Curhat di Twitter: Antara Katarsis dan Oversharing

Hai Psytroopers! Pernah nggak sih kalian merasa lebih lega setelah nge-tweet panjang lebar soal masalah kuliah, hubungan, atau bahkan keresahan sehari-hari? Rasanya kayak beban jadi lebih ringan setelah dicurahkan ke Twitter/X. Nah, fenomena curhat online ini ternyata nggak cuma sekadar kebiasaan iseng, lho. Dari kacamata psikologi, curhat di media sosial bisa dilihat sebagai bentuk katarsis alias pelepasan emosi. Tapi, hati-hati, karena kalau keterusan bisa berubah jadi oversharing yang berisiko buat kesehatan mental maupun privasi kamu.

Katarsis: Saat Curhat Jadi Pelepasan Emosi

Dalam psikologi, katarsis dipahami sebagai proses pelepasan emosi yang memberi rasa lega dan mengurangi ketegangan (Breuer & Freud, 1895/2000; Pennebaker & Chung, 2011). Twitter/X juga kerap dianggap sebagai “ruang aman” karena adanya efek anonimitas, di mana individu lebih berani terbuka tanpa takut dihakimi secara langsung (Suler, 2004; Kim et al., 2025). Penelitian menunjukkan bahwa self-disclosure online dapat membantu regulasi emosi dan bikin individu merasa lebih terhubung (Rahardjo et al., 2020). Bahkan, sebagian Gen Z menganggap curhat di media sosial sebagai cara cepat buat mengurangi stres dan mencari dukungan (Eka Yosida, 2025). Jadi, wajar banget kalau nge-tweet bisa bikin hati terasa plong.

Validasi Sosial dan Risiko Oversharing

Selain buat lega, curhat di Twitter juga sering jadi ajang cari validasi. Like, reply, atau retweet bisa terasa seperti bentuk dukungan yang bikin kita merasa dihargai (Shabahang et al., 2024). Tapi di sisi lain, ada bahaya oversharing, yaitu ketika kita terlalu banyak membuka hal-hal pribadi tanpa pertimbangan matang.

Risikonya apa? Informasi pribadi bisa disalahgunakan, kita bisa jadi target komentar negatif, bahkan menyesal karena jejak digital sulit dihapus (Fauziah et al., 2025). Penelitian terbaru juga menekankan bahwa regulasi diri sangat penting untuk mengatur batasan dalam berbagi di media sosial (Kim et al., 2025). Jadi, kalau nggak hati-hati, curhat bisa berbalik jadi bumerang.

Sisi Positif dan Negatif Curhat Online

Positifnya:

  1. Membantu pelepasan emosi (katarsis).
  2. Memberi rasa lega dan keterhubungan dengan orang lain.
  3. Bisa jadi ruang refleksi diri.

Negatifnya:

  1. Risiko oversharing dan bocornya privasi.
  2. Potensi komentar negatif atau cyberbullying.
  3. Penyesalan karena konten susah dihapus.

Yuk, Bijak dalam Curhat!

Curhat di Twitter memang bisa jadi cara sederhana untuk mengekspresikan diri dan menjaga kesehatan mental. Tapi, penting juga buat sadar batasan. Nggak semua hal harus dibagi ke publik, dan nggak semua orang perlu tahu detail kehidupan pribadi kita. Jadi Psytroopers, yuk sama-sama belajar menyeimbangkan antara katarsis yang sehat dan menjaga privasi, biar media sosial benar-benar jadi ruang aman yang mendukung kita, bukan sebaliknya.

Referensi

Breuer, J., & Freud, S. (2000). Studies on hysteria (J. Strachey, Trans.). Basic Books. (Original work published 1895)

Eka Yosida. (2025). Persepsi Gen Z mengenai perilaku oversharing di media sosial. IKRA-ITH Humaniora: Jurnal Sosial dan Humaniora, 9(1), 1–12. https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/ikraith-humaniora/article/view/4200

Fauziah, F., Fitri Himelyani, A., Hasby, M. A., & Salsabila, N. F. (2025). The counselor’s role in mitigating the negative impact of social media oversharing on adolescent mental health. ELFIKR: Journal of Counseling and Education, 14(1), 1–12. https://ejournal.uinbukittinggi.ac.id/index.php/ecj/article/view/9704

Kim, J., Kelley, P. G., Schaub, F., & Wisniewski, P. (2025). Trust-enabled privacy: Social media designs to support adolescent user boundary regulation. Proceedings of the ACM on Human-Computer Interaction, 9(CSCW1), 1–27. https://arxiv.org/abs/2502.19082

Rahardjo, W., Qomariyah, N., Andriani, I., & Putri, I. A. (2020). Online adolescents’ self-disclosure as social media users: The role of extraversion personality, perception of privacy risk, convenience of relationship maintenance, and self-presentation. Jurnal Psikologi, 19(1), 28–42. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/21120

Shabahang, R., Shim, H., Aruguete, M. S., & Zsila, Á. (2024). Oversharing on social media: Anxiety, attention-seeking, and social media addiction predict the breadth and depth of sharing. Psychological Reports, 127(6), 2675–2692. https://doi.org/10.1177/00332941221122861

Suler, J. (2004). The online disinhibition effect. CyberPsychology & Behavior, 7(3), 321–326. https://doi.org/10.1089/1094931041291295 

Alya Hafiidhah