Power of Turu: Pentingnya Tidur untuk Kesehatan Mental
“Surga itu TURU”
Halo, Psytroopers! Kembali lagi nih di Psikopedia. Kali ini, Psikopedia akan membahas mengenai turu. Teman-teman pasti sudah familiar, kan, dengan istilah turu? Apalagi, istilah ini sempat ramai digunakan di platform media sosial. Contohnya, saat teman-teman sedang scroll TikTok lalu muncul sound yang berbunyi, “Surga itu turu.” Lucu, ya? Tapi sound yang merupakan plesetan dari lagu Maliq & D’Essentials ini ada benarnya, lho! Kalau begitu, mari kita bahas lebih dalam.
Turu atau bahasa Jawa dari tidur adalah kondisi istirahat regular, yang merupakan keadaan fisiologis ditandakan dengan berkurangnya gerakan tubuh dan penurunan tingkat kesadaran terhadap sekelilingnya (Widodo & Soetomenggolo, 2016). Tidur yang berkualitas tidak hanya sekadar memejamkan mata, tetapi juga memberikan waktu bagi tubuh dan pikiran untuk memulihkan diri. Tidur terbagi menjadi dua jenis yaitu REM dan non-REM. Masing-masing jenis tidur memiliki peran penting yang berbeda pada tubuh dan pikiran. Untuk memiliki tidur yang berkualitas, kedua jenis tidur ini ikut terlibat dengan perbandingan yang seimbang. Selain tidur yang berkualitas, kuantitas tidur juga sama pentingnya. Umumnya, orang dewasa itu membutuhkan tidur yang berdurasi selama 6-8 jam per hari. Nah, Psytroopers, gimana nih? Apakah teman-teman sudah menerapkan tidur yang berkualitas selama 6-8 jam per hari?
Bicara mengenai durasi tidur, terdapat beberapa survei yang dilakukan untuk membahas seputar tidur. Salah satunya adalah survei yang dilakukan pada Desember 2023 oleh YouGov Surveys mengenai durasi tidur penduduk di 17 negara, termasuk Indonesia, dan penduduk negara mana yang paling merasa kurang tidur. Hasil dari survei ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang durasi tidurnya terendah dengan presentase hanya 48% penduduk yang menikmati tidurnya. Selain itu, penduduk Indonesia juga memiliki keinginan untuk tidur lebih lama yang cukup tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa kebutuhan tidur dan durasi tidur kebanyakan penduduk Indonesia tidak seimbang. Hayo, Psytroopers! Ada yang masih kurang tidur gak nih?
Lalu, bagaimana dengan dampak jika kekurangan tidur atau sleep deprivation? Sleep deprivation terjadi ketika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas, kebutuhan durasi tidur yang dibutuhkan itu beragam sesuai dengan umur orang tersebut. Orang dewasa yang berumur 18-60 tahun membutuhkan durasi tidur selama 7 jam atau lebih. Secara kualitas, tidur selama 7 jam atau lebih harus berada dalam kategori tidur yang baik. Bagaimana sih cara membedakan kualitas tidur itu baik atau buruk? Jadi, terdapat beberapa ciri yang menandakan bahwa kualitas tidur itu buruk, diantaranya yaitu sering terbangun di tengah malam, mengorok atau terengah-engah saat tidur, dan merasa ngantuk atau lelah walaupun sudah tidur selama 7 jam atau lebih.
Faktanya, sleep deprivation ini sebenarnya cukup umum terjadi. Berdasarkan beberapa penelitian atau survei, statistik tidur orang-orang menunjukkan bahwa sebagian besar individu tidur kurang dari 7 jam. Oleh karena itu, banyak dari orang yang mengeluh akan rasa lelah yang dirasakannya setiap hari. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
seseorang mengalami sleep deprivation, diantaranya yaitu kebiasaan tidur yang buruk, gangguan tidur, penggunaan obat-obat, kondisi ADHD, atau hanya sekadar begadang.
Psytroopers tahu gak kalau tidur itu dapat dikaitkan dengan kesehatan fisik dan kesehatan mental seseorang? Sleep deprivation dapat memengaruhi kualitas hidup. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan fisik, seperti kelelahan, diabetes, penyakit jantung, stroke, gangguan hormon, dan kenaikan berat badan. Kurangnya tidur yang cukup dan baik dapat mengurangi kemampuan tubuh dalam mengelola glukosa, sehingga meningkatkan risiko terkena diabetes. Selain itu, sleep deprivation dapat memicu peradangan dan reaksi stres dalam tubuh, yang berujung pada peningkatan risiko stroke dan penyakit jantung. Sleep deprivation juga dapat menghambat produksi hormon dan perubahan hormon yang berdampak pada pertumbuhan dan kenaikan berat badan yang tidak normal.
