Nyanyian Tradisional Jawa Pasindhèn
Warangganaa atau yang kerap disebut dengan pasinden atay sinden adalah sebutan untuk wanita yang bernyanyi mengiringi orchestra gamelan. Sinden berasal dari kata “pasindhian” yang memiliki arti kaya akan lagu atau yang melantunkan/menyanyikan lagu. Sinden juga dapat disebut waranggana. “Wara” berarti seseorang wanita, dan “anggana” berarti sendiri. Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan (pentas gamelan yang lengkap dengan vokal dan instrumental). Namun, seiring berkembangnya zaman, sekarang Sinden tidak hanya tampil secara solo (satu orang) dalam pergelaran tetapi untuk saat ini pada pertunjukkan wayang bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih supaya pergelaran menjadi lebih spektakuler. Selain itu, sekarang sinden tidak hanya sekedar mengiringi pertujukan Wayang saja tetapi, mereka juga dapat juga berkomunikasi dengan Dalang atau para penonton dengan guyonan untuk lebih memeriahkan acara. Maka dari itu, selain memiliki keahlian vokal yang baik, seorang pesinden juga harus bisa memiliki skill komunikasi yang baik. Hal tersebut diperlukan supaya suasana yang lebih meriah dan tidak monton dapat tercipta.
Sinden sangatlah identik dengan musik Gamelan. Sinden biasanya selalu ada pada pertunjukan Wayang atau semua pertunjukan yang menggunakan Gamelan sebagai iringan musiknya. Sinden menyanyi mengikuti iringan gendhing yang disajikan dalam klenengan maupun pergelaran wayang. Istilah sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur dan daerah lainnya, yang memiliki hubungan dengan pergelaran wayang ataupun klenengan. Sinden biasanya ada di belakang dalang dan di barisan depan para pemain gamelan. Tepatnya di di belakang tukang gender (set alat musik gamelan) dan di depan tukang kendhang. Selama pementasan Wayang berlangsung, Sinden akan menyanyi dan mengikuti sesuai dengan alunan gendhang yang dimainkan para pengrawit. Sekarang, Sinden tidak hanya duduk dibelakang melainkan dialihkan tempatnya menjadi menghadap ke para penonton, tepatnya di sebelah kanan dalang membelakangi simpingan Wayang.
Di daerah di Jawa, Sinden terbagi menjadi beberapa jenis yaitu Gaya Yogyakarta atau Jawa Tengah, Gaya Sunda, Gaya Jawa Timur, dan Gaya Banyumas. Perbedaan dari keempat gaya tersebut dapat dilihat dari cara menyanyi dan vokalnya. Perbedaan tersebut muncul karena adanya perbedaan logat dan bahasa sehingga, akan juga berpengaruh pada gaya menyanyikannya. Meskipun demikian, fungsi Sinden tetaplah sama yaitu sebagai pengiring pergelaran Wayang atau Klenengan.
Di era modern sekarang ini Sinden mendapatkan perhatian dan posisi yang hampir sama dengan artis penyanyi campursari. Dalam pertunjukan Wayang modern Sinden tidak hanya menyanyikan lagu jawa sesuai dengan cerita Wayang, namun juga lagu Campursari dan Langgam Jawa untuk membuat acara tidak monoton. Selain harus mahir dalam menyajikan lagu, sinden juga harus menjaga penampilan, dengan berpakaian yang rapi dan menarik. Sekarang Sinden tidak hanya didominasi wanita tetapi telah muncul beberapa orang sinden pria. Munculnya sinden laki-laki ini malah menjadi trend bagi para Dalang untuk menghasilkan nilai ketertarikan lebih pada pergelarannya.
Author: Giorgina Lalopua
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pesindhen
https://negerikuindonesia.com/2015/07/sinden-seni-menyanyi-tradisional-dari.html
https://www.indozone.id/fakta-dan-mitos/EnsLpN/mengenal-sinden-nyanyian-tradisional-dari-jawa/read-all
https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Ohlala_sinden.jpg