Dare to Admit Mistakes

 

Sewaktu kita balita sering sekali kita diperdengarkan oleh orang tua kita kata maaf. Kemudian, ketika kita sudah beranjak ke usia anak – anak, orang tua kita mulai mengajari kita kapan kita harus menggunakan kata maaf itu. Kita yang masih polos hanya tahu jika kita berbuat salah kita harus meminta maaf. Tetapi, bibit untuk sulit mengucapkan kata maaf itu sendiri sebenarnya sudah timbul. Kebiasaan untuk menghindar dan malu untuk mengakui kesalahan itu bahkan sudah ada sejak kita masih kecil. Hingga kita dewasa, secara tidak sadar kebiasaan itu masih terus ada didalam diri kita. Mungkin hal itu sudah menjadi kebiasaan untuk menghindari jalur yang kita tidak sukai atau justru dengan kita menghindar, kita juga bahkan melimpahkan kesalahan itu ke orang lain .

Bahkan tidak sedikit orang yang mengklaim dirinya telah dipulihkan oleh kasih-Nya justru tidak menunjukkan sikap yang mau mengampuni dan mau meminta maaf atas kesalahannya sendiri. Bukankah Tuhan sendiri juga mengajarkan kepada kita bahwa janganlah kita meninggikan ego kita sendiri, tetapi mengapa begitu sulit sekali bagi kita untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf atas kesalahan kita sendiri.Kadang – kadang bukannya meminta maaf, tetapi malah menimbulkan masalah karena diri kita yang sebegitu egois untuk menghindar dan tidak mau mengakui kesalahan. Terkadang bukannya menjadi contoh orang yang pemaaf, tetapi malah jadi contoh orang yang pemarah. Yang sering sekali meledak emosinya walaupun didalam hati kita tahu kita yang salah. Ketika emosi itu sudah menguasai diri kita, bukankah kita akan cenderung untuk mengacungkan jari kita dan menunjuk orang lain. Lebih mudah dan lebih sering juga bukan bagi kita untuk menunjuk dan mengatakan kesalahan orang lain.

Memulai memanglah tidak mudah, begitu juga dengan meminta maaf. Banyak cobaan secara psikis yang akan kita dapatkan ketika ingin mengucapkan kata maaf yang tulus dari hati kita. Cobaan itu diantaranya bisa diartikan terhadap resiko yang kita akan tanggung karena mengakui kesalahan kita sendiri. Setiap perbuatan yang telah kita lakukan pasti tidak luput dari pertanggung jawaban akan perbuatan kita sendiri. Namun, kita terkadang tidak mau menanggung resiko yang merugikan kita. Tidakkah hati kita justru akan lebih tidak tenang jika kita selalu menghindar dari masalah. Tuhan sendiri selalu mengingatkan kita untuk mengakui dosa kita di hadapan-Nya seperti yang tertulis pada 1 Yohanes 1:9 (TB)  “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”, meskipun Tuhan sendiri sudah tahu tetapi Tuhan untuk kita belajar mengakui kesalahan kita sehingga kita dapat berbenah diri dan mengerti mana yang benar dan salah, yang baik dan jahat. Oleh karena itu, pengakuan atas kesalahan itu sangatlah penting karena hal ini adalah salah satu cara untuk mendewasakan diri dan memperbaiki diri.

Referensi :

  • Alkitab
Stefan Sebastian Darmanto