita miliki dan kemampuan apa yang dapat kita beri, maka dari itu kita dapat terus membantu tetapi tidak memaksakan apa yang kita tidak bisa beri.

Pendidikan menjadi tolak ukur kepada individu dan kemajuan teknologi di negara tersebut, sudah sepatutnya kita harus bersekolah dan bercita-cita yang tinggi. Namun, banyak hal dan karakter yang harus dimiliki seseorang agar tercapai tujuan yang ia maksudkan dan terkendalanya biaya dalam Pendidikan membuat kita harus bergotong royong untuk tetap belangsungnya Pendidikan agar tetap terbentuk generasi penerus bangsa yang berbudaya dan beretika untuk masa depan. Dengan berpendidikan juga kita tidak dapat dengan mudahnya dibohongi oleh orang lain karena orang yang mendapatkan pengajaran akan mengambil dan memahami ilmu yang telah diberikan kepadanya.

Silvia Risit