Tektok Gunung Gede, Pendakian (Semi) Kilat

“Ben, minggu depan tektok kuy!” ujar saya spontan.

“Ayok! Ajak yang lain!” sahutnya

“Oke.”

Dimulai dari ajakan singkat itulah dimulailah perjalanan kami ke Cibodas. Personil kali ini adalah teman-teman saya dari SWANARAPALA. Ada Bima a.k.a Sultan Bim Bim, Rama, Bena dan saya. Perjalanan menuju Cibodas lumayan padat malam itu. Sempat pesimis untuk tiba cepat di Warung Ibu, namun ternyata kami sampai di Cibodas sekitar jam 12. Yey! Saya yang penasaran dengan Sate Maranggi yang banyak dijajakan di daerah Puncak pun mengajak teman-teman untuk menikmati Sate Maranggi sebelum ke Warung Ibu. Saya merasa menjadi anak-anak ngehits yang mobilan atau kadang motoran malam-malam “hanya” buat makan indomie di warpat. Asiknya setiap orang kan beda-beda.

Keluar dari mobil, dinginnya Puncak menyerbu kulit kami. Namun dingin itu hilang waktu kami merapat di Sate Maranggi Sari Asih. Asap sate yang dibakar menyeruak ke seantero penjuru. Saya memesan sate lemak campur daging. For the first time nyobain sate ini, enak euy! Untungnya abis ini tektok, jadi ga takut weight gaining, hehehe.

Malam bergulir menjadi pagi, kami beristirahat beberapa jam di Warung Ibu (terima kasih Bu untuk keramahannya, kasih Ibu tiada tara memang) untuk me-recharge tenaga walaupun sudah sempat istirahat di mobil karena istirahat dan tidur adalah dua hal yang berbeda. Yap!

Matahari menyingsing, kamipun bersiap-siap. Tak luput makan pagi dan membeli nasi bungkus agar efisien. Pemandangan yang disajikan begitu keluar dari Warung Ibu adalah Gunung Gegerbentang dan Gunung Pangrango di sebelahnya yang malu-malu diselubungi kabut. Hadudu..cantik banget sih..

Tiket air terjun sudah dipegang, tancap gaslah kami menyusuri jalur bebatuan Cibodas.

Tak banyak pengunjung pagi itu. Hanya ada 1 kelompok di belakang kami dan 2 kelompok di depan yang tak lama kemudian sudah kami balap.

35 menit melangkahkan kaki di jalur bebatuan, sampailah kami di Pos Telaga Biru. Keheningannya mampu meredam semua hiruk-pikuk pikiran kami.

Pendakian tektok menawarkan kenikmatan juga tantangannya sendiri.

 

Menikmati semilir angin, flora di sepanjang jalur dan bersenda gurau dengan teman tanpa harus bawa beban berat di keril. Tektok ini disarankan untuk mereka yang cukup sering naik gunung dan berolahraga yang cukup sebelumnya karena kecepatan dan endurance sangat diperhitungkan.

Pos demi pos kami lalui. Jalur bebatuan Cibodas ini memang mantap benar. Tiga jam sejak kami berangkat dari Balai TNGGP, di kelokan terakhir, muncullah bidang datar diselimuti akar.

“Kandang Badak cuy!!!” akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba. Tempat yang biasanya digunakan pendaki untuk beistirahat itu sangat lengang. Tak ada satupun pendaki. Kandang Badak pun serasa menjadi milik kelompok kami pribadi. Jangan tanya kapan saya melakukan pendakian ini.

Rehat sejenak menikmati Gunung Pangrango yang terlihat jelas di depan kami sambil ngemil roti gambang, juwarak rasanya!

Kandang Badak adalah sadelan antara Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Dari sini terlihat jelas Gunung Pangrango serta punggungannya yang biasa digunakan pendaki menuju puncak.

