Sejarah 2 Sekolah Katolik Tertua di Indonesia

BINUS University, KMK BINUS – Pendidikan merupakan suatu wadah yang tepat untuk mengubah pembangunan sebuah bangsa yang melahirkan tokoh-tokoh besar berintelektual. Pendirian sekolah Katolik pertama di Indonesia didasari oleh semangat nasionalisme dan hasrat untuk mencapai kemerdekaan, yang mulai tumbuh di kalangan generasi muda orang-orang Jawa sehingga mendesak untuk mendirikan sebuah institusi pendidikan Katolik. Adapun beberapa sekolah Katolik yang pertama kali muncul di Indonesia adalah sebagai berikut. 

Sekolah Santa Ursula
Pada awalnya Mgr. P. Vrancken prihatin melihat keadaan kaum muda di Pulau Jawa, lalu beliau mengajak para Suster Ursulin untuk memulai pendidikan di Batavia. Pada tanggal 5 Februari 1856, setelah melintasi lautan luas, melalui liku-liku dan badai, kapal layar Herman akhirnya mengantar duta matahari di Teluk Batavia. Franken menyambut para suster dan segera membawa mereka ke rumah yang telah disiapkan, yaitu Noordwijk (sekarang Jalan Juan Da) di seberang kediaman gubernur. Pelayanan pendidikan para suster Ursula dimulai di Indonesia, dan pendidikan kaum muda khususnya wanita adalah rasul utamanya. 

Karena semakin banyak biarawati Eropa yang bersedia untuk melayani di Batavia, dan semakin banyak orang muda harus menerima layanan, pada tanggal 18 Januari 1859 komunitas Noordwijk mengutus Angele Cleeren, Pelabuhan Stanislas dan Andre Suster Van Gemert sebagai pemimpin SD membuka asrama dan sekolah untuk anak-anak miskin di Weltevreden (sekarang Jalan Pos). Awalnya mereka tinggal di Bazaar Baru (sekarang Pasar Baru), hingga akhirnya mereka mampu membeli tempat terbuka dan hotel di sebelah kantor pos (sekarang disebut Kompleks Santa Ursula). Rumah di Jalan Pos menjadi rumah kedua Suster Ursuline dan disebut Klein Klooster (biara kecil), dan rumah di Jalan Juanda disebut Groot Klooster (biara besar). 

Banyak orang tua yang mempercayakan pendidikan anak-anaknya kepada para suster, sehingga para suster pun meluaskan bangunan serta memberikan fasilitas yang baik. Pada tahun 1906 berdirilah HBS Princess Juliana, yang kemudian berganti nama menjadi SMA Santa Ursula yang mendapatkan izin penyelenggaraan pendidikan pada tahun 1931. 

SMA Santa Ursula Jakarta merupakan sekolah khusus perempuan yang telah memiliki sejarah panjang dalam mempersiapkan lulusannya menjadi pribadi yang utuh yang mampu berkiprah di masyarakat. Selain itu, lulusan SMA Santa Ursula kini dipersiapkan menjadi pribadi yang cerdas, beriman, dan penuh kasih sesuai dengan visi sekolah. Dengan pengalamannya di dunia pendidikan, SMA Santa Ursula Jakarta telah melahirkan alumni yang berkiprah di tingkat lokal, nasional, dan global. Kekuatan pendidikan karakter yang diimbangi pengembangan intelektualitas dan humaniora menjadikan kaum perempuan lulusan SMA Santa Ursula mampu beradaptasi di mana pun mereka berada. Kini para siswi yang masih belajar di SMA Santa Ursula  tidak hanya berasal dari wilayah Jabodetabek tetapi juga dari berbagai daerah di Indonesia.

  

Sekolah Van Lith
Sebagai bentuk realisasi untuk menghadirkan sekolah Katolik di Indonesia, Rm. van Lith seorang Pastor Misionaris yang diutus ke Hindia Belanda membangun sebuah sekolah di Muntilan. Rm. van Lith atau Romo Fransiskus Georgius Josephus van Lith, selaku pendiri sekolah Van Lith yang merupakan sekolah Katolik pertama di Indonesia merupakan seorang Pastor Misionaris lahir di Oirschot, Brabant, Nederland pada tanggal 17 Mei 1863 yang ditahbiskan menjadi pastor pada tanggal 8 September 1894, dan diutus ke Hindia Belanda. Beliau pertama menjalani misi di Semarang dan dipindahkan ke Mendut dan Muntilan pada tahun 1899. Saat itu beliau berhasil melakukan pembaptisan untuk 171 orang di sebuah mata air di bawah pohon Sono atas permintaan dari seorang sesepuh dari Kalibawang, yang saat ini tempat pembaptisan tersebut dijadikan sebagai Kawasan Ziarah Goa Maria Sendangsono. 

Sekolah ini awalnya merupakan sekolah calon katekis di Semarang yang didirikan pada tahun 1896. Sekolah calon katekis ini kemudian diubah statusnya oleh Rm. van Lith pada tahun 1900 menjadi Kweekschool-A (sekolah guru). Semakin hari murid di Kweekschool-A semakin bertambah, sehingga pada tahun 1904 Kweekschool-A mendapat bantuan subsidi dari pemerintah kolonial. Melihat Kweekschool-A semakin banyak mendapat murid pribumi maka dikeluarkan gagasan untuk mendirikan Kweekschool-B. Dimana Kweekschool-A menggunakan bahasa pengantar dengan bahasa lokal, sedangkan Kweekschool-B menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. 

Demi mewujudkan penguatan dalam hukum, maka pada tahun 1906 didirikan sebuah yayasan yang bernama Romasche Catholic (RC) Kweekschool te Moentilan yang nantinya akan mengelola sekolah-sekolah guru di Muntilan, Mendut dan Ambarawa dengan sekolah-sekolah latihannya. Pada tahun 1910 Kweekschool Muntilan diubah menjadi Kolese Xaverius. Rama Merteens ditunjuk sebagai rektor pertama kolese tersebut. 

Selain mendidik dari sisi pengetahuan murid-muridnya, Kolose Xaverius juga mendidik murid-muridnya dalam hal skill dengan pelajaran tambahan seperti olahraga dan menyanyi. Hakikat pendidikan Katolik tidak hanya terbatas menyalurkan informasi kepada anak didik namun membangun dan membekali iman dan spiritualitasnya. Iman dan spiritualitas tidak hanya diajarkan melalui teoritis saja namun juga mencakup pembentukan watak, karakter dan moralitas tiap-tiap muridnya. Keberhasilan pendidikan dari Rm. van Lith tidak hanya sebatas pada penambahan jumlah umat Katolik, melainkan juga mencetak pemimpin-pemimpin gereja dari sekolah yang beliau bangun. Jerih payah Rm. van Lith akhirnya membuahkan hasil yaitu tanggal 25 Juni 1912, Kweekschool Muntilan mendapat pengakuan status disamakan dari pemerintah kolonial Belanda. 

Penulis : Divisi Perlengkapan AS
Peninjau : Sekretaris Umum KMK