Musik Keroncong Sebagai Bentuk Akulturasi Musik di Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “akulturasi” memiliki arti sebagai “Percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi”; “proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, Sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan Sebagian berusaha menolak pengaruh itu”; dan “proses atau hasil pertemuan kebudayaan atau bahasa di antara anggota dua masyarakat bahasa, ditandai oleh peminjaman atau bilingualisme”. Merangkum dari pengertian tersebut, akulturasi dapat didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi ketika dua atau lebih kebudayaan bercampur menjadi kesatuan yang hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Akulturasi dapat terjadi dalam berbagai aspek kebudayaan, salah satunya adalah musik. Musik keroncong merupakan salah satu ciri khas kebudayaan musik Indonesia. Musik keroncong pada dasarnya merupakan suatu bentuk akulturasi atau perpaduan antar musik Barat dan musik Timur. Perpaduan yang terdapat dalam music keroncong adalah musik sistem pentatonik (dari budaya Timur) dan musik sistem diatonik (dari budaya Barat). Awal mula perjalanan musik keroncong adalah pada tahun 1511 ketika Portugis menguasai Malaka untuk mendapatkan rempah-rempah dan terjadi persaingan dengan Belanda yang pada akhirnya menguasai Malaka pada tahun 1641. Beberapa oang Portugis yang menjadi tawanan Belanda ditempatkan di daerah Kampung Tugu. Para warga lalu mulai membuat alat musik sendiri dari batang kayu bulat dan pohon. Alat musik yang dibuat menghasilkan wujud berupa gitar kecil yang diberi nama macina. Macina menghasilkan bunyi “crong.. croong” yang membuat orang Betawi menyebut “orang Tugu lagi crang crong”. Berdasarkan hal ini, maka musik tersebut diberi nama musik keroncong.
Semakin berkembangnya musik keroncong, maka semakin banyak pula alat musik yang digunakan dalam pertunjukan musik keroncong. Saat ini beberapa jenis alat musik yang digunakan adalah biola dan flute/suling sebagai instrumen melodi, serta gitar, ukulele, banyo, cello, dan bass sebagai instrumen pengiring. Musik keroncong harus dilestarikan dan diberitahukan secara turun temurun kepada generasi baru Bangsa Indonesia. Di zaman sekarang ini, dengan adanya era globalisasi, para generasi muda Indonesia banyak yang telah melupakan dan tidak menaruh minat terhadap musik keroncong. Para anak muda lebih memilih mendengarkan musik luar Indonesia dan telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengenalkan dan melestarikan musik keroncong di kalangan anak muda adalah dengan cara membawakan lagu luar dengan aransemen musik keroncong. Salah satu kelompok musik Indonesia bernama Orkes Keroncong Rantauan Delimo (OKRD) menggunakan metode ini dengan tujuan mengenalkan budaya musik keroncong kepada para anak muda Indonesia. Melalui wawancara dengan Surabaya Tribun News pada, mereka sepakat untuk fokus pada genre musik keroncong dengan melakukan cover lagu Barat yang sedang populer.
Author: Giveny Militia Kristy Illene Tinangon
Referensi:
Musik Keroncong Tugu: Kebudayaan Nasional yang Lahir di Kampung Tugu
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/akulturasi
https://ojs.unm.ac.id/Nuansa/article/view/4750/2709
https://core.ac.uk/download/pdf/229662179.pdf
https://surabaya.tribunnews.com/2018/02/08/populerkan-musik-keroncong-pada-anak-muda-jaman-now-okrd-pilih-cover-lagu-barat?page=2
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fcommons.wikimedia.org%2Fwiki%2FFile%3AKeroncong_Merah_Putih.jpg&psig=AOvVaw0GFDXskdRo17R5L7nZ8uZ1&ust=1621862179798000&source=images&cd=vfe&ved=0CAMQjB1qFwoTCLjgwszx3_ACFQAAAAAdAAAAABAD