Angklung: Alat Musik Tradisional Indonesia

Apa itu Angklung? Apakah kalian pernah mendengarnya? Mungkin sudah tidak asing ditelinga para warga masyarakat Indonesia jika mendengar alat musik tradisional ini yang bernama Angklung. Angklung merupakan alat musik tradisional yang berasal dari daerah Jawa Barat. Kata Angklung berasal dari Bahasa Sunda “angkleung-angkleungan” yaitu gerakan pemain Angklung dan suara “klung” yang dihasilkannya. Secara etimologis, Angklung berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah. Jadi Angklung merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap.

Cara memainkan alat musik angklung ini dengan satu tangan memegang bagian atas angklung dan tangan lain memegang bagian bawah dari sisi lain angklung tersebut lalu menggoyangkannya. Hal ini menyebabkan pipa-pipa bambu yang menyusun angklung saling berbenturan menghasilkan suatu bunyi tertentu. Setiap satu alat musik angklung hanya menghasilkan satu nada. Setiap angklung yang memiliki ukuran yang berbeda akan digetarkan atau digoyangkan menghasilkan nada yang berbeda pula. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa pemain angklung untuk menghasilkan melodi yang indah untuk didengar. Seorang pemain angklung dapat memainkan 2 atau 3 buah alat musik angklung.


Foto : shashinframe.wordpress.com

Di zaman dahulu kala pada saat di lingkungan Kerajaan Sunda (abad ke 12 – abad ke16) , Angklung dimainkan sebagai bentuk pemujaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Sri (dewi padi/dewi kesuburan), Selain itu, konon Angklung juga merupakan alat musik yang dimainkan sebagai pemacu semangat dalam peperangan, sebagaimana yang diceritakan dalam Kidung Sunda. Tetapi sekarang alat musik tradisioanl angklung ini sudah banyak berkembang.

Apa kalian tahu, alat musik yang terbuat dari bambu ini yaitu angklung tidak hanya warga tanah air yang mengetahuinya tetapi sudah dikenal sampai International loh. Setelah Indonesia merdeka ada seseorang yang bernama Daeng Soetigna yang merupakan seorang guru yang berasal dari salah satu keluarga bangsawan di Jawa Barat, ia yang berusaha memperkenalkan kembali alat musik tradisional sunda angklung keberbagai golongan seperti di sekolah-sekolah hingga ke gereja-gereja.

Dengan kerja kerasnya Daeng Soetigna kemudian mendapatkan berbagai macam penghargaan sehingga ia lebih dikenal sebagai bapak angklung Indonesia daripada dikenal sebagai seorang guru. Karena usaha beliau angklung kembali dikenal luas di Indonesia dan menjadi salah satu alat music pengiring diberbagai macam kegiatan dan juga pertujukan hingga puncaknya. Ketika UNESCO mengakui Angklung sebagai warisan budaya asli Indonesia non bendawi pada tahun 2010 dan pada 16 November ditetapkan sebagai hari angklung sedunia.

Salah satu contoh angklung dimata dunia, pada 2008 terdapat 11.000 pemain angklung di Jakarta dan 5.000 pemain angklung di Washington DC dan memecahkan rekor terbaru saat itu. Sejak November 2010, UNESCO sudah mencatat angklung sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia.

Author: Prillian Dewi

Referensi :
Buana, D. (2020). Sejarah Angklung dan Perkembangannya. Palembang : deltabuana.com.
NURDIN CAHYADI, S. (2018 ). ANGKLUNG. Purwakarta: disdik.purwakartakab.go.id.
Primadia, A. (2017). Sejarah Alat Musik Angklung Jawa Barat. Jakarta : sejarahlengkap.com.