Sejarah Agama Katolik
Indonesia terdapat berbagai macam suku dan agama. Agama sendiri secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau, maka dapat dikatakan bahwa agama berarti tidak kacau dimana di dalamnya terdapat tata keyakinan kepada Yang Maha Kuasa dengan berbagai kebiasaan yang berbeda. Agama yang ada di Indonesia berjumlah enam, salah satunya adalah agama Katolik. Dalam Ensiklopedi Gereja, Katolik berasal dari Bahasa Yunani yaitu Katholikos yang berarti universal, menyeluruh, atau umum. Selain itu istilah Katolik muncul dalam syahadat dan rumus pengakuan iman para calon baptis sejak abad ke-4 walaupun sebelumnya telah diyakini dalam teori Gereja Kristus adalah Katolik. Lalu berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk pengucapan yang benar adalah Katolik karena pada masa kolonial Belanda kata Katolik masih menggunakan Bahasa Latin yaitu Katholiek yang kemudian diserap.
Agama Katolik tumbuh ketika Yesus telah lahir di kota Betlehem, Pakistan pada abad keempat Masehi saat gereja mendapat pengakuan secara resmi dari kaisar Romawi Konstantin Agung dalam bentuk Katolik Ortodoks. Walaupun sejak abad pertama hingga keempat agama Kristen Katolik telah menyebar di sekitar Laut Tengah, pada abad keempat sampai abad ketiga belas telah menyebar di Eropa, dan pada abad ke-13 sampai abad ke-18 telah memasuki benua Amerika, sebagian Afrika dan Asia. Lalu pada abad ke-19, penganut agama Katolik sudah sangat banyak karena masyarakat yang sebelumnya menganut paham animisme dan lain-lain. Ketika agama Katolik disebarkan, mereka memeluk agama Katolik dan meninggalkan animisme hingga pada akhirnya sampailah ke Indonesia.
Agama Katolik di Indonesia berawal dari datangnya bangsa Portugis ke Kepulauan Maluku. Saat itu kepala kampung di Maluku bersama warga kampungnya dibaptis pada tahun 1534 setelah menerima pemberitaan Injil dari seorang saudagar Portugis yang bernama Gonzalo Veloso, pada saat para pelaut Portugis baru menemukan kepulauan rempah-rempah bersamaan dengan para pedagang dan para imam Katolik datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pendatang tersebut adalah Santo Fransiskus Xaverius yang datang mengunjungi Pulau Ambon, Saparua, dan Ternate pada tahun 1546 sampai 1547 dimana Ia di sana juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat.
Pada tahun 1619 sampai 1799 tepatnya sejak datangnya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia, Gereja Katolik dilarang dan hanya bertahan di beberapa wilayah seperti Flores dan Timor. Para penguasa VOC yang beragama Protestan mengusir imam-imam Katolik berkebangsaan Portugis dan menggantikan dengan pendeta-pendeta dari Belanda yang mengakibatkan banyak umat Katolik yang diprotestankan seperti komunitas Katolik di Ambon. Imam-imam Katolik diancam hukuman mati jika ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC seperti pada tahun 1624 pada zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, Pastor Egidius d’Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia karena ketahuan mengajar agama dan merayakan Misa Kudus di penjara. Lalu pada tahun 1646 Pastor A de Rhodes yang merupakan seorang Yesuit Perancis dan pencipta huruf abjad Vietnam dihukum untuk menyaksikan pembakaran salib dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di bawah tiang gantungan lalu diusir. Kemudian Yoanes Kaspas Kratx yang merupakan orang Austria meninggalkan Batavia (nama Indonesia saat itu) dan pindah ke Makau hingga meninggal sebagai seorang martir di Vietnam pada tahun 1737 karena pejabat VOC mempersulit usahanya sebagai akibat memberikan bantuan kepada beberapa imam Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Selanjutnya pada akhir abad ke-18 saat perang besar antara Perancis dan Inggris dengan sekutu menarik simpati orang Belanda sehingga terbagi menjadi dua kubu dan Belanda kehilangan kedaulatannya. Maka pada tahun 1806 Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya yaitu Louis Napoleon yang beragama Katolik untuk menjadi raja Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut dan dibubarkan.
Pengangkatan Louis Napoleon sebagai Raja Belanda membawa perubahan politik yang cukup positif di Belanda dan mempengaruhi sejarah berdirinya Gereja Katolik di Indonesia, sejak saat itu kebebasan beragama untuk rakyat mulai diakui Pemerintah. Hingga pada tanggal 8 Mei 1807 pemimpin Gereja Katolik Roma mendapatkan persetujuan dari Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia. Lalu pada April 1808 datang dua orang Imam dari Belanda di Jakarta yang bernama Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prinsen, Pr yang mana Prefek Apostolik pertama diangkat adalah Pastor J. Nelissen, Pr. Setelah itu pada tahun 1808 sampai 1811 kebebasan beragama mulai diberlakukan pada pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels yang berkuasa menggantikan VOC walaupun masyarakat beragama Katolik masih mendapat sedikit halangan yakni saat itu hanya terdapat 5 orang imam untuk 9000 orang umat. Kemudian pada tahun 1889 kondisi mulai membaik dengan bertambahnya 50 orang imam di Indonesia walaupun di daerah Yogyakarta misi Katolik masih dilarang sampai tahun 1891.
Pada tahun 1896 datanglah Pastor Van Lith SJ ke Muntilan yang mengawali perkembangan agama Katolik di Pulau Jawa (Yogyakarta). Pada awalnya usaha tidak menghasilkan apa-apa tetapi pada tahun 1904 kedatangan 4 orang kepala desa dari daerah Kalibawang meminta untuk diajarkan mengenai agama Katolik. Lalu pada 15 Desember 1904 rombongan orang Jawa berjumlah 178 orang pertama yang dibaptis disebuah mata air di Semanggung, yang terletak diantara dua batang pohon Sono yang sekarang dikenal tempat ziarah Sendangsono. Kemudian Pastor Van Lith mendirikan sekolah guru di Muntilan bernama Normaalschool pada tahun 1900, sekolah pendidikan guru bernama Kweekschool pada tahun 1904, dan sekolah Seminari Menengah pada tahun 1911. Selanjutnya sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan menjadi satu yayasan yaitu Yayasan Kanisius pada tahun 1918 dimana para imam dan uskup pertama merupakan mantan siswa-siswi Muntilan. Dan pada permulaan abad ke-20 Gereja Katolik di Indonesia berkembang pesat.
Pada tahun 1940, Indonesia memiliki uskup pertama yang ditahbiskan yaitu Albertus Soegijapranata. Lalu pada 20 Desember 1948 di dusun Kembaran yang berada tidak jauh dari Muntilan, Romo Sandjaja yang dikenal sebagai martir pribumi bersama Frater Hermanus Bouwens terbunuh saat terjadi penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang kemudian berlanjut ke Yogyakarta pada masa Agresi Militer Belanda. Kemudian pada 29 Juni 1967, Indonesia memiliki Kardinal Pertama yaitu Yustinus Kardinal Darmojuwono pada Konsili Vatikan II tahun 1962-1965 dimana saat itu Gereja Katolik berpartisipasi aktif dan keaktifan tersebut ditandai dengan kunjungan Paus Paulus VI di tahun 1970 dan Paus Yohanes Paulus II di tahun 1989. Kota-kota yang dikunjungi adalah Jakarta, Medan, Yogyakarta, Maumere, dan Dili. Selanjutnya pada tahun 2006, umat Katolik di Indonesia tercatat mencapai 3% dimana umat terbanyak terletak di Papua dan Flores.
Penulis : Divisi Acara AS & KMG
Peninjau : Sekretaris Umum KMK