Dari Kandang Badak menuju Puncak Gunung Gede jalurnya sudah tidak berbatu lagi, namun dipenuhi akar dan pohon-pohon yang mengelilingi pun sudah tidak sebesar saat di bawah Pos Kandang Badak. Di pertengahan jalur, saya dan Bena baru ingat untuk menggunakan sunblock. Walau terlambat, ya sudahlah tak apa untuk mengantisipasi ganasnya terik matahari saat di puncak nanti.

Fyi, penggunaan sunblock sangat dianjurkan sesaat sebelum melakukan pendakian. Walau jalur yang dilalui cukup tertutup seperti jalur dari Cibodas, namun sinar matahari tetap dapat mengakibatkan kerusakan kulit. For girls, akan saya sampaikan di tulisan berikutnya ya gimana perlindungan untuk kulit saat melakukan pendakian.

1 jam 20 menit tibalah kami di pinggiran kawah Gunung Gede. Saya yang sangat ngantuk dan lelah langsung saja berbaring di batu-batu kerikil, berlindung oleh semak-semak cantigi. Bena asyik hunting pemandangan dan mengulik kameranya, BimBim juga tidur. Sementara Rama melanjutkan perjalanan menyusuri pinggiran kawah menuju Puncak Gunung Gede. Saya hanya menitip pesan: “Ram, nanti fotoin Surken ya dari Puncak Gede”.

Hampir setengah jam dan Rama pun kembali lalu menceritakan pengalamannya selfie di Tugu Puncak Gunung Gede.

Cuaca yang cerah sangat mendukung perjalanan kali ini. Terima kasih semesta.

Kawah Gunung Gede aktif mengeluarkan kepulan asap belerang. Betapa kecilnya manusia dibandingkan hamparan pemandangan yang kami nikmati kala itu. Salahkah bila saya merasa lebih dekat dengan Tuhan saat berada di alam dibanding di deretan bangku-bangku coklat itu? #randomthought

Sinar matahari serasa membakar ubun-ubun kami, untungnya banyak semak cantigi yang dengan gagah menghalau. Makan siang kala itu adalah nasi bungkus dengan ayam goreng. Rupanya bukan hanya kami yang lapar, tapi teman mungil itu juga. Dia adalah tikus hutan mungil yang shy-shy cat menghampiri kami. Lucunya, dia semangat berlari menghampiri kami, tapi sekitar 20 cm, mundur lagi. Gitu terus.

Malas berlama-lama di pinggir kawah, kami pun turun. Perjalanan turun tidak jauh lebih cepat daripada saat naik karena kami sangat santai. Jalur bebatuan membuat tenaga banyak terkuras.

Melewati Jembatan Gayonggong, rintik hujan mulai turun dan lama-kelamaan menjadi semakin deras. Kami pun berlari-lari menuju Pos Telaga Biru. Muncullah penjual jas hujan plastik yang hampir ada di setiap kelokan. Untungnya kami tiba di Warung Ibu sekitar pukul 16.30.

Perjalanan singkat yang membuat semangat dan pikiran kami ter-recharged ulang.

Gunung Gede Pangrango, tempat yang tepat untuk mengasingkan diri.

Tuh kan pendakian tektok itu susah-susah gampang, berikut saya rangkum tips and trick kalau kalian mau melakukan pendakian tektok:

  • Carilah teman yang tepat, karena pendakian tektok ini bukanlah ajang siapa yang tercepat.
  • Pergilah dengan minimum 2-3 orang, agar peralatan yang dibawa bisa dialokasikan dengan pas. (cemilan, P3K, flysheet, baju cadangan, termos air)
  • Bawalah nasi bungkus dari warung bawah agar tidak perlu bawa kompor, gas dan logistik lebih
  • Berolahragalah minimal seminggu 2 kali (terutama lari, naik turun tangga dan bending)
  • Berangkat sebelum pukul 7 pagi, agar tidak kesiangan sampai di puncak dan tidak kesorean saat sampai di basecamp
  • Menginap dulu semalam di basecamp agar tubuh bisa teraklimitasi dan menyimpan tenaga untuk keesokan harinya.

Jadi, menurut kalian tektok itu gimana?

Salam olahraga!

 

Audrey Tanzil