Tidur dan kesehatan mental saling terikat dan saling mempengaruhi. Gangguan tidur meningkatkan risiko kesehatan mental, sementara masalah mental memperburuk kualitas tidur. Sleep deprivation tidak hanya memengaruhi masalah kesehatan fisik, tetapi juga dengan fungsi kognitif dan mental seseorang seperti berkurangnya konsentrasi, terganggunya memori, dan waktu reaksi yang lebih lambat. Selain itu, juga memengaruhi stabilitas emosional, perubahan suasana hati, dan energi yang rendah. Peningkatan aktivitas amygdala, bagian otak yang bertanggung jawab atas emosi, membuat otak lebih sulit mengendalikan emosi, yang dapat memperburuk kondisi pada orang dengan gangguan kecemasan. Selain itu, orang yang mengalami sleep deprivation dapat memiliki suasana hati yang tertekan, energi rendah, dan mudah marah. Seiring waktu, sleep deprivation bisa menumpuk, meningkatkan risiko gangguan pada fungsi kognitif dan mental seseorang, terutama dalam tugas-tugas seperti mengemudi atau mengoperasikan mesin. Hal ini disebabkan oleh otak yang kekurangan tidur harus bekerja lebih keras, yang pada akhirnya mengurangi kemampuan untuk tetap fokus, karena otak terus-menerus mengirimkan sinyal rasa kantuk. Sleep deprivation juga menunjukkan bahwa gangguan tidur dapat meningkatkan perkembangan maasalah kesehatan mental seperti depresi, paranoia, kecemasan, gangguan stres post-traumatic stress disorder (PTSD), halusinasi, dan perilaku bunuh diri.
Nah, Psytroopers sudah tahu kan risiko dari kurangnya durasi tidur dan buruknya kualitas tidur? Kalau begitu, tentu Psytroopers juga harus tahu mengenai manfaat dari tidur! Tidur merupakan kebutuhan dasar yang sangat diperlukan oleh seluruh manusia. Tidur membantu tubuh, otak, dan pikiran untuk beristirahat, memulihkan, dan mengoptimalkan cara kerjanya. Pola tidur yang baik sangat penting untuk kesehatan dan fungsi optimal sehari-hari.
Dalam siklus tidur, terdapat tahapan-tahapan tidur yang masing-masing memiliki peran penting untuk kesehatan fisik dan mental. Kedua tahapan tersebut yaitu tidur dengan gerakan mata tidak cepat/non-rapid eye movement (non-REM) dan tidur dengan gerak mata cepat/rapid eye movement (REM). Tidur non-REM memiliki fungsi untuk meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh. Saat tubuh bersiap untuk tidur, suhu
tubuh menurun, otot menjadi rileks, serta detak jantung dan pernapasan melambat. Pada tahap terdalam dari fase ini, terjadi perubahan fisiologis yang mendukung fungsi sistem kekebalan tubuh. Sementara itu, tidur REM berkontribusi terhadap kesehatan emosional. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dalam mengingat dan mengevaluasi memori melalui mimpi. Pada tahap ini, suhu tubuh, tekanan darah, detak jantung, dan pernapasan kembali seperti saat terjaga. REM mendukung pembelajaran, memori, dan kesehatan emosional secara kompleks.
Dengan memiliki pola tidur yang baik, pastinya dapat mengurangi dampak dari kekurangan tidur sehingga dapat disimpulkan bahwa tidur memiliki banyak manfaat, diantaranya yaitu pemulihan fisik, mendukung kesehatan mental, pengaturan berat badan, peningkatan daya konsentrasi dan produktivitas, kesehatan jantung, dan daya tahan terhadap penyakit. Selama tidur, tubuh melakukan berbagai fungsi penting, seperti memperbaiki sel-sel yang rusak, membangun otot, dan mengatur ulang sistem-sistem tubuh. Otak juga mengkonsolidasikan kenangan, membersihkan toksin yang terakumulasi sepanjang hari, dan mengatur neurotransmitter yang memengaruhi suasana hati. Tidur yang cukup membantu menjaga kesehatan jantung dan mendukung sistem kekebalan tubuh dalam memproduksi protein serta sel yang melawan infeksi. Kurang tidur dapat memengaruhi hormon yang mengontrol nafsu makan sehingga membuat kita cenderung menginginkan makanan tinggi kalori dan karbohidrat. Sebaliknya, tidur yang cukup meningkatkan fokus, kreativitas, dan kemampuan menghadapi tantangan, yang tentunya berdampak positif pada pekerjaan, pendidikan, dan aktivitas sehari-hari.
Penting banget, kan, Psytrooopers? Oleh karena itu, krusial untuk seorang manusia memperbaiki pola tidurnya secara kualitas maupun kuantitas agar tetap sehat secara fisik ataupun mental. Teman-teman tentu pernah dengar mengenai “tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, kan?. Nah, dapat dikatakan bahwa kesehatan fisik dan mental ini sangat berkaitan, nih Psytroopers sehingga jika teman-teman memiliki pola tidur yang kurang, maka dapat memperbaikinya. Dengan memperbaiki kualitas tidur, sering kali dapat mengurangi keparahan masalah kesehatan mental dan mengurangi risiko kambuh.
Berikut tips-tips yang dikutip dari salah satu web article mengenai tips tidur dari seorang dokter, yaitu jangan tidur siang terlalu sering, kecuali jika benar-benar merasa sangat mengantuk, karena hal ini bisa membuat tidur malam menjadi lebih sulit. Jika merasa lelah di siang hari, lebih baik berjalan-jalan atau melakukan aktivitas ringan. Jika sulit tidur, bangun sejenak dan lakukan sesuatu yang santai lalu kembali tidur saat merasa lebih mengantuk. Lalu, jaga pola makan dan rutin berolahraga, tetapi hindari makan besar atau berolahraga larut malam. Jangan terlalu memikirkan tidur karena ini bisa membuat teman-teman tetap terjaga. Selain itu, buat catatan tidur untuk melihat pola tidur dan kondisi yang memengaruhi kualitas tidur.
Okay, deh, kali ini sampai sini saja ya, Psytroopers! Semoga Psikopedia kali ini dapat bermanfaat untuk teman-teman semua. Sampai jumpa di Psikopedia lainnya, ya!
REFERENSI
Bandyopadhyay, A., & Sigua, N. L. (2019). What Is Sleep Deprivation? American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 199(6), P11–P12. https://doi.org/10.1164/rccm.1996p11
Widodo, D. P., & Soetomenggolo, T. S. (2016). Perkembangan Normal Tidur pada Anak dan Kelainannya. Aksi Spenduyo, 2(3), 139–139. https://doi.org/10.14238/sp2.3.2000.139-45
Halodoc. (n.d.). Kurang Tidur Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental. https://www.halodoc.com/artikel/kurang-tidur-bisa-pengaruhi-kesehatan-mental
Mental Health Foundation. (n.d.). How to sleep better. https://www.mentalhealth.org.uk/explore-mental-health/publications/how-sleep-better
Sleep Health Foundation. (2024, January 12). Mental health & sleep. https://www.sleephealthfoundation.org.au/sleep-topics/mental-health-sleep
Orzeł-Gryglewska, J. (2010). Consequences of sleep deprivation. International Journal of Occupational Medicine and Environmental Health, 23(1), 95–114. https://doi.org/10.2478/v10001-010-0004-9
Halodoc. (n.d.). Tidur Bisa Memengaruhi Kesehatan Mental, Ini Alasannya. https://www.halodoc.com/artikel/tidur-bisa-memengaruhi-kesehatan-mental-ini-alasannya
Reza, R.R., Berawi, K.N., Karima, N., & Budiarto, A. (2019). Fungsi Tidur dalam Manajemen Kesehatan.
Tan, S. (2024, March 13). How long do most people sleep globally – and which regions feel most sleep deprived? | YouGov. Sg.yougov.com. https://sg.yougov.com/health/articles/48914-how-long-do-most-people-sleep-globally-and-which-regions-feel-most-sleep-deprived-2024
Tanjung, M. C., & Sekartini, R. (2016). Masalah Tidur pada Anak. Sari Pediatri, 6(3), 138. https://doi.org/10.14238/sp6.3.2004.138-42
(Nayyara Fitri Ramadhani)