Rumah Panggung Minahasa Tahan Terhadap Gempa
Indonesia merupakan satu diantara negara yang memiliki wilayah rentan terhadap dampak gempa bumi tektonik maupun gempa vulkanik. Hal itu dikarenakan wilayah Indonesia terletak di antara empat lempeng tektonik, yakni lempeng Eurasia, Australia, Filipina, dan Carolina, lempeng tektonik muda yang aktif bergerak sepanjang tahun. Sehingga Indonesia sudah sangat akrab dengan gempa berskala di atas 5 skala Richter.
Dari catatan sejarah, akibat dari dampak gempa bumi, banyak korban yang bergelimpangan, mulai dari korban material harta benda hingga korban jiwa. Misalnya yang belum hilang dari ingatan kita, musibah gempa Jogja dan Padang. Kerusakan akibat gempa sangat tampak pada konstruksi-konstruksi bangunan yang ada. Bahkan akibat kerusakan itu, banyak jiwa jadi korban tertimbun material bangunan tempat hunian mereka.
Berkaca dari rentetan peristiwa gempa dan dampak kerusakan yang timbul serta kondisi geografis yang selamanya tetap sebagai wilayah yang rawan gempa, telah mendorong para peneliti dan pakar keteknikan dan rekayasa konstruksi, untuk mencari formula konstruksi yang tahan terhadap dampak gempa.
Seperti dijelaskan oleh Ir Julius Tenda, staf pengajar di Politeknik Negeri Manado Jurusan Teknik Sipil, bahwa hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan, para pakar dan akademisi di bidang teknik konstruksi menemukan berbagai contoh bangunan yang sudah dari zaman dahulu digunakan oleh masyarakat Indonesia, contohnya rumah adat panggung Minahasa ternyata merupakan satu jenis rumah yang tahan terhadap gempa. Puluhan bahkan ratusan tahun lalu, warga Minahasa telah menggunakan rumah tahan gempa sebagai tempat tinggal dan dari sekian peristiwa gempa bumi, tidak ada yang ambruk. “Peristiwa gempa bumi sudah sering terjadi, namun coba lihat rumah panggung minahasa, tidak pernah ada yang ambruk. Sehingga rumah panggung itu tergolong rumah tahan gempa,” kata Tenda.
Menurut Tenda rumah panggung Minahasa tidak mudah ambruk, karena memang dari aspek material tergolong ringan sehingga tidak mudah ambruk jiga ada getaran gempa, begitu juga dengan kancingannya yang bisa mencegah getaran sehingga bangunan tidak terbongkar lalu ambruk. Karena dinilai sebagai bangunan yang tahan gempa, rumah panggung minahasa pun jadi favorit tidak saja di pasar Indonesia, namun juga di pasar internasional. “Setelah populer sebagai rumah tahan gempa, rumah panggung Minahasa jadi banyak diminati tidak saja oleh orang Indonesia tapi juga dari warga luar negeri,” ungkapnya kepada Tribun Manado, Rabu (1/8).
Berkaca dari peristiwa gempa bumi Bantul juga Padang, dimana banyak rumah yang ambruk rata dengan tanah, pihaknya mendapati fakta bahwa konstruksi rumah di daerah tersebut kebanyakan tidak memenuhi persyaratan dan standard keteknikan, contohnya struktur yang tidak kuat, kancingan serta bahan penahan atap tidak sebanding dengan beban atap jenis genteng yang cukup berat. “Bangunan yang tidak memenuhi standard keteknikan akan sangat rentan ambruk,” kata Tenda.
Untuk meminimalisir kerusakan bangunan rumah akibat gempa, Tenda menyarankan supaya dalam mendirikan bangunan tempat tinggal, yang harus diperhatikan adalah standard baku dalam dunia rekayasa konstruksi. Bila perlu gunakan konsultan teknik untuk menghitung dan menganalisa bangunan yang akan didirikan itu. “Daerah kita Sulawesi Utara masuk di wilayah 5 resiko tinggi akibat gempa. Maka dari itu bangunlah rumah yang memenuhi standard keteknikan. Bila mana terjadi gempa kerusakan yang ditimbulkan tidak berat sehingga biaya renovasi dan perbaikan tidak juga besar. Sebaliknya jika rumah tidak dibangun dengan standard keteknikan, bilamana terjadi gempa pasti kerusakannya besar, sehingga biaya perbaikannya pun sama dengan kembali mendirikan rumah,” jelasnya.
Kata Tenda, dimana pun bicara rumah permanen pasti ketika kena gempa akan mengalami kerusakan, namun bagaimana kerusakan itu diminimalisir semaksimal mungkin. Seperti dalam falsafah keteknikan bahwa Apabila gempa kecil, bangunan tidak boleh rusak sama sekali, Apabila gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan namun cukup pada elemen non struktur misalnya plaster dan dinding, Apabila gempa kuat, boleh mengalami kerusakan, tapi tidak runtuh. “Falsafah ini berlaku untuk bangunan permanen serta bertujuan melindungi manusia yang tinggal dan berada di dalam rumah atau bangunan itu,” imbuhnya. (tos)
Kiat-kiat membangun rumah yang tahan gempa
– Pondasi harus berdiri di atas tanah keras, atau jika tidak tanahnya timbunan/urukan harus terlebih dahulu dilakukan stabilisasi
– Struktur harus kuat dan menggunakan material berkualitas dan terukur
– Pemasangan dinding dengan tiang/kolom haruslah ada baja tulangan jangkar dengan jarak kurang lebih 50 cm dengan panjang tulang 10 cm
– Atap mesti yang berbahan ringan, jika menggunakan genteng, konstruksi atap harus kuat seimbang dengan beban.
Author: Wartawan Tribun Manado, Susanto Amisan
Editor: Andrew_Pattymahu
Publisher: TribunManado.co.id