Pemuda dalam Pilkada 2017

Pemilu adalah puncak dari pesta demokrasi dan ajang perubahan rezim setelah lima tahun berkuasa dalam bernegara. Meskipun begitu banyak masyarakat, khususnya pemuda yang menganggap pemilu sebagai sesuatu yang tidak menarik dan membosankan.

Dalam data Komisi Pemilihan Umum pada 2015 pemilih muda hanya 20 persen dari persentasi nasional. Angka ini tergolong besar sehingga menjadi magnet bagi para calon untuk membuat strategi khusus dalam memikat pemilih muda.

Sayangnya, strategi yang dibuat oleh calon masih menganggap pemuda sebagai objek bukan subjek yang sejatinya dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan. Alhasil, pemuda hanya ingat pemilu saat hari-H pencoblosan bukan proses dari awal pecalonan hingga terpilih dan berjalannya pemerintahan.

Masalah tersebut diperparah dengan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan baik oleh calon maupun panitia penyelenggara saat pemilihan berlangsung. Berdasarkan laporan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada 2016, pada Pilkada 2015 ditemukan serangan fajar atau politik uang, pelanggaran terpasangnya alat peraga kampanye di ruang publik dan banyak pemilih yang belum terdaftar. Pada pra-pelaksana pemilu banyak ditemukan mobilisasi massa untuk pengajian dan tulisan-tulisan bernada SARA. Hal itu menimbulkan keresahan di masyarakat yang berujung pada ketegangan sosial yang berujung pada bentrokan massa. Bentuk kampanye tersebut tentu tidak menarik bagi anak muda karena dipandang kuno atau ketinggalan zaman.

Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Politik” membedakan dua kategori partisipasi politik dalam konteks pemilu yaitu partisipasi pasif dan partisipasi aktif (substantif). Partisipasi pasif adalah kegiatan memilih oleh partisan karena dimobilisir oleh individu atau kelompok tertentu dalam rangka meraih suara partisan, sementara partisipasi aktif adalah kegiatan memilih partisan yang didasarkan oleh kesadaran bahwa pilihannya dapat menyalurkan aspirasi partisan. Keduanya sama-sama dalam kerangka partisipasi politis kelompok atau individu, tetapi keduanya memiliki perbedaan pada tataran prinsip daripada realitas. Bahkan tidak jarang partisan aktif turut serta dalam proses pengawasan suara dengan cara yang memungkinkan dilakukan.

Pemuda terbukti pernah melakukan banyak tindakan-tindakan heroik di masa lalu. Sebagai penerus bangsa, mereka idealnya mampu memberikan partisipasi dan kontribusi, tidak hanya sekedar urun angan. Konsep dukung orang baik maju pemilu sudah baik walaupun masih kurang berdampak nyata. Perlu ada sebuah keberpihakan. Sehingga pemuda harus memiliki sikap, entah dia memihak atau independen, tetapi mereka harus konsisten dengan apa yang mereka katakan dan kerjakan. “Pemuda harus adil sejak dalam pikiran”, begitu kata Pramoedya Ananta Toer.

Integritas pemuda dapat dibuktikan saat pesta demokrasi ini. Dimulai dengan menjaga demokrasi agar dapat menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Pemuda harus menjadi partisipasi aktif agar kampanye lebih menarik dan menawarkan pembaruan ide. Banyak yang dapat dilakukan pemuda saat momen pemilu baik sebagai organisasi ataupun individu. Saat berorganisasi dan berkolaborasi dengan organ pemuda lainnya, pemuda dapat hadir dan menyebarkan informasi mengenai ide, program, latar belakang calon kepada rakyat secara massif. Lebih bagus lagi apabila dapat memuat sebuah kontrak politik dengan calon sehingga tolak ukur kinerja calon dapat diukur. Apabila tidak ditepati, kontrak politik ini bisa menjadi bukti bahwa pemimpin tersebut tidak amanah dan tidak layak dipilih kembali. Melalui individu, pemuda dapat menyampaikan pada lingkungan keluarga dan peer group mengenai calon dengan cara yang disesuaikan.

Pilkada 2017 merupakan momen bersejarah. Pemuda generasi 45 punya Kemerdekaan, generasi 66 punya Tritura, generasi 74 punya Malari, generasi 98 punya Reformasi, di era demokrasi sekarang, pemuda mempunyai platform bersama untuk pengawalan pemilu yang bisa diwariskan untuk generasi masa depan.

Tidak penting siapa yang punya nama, yang lebih penting kita punya kesempatan dalam momen ini untuk menunjukan kekuatan pemuda yang berintegritas dan mampu memenuhi janji kemerdekaan. Jadi pilih yang mana mau jadi penonton atau mencetak sejarah?

Sumber: (http://blog.turuntangan.org/pilkada-dalam-pilkada-2017